Oleh : Yopi Ilhamsyah*
Tercatat sejak Jum’at malam tanggal 20 Januari 2023 hujan lebat tergolong ekstrem melanda wilayah Aceh. Secara ilmiah, hujan dikatakan lebat jika turun dengan intensitas tinggi. Indikator yang digunakan untuk mengetahui intensitas hujan adalah dengan terlebih dahulu mengukur curah hujan yang turun di permukaan.
Untuk mengetahui seberapa banyak curah hujan yang diterima di permukaan, kita gunakan alat penakar hujan yang kita sebut Ombrometer. Air hujan yang tertampung di dalam Ombrometer selanjutnya kita ukur menggunakan gelas ukur. Jika kita mendapati ketinggian curah hujan yang terukur lebih dari 20 milimeter selama 24 jam, maka kita sebut hujan telah turun dengan intensitas tinggi. Kondisi ini yang kita jumpai selama satu minggu terakhir.
Ekses dari hujan sangat lebat ini mengakibatkan timbulnya banjir bandang di Batee Iliek serta banjir luapan dan genangan di sejumlah daerah di utara dan timur Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Besar, Pidie dan tanah Gayo.
Dari berita yang penulis kumpulkan, hujan yang turun selama satu minggu terakhir di pantai utara dan timur Aceh bermula di malam hari. Intensitas hujan terus meningkat hingga dini hari. Hujan lebat terus turun hingga keesokan harinya. Imbasnya, timbul bencana hidrometeorologis.
Apa yang menyebabkan hujan turun di malam hari?
Secara geografis, wilayah Aceh tepat berlokasi di daerah di mana matahari beredar secara intens di atasnya. Matahari terbit secara teratur dari timur dan terbenam di barat Aceh dan bergerak secara musiman dari utara ke selatan Aceh dan sebaliknya.
Wilayah Aceh sendiri memiliki lautan yang luas. Karena berada di zona lintasan matahari, maka kelembapan udara di Aceh tetap tinggi di sepanjang tahun. Udara yang lembap kaya akan kandungan uap air. Uap air ini berasal dari lautan yang memanas akibat terpapar sinar matahari. Analoginya seperti kita memasak air, ketika air mulai memanas, maka muncul uap. Hanya saja, untuk kasus Bumi, sumber panasnya berasal dari salah satu benda langit yaitu matahari.
Karena udara terus lembap di sepanjang waktu, maka hujan turun merata sepanjang tahun di Aceh. Jika kita ukur dan ambil rata-rata curah hujan selama 30 tahun, maka kita temukan hampir tidak ada perbedaan ketinggian curah hujan di setiap bulannya. Artinya hujan tetap tinggi, mencapai lebih dari 50 milimeter di setiap bulannya. Kondisi ini terjadi di wilayah timur, barat dan tengah Aceh. Yang membedakan hanya ketinggian curah hujan di masing-masing wilayah tersebut. Wilayah barat dan tengah Aceh lebih basah daripada wilayah timur.
Namun demikian pada bulan-bulan tertentu seperti November-Desember dan April-Mei, kita dapati curah hujan lebih tinggi dibanding bulan-bulan lainnya di Aceh. Curah hujan tinggi pada November-Desember terkait dengan aliran udara yang kita kenal dengan angin muson. Sementara April-Mei terkait dengan pergerakan semu matahari.
Kembali ke hujan di November-Desember akibat tiupan angin muson. Angin ini bertiup dari arah timur laut dan seiring dengan tiupan dominan angin dari timur laut, maka kita di Aceh menyebutnya sebagai musim timur. Muson sendiri merupakan istilah dalam Bahasa Arab yang berarti musim.
Sejatinya, musim timur berlangsung dari pertengahan Oktober hingga pertengahan Februari. Jadi bulan Januari masih tergolong musim timur.
Ingat, wilayah Aceh kaya akan uap air akibat laut yang memanas di sepanjang waktu. Dalam skala harian, angin laut yang berlangsung di siang hari membawa uap air dari lautan ini untuk kemudian turun dalam wujud hujan di darat pada sore harinya.
Dalam skala musiman, angin laut mengalami akselerasi karena dorongan dari angin muson yang berhembus kencang dari laut lepas. Uap air yang melayang-layang di langit Aceh selanjutnya terbawa oleh gabungan angin laut dan angin muson yang berasal dari timur laut.
Dalam perjalanannya menuju barat daya, intensifikasi angin yang telah lembap karena mengandung banyak uap air menabrak lereng timur pegunungan Bukit Barisan. Rangkaian pegunungan ini laksana benteng di tengah daratan Aceh yang menjulang dari barat laut sampai tenggara. Selanjutnya, uap air menjadi jenuh dengan cepat lalu mengembun membentuk awan.
Awan-awan ini terus tumbuh membesar dan meninggi untuk kemudian membentuk awan Kumulonimbus di sepanjang lereng hingga puncak timur pegunungan Bukit Barisan. Hal ini disebabkan kehadiran suplai uap air secara terus menerus imbas dari desakan angin yang berhembus kencang. Berita di media juga melaporkan adanya tiupan angin kencang yang menyebabkan kerusakan pada bangunan di pantai utara Aceh.
Kehadiran awan Kumulonimbus besar dan tinggi di sepanjang puncak pegunungan pada petang hari menjadikan suhu di gunung menjadi dingin. Suhu dingin berkorelasi dengan meningkatnya tekanan udara di gunung. Konsekuensinya, udara mulai mengalir menuju lembah. Aliran udara menuju lembah / dataran rendah bertemu dengan akselerasi angin yang datang dari timur laut. Pertemuan dua aliran udara dalam arah berlawanan ini disebut dengan konvergensi.
Akibat konvergensi, udara lembab yang terdesak naik kembali ke angkasa menjadi jenuh dengan cepat lalu kembali membentuk awan di dekat permukaan. Awan-awan terus tumbuh membentuk awan Kumulonimbus lalu terhubung dengan awan Kumulonimbus di gunung.
Keduanya membentuk sebuah sistem konvektif berskala regional yang salah satu indikatornya adalah rangkaian awan-awan konvektif yang secara ilmiah disebut konvektif kompleks. Ini yang menyebabkan hujan turun sangat lebat selama satu minggu terakhir ini. Dan waktu efektif terjadinya konvektif kompleks ini adalah jelang malam kala suhu di gunung dan daratan mendingin lebih cepat dibanding suhu di lautan.
Ingat suhu memiliki keterkaitan dengan tekanan udara. Semakin malam maka semakin kuat konvergensi yang ditimbulkan demikian pula dengan sistem konvektif yang dihasilkan. Imbasnya, hujan lebat memungkinkan untuk turun di sepanjang malam hingga keesokan harinya.
Karena hujan ekstrem di malam hari masih berpotensi terjadi hingga awal Februari seiring dengan musim timur yang masih dominan, hal dasar penting yang wajib kita lakukan adalah memastikan lingkungan kita terbebas dari sampah. Dengan demikian air hujan tidak lama tergenang dan bisa cepat mengalir melewati drainase lalu menuju sungai.
Mengingat laporan panel antar-pemerintah tentang perubahan iklim yang memproyeksikan bahwa wilayah tropis utara akan lebih dari basah dari biasanya, maka tidak henti-hentinya kita suarakan keharusan akan konservasi kawasan hulu yang berada di pegunungan tengah Aceh. Ayo, kita bisa!
*Dosen Meteorologi Laut, Fakultas Kelautan dan Perikanan USK. Peneliti Sains Atmosfer Pusat Riset STEM USK