BANDA ACEH-LintasGAYO.co : Seniman muda dan juga akademisi seni, Ansar Salihin, S.Sn.,M.Sn (Bener Meriah) dan Saniman Andikafri, S.Sn.,M.Sn (Aceh Tenggara) menulis buku Ragam Hias Aceh Dataran Tinggi (Kerawang Gayo & Mesikhat Alas) yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Periwisata Aceh bekerja sama dengan The Gayo Institute (TGI).
Buku tersebut hasil dari penelitian ragam hias yang terdapat di Gayo dan Alas, baik pada ukiran rumah adat, motif pada pakaian adat dan benda lainnya.
Disusun dalam bentuk buku ilmiah popular yang terdiri dari foto ragam hias, desain ragam hias, penjelasan bentuk motif dan filosofi makna dari motif tersebut.
Ansar Salihin salah satu penulis dalam buku tersebut menyebutkan, kerawang Gayo dan Mesikhat Alas merupakan identitas masyarakat berupa motif ragam hias yang diterapkan pada bangunan, pakaian dan benda lainnya. Ragam hias tersebut merupakan representatif kehidupan masyarakat Gayo dan Alas.
“Dalam buku ini membahas ragam hias ukiran yang terdapat pada arsitektur rumah adat dan ragam hias pada pakaian adat Gayo dan Alas. Kerawang merupakan hiasan berupa motif-motif atau ragam hias yang ditempatkan pada suatu benda,” katanya, Senin 16 Januari 2023.
“Karya ini kami persembahkan khususnya kepada masyarakat Gayo dan Alas dan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya,” tambah Magister lulusan ISI Padangpanjang tersebut.
Sementara Saniman Andikafri menyebutkan, Mesikhat berasal dari bahasa Alas, yakni tesikhat yang berarti mengaplikasikan motif hias yang ada pada pikiran ke dalam media kayu atau kain, dan mengaplikasikannya kepada benda atau objek.
“Semoga buku ini dapat menjadi dokumentasi atau arsip kebudayaan dalam rangka melestarikan kebudayaan lokal. Terima kasih kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang telah memfasilitasi penerbitan buku ini,” kata Saniman yang juga dosen Kriya juga Ketua Jurusan Seni Rupa dan Desain ISBI Aceh.
Selanjutnya Salman Yoga S, editor buku Ragam Hias Kerawang Gayo dan Meshikat Alas menjelaskan ini adalah karya putra daerah yang menekuni dan meneliti kebudayaannya sendiri yang patut diapresiasi.
“Sebagai seniman sekaligus bagian dari dinamika social, selayaknya memang seniman selalu menjawan segala persoalan dengan karya. Tanpa karya tidak ada seniman yang disebut seniman,” jelasnya.
[SP/DM]






