Teruslah Berkata Jujur

oleh

Oleh : Agung Pangeran Bungsu, M.Sos*

Mewah dan mahal mungkin menjadi padanan kata yang tepat untuk disandingkan dengan kata “jujur”. Dimanakah akan ditemukan lagi kejujuran dan kebenaran.

Tidaklah berlebihan kiranya ketika timbul pertanyaan, sebenarnya kejujuran dan kebenaran milik siapa? Apakah kebenaran hanya milik penguasa, atau kebenaran hanyalah milik segelintir orang saja?

Sulit diterima dan dicerna oleh akal pikirian manusia ketika kejujuran dan kebenaran bukan menjadi neraca penegak sebuah hukum, maka produk keputusan yang dihasilkan akan memangsa siapa saja dengan cara yang kejam.

Produk hukum yang dihasilkan oleh manusia tentu saja tidak dapat membuat semua orang merasa puas. Hal ini tentu karena asal muasal penentu kebenarannya tidak merujuk pada Quran dan Sunnah, melainkan pada keadilan manusia yang tidak dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai sebuah kebenaran.

Masih segar dalam ingatan para pembaca semua dengan peristiwa beberapa bulan silam, ketika segelintir orang mengatasnamakan dirinya sebagai institusi mulia lagi terpuji, pengayom lagi pelindung dengan gagahnya seragam bertabur bintang sebagai pemegang kuasa memainkan kuasanya dengan cara yang bengis, maka tidak heran apabila banyak jiwa melayang dengan cara tragis.

Akhirnya ada jiwa yang harus menahan tangis, tetesan air mata hingga sayatan luka baru bagi keluarga. Baik peristiwa hilangnya nyawa, narkotika atau peristiwa lainnya dengan segudang kebohongannya. Seolah tidak ada yang dapat mengungkapkan peristiwa sebenarnya namun perlahan kebenaran pun terungkap.

Allah ta’ala berfirman
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ali Imran 54)

Dalam tafsir Al-Azhar karangan Prof. Hamka dijelaskan tentang ayat diatas “Kalau manusia yang mempunyai maksud buruk mengadakan tipu daya agar maksud buruknya itu tercapai, maka Allah pun lebih pandai mengadakan tipu daya dengan maksudNya yang baik, sehingga kalahlah maksud tipu daya mereka itu oleh tipu daya Allah.

Dengan ini nyatalah kalau di dalam Al-Quran tersebut Allah membalas tipu daya manusia yang salah, bukanlah berarti Allah mengadakan tipu daya yang buruk sebagaimana manusia yang bermaksud jahat itu”.

Peristiwa demi peristiwa yang terjadi merupakan bukti nyata kepada kita semua bahwa kejujuran dan kebenaran tidak dapat bersanding sejalan lantas disatukan dengan kebohongan dan kebathilan.

Kebenaran akan berangkat menuju tuannya kejujuran. Begitu pula sebaliknya kebathilan akan berangkat menuju tuannya sendiri yaitu kebohongan. Sebagaimana sabda nabi berikut.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Seseorang yang memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta.” (Hr. Muslim 4719)

Tidak peduli apa keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya, sejatinya setiap agama memerintahkan pemeluknya untuk menegakkan kejujuran dan kebenaran. Bagi kita semua yang masih Allah tutupi keburukan kita, tetaplah bekata jujur dan menjunjung kebenaran.

Jujur pada diri sendiri dalam melaksanakan setiap urusan serta mempertahankan kebenaran diatas segalanya. Tentu dengan demikian agama ini akan terjaga kesucian dan kehormatannya. Wallahu a’lam bish shawab. (*)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.