Berita Duka dari Kampung

oleh

Oleh : Dinika Yusuf*

SATU bulan lamanya, sejak Mei 2013, saya berada di Jogja, saya mulai menyesuaikan diri. Saya tidak kaku lagi bergaul dengan mahasiswi dari berbagai daerah yang tumplek di kota pelajar itu. Saya mulai mafhum dengan karakter suku-suku di luar suku Gayo dan Aceh.

Bukan itu saja, saya yang masih setingkat SMA tidak canggung ikut masuk ke kelas orang-orang yang kuliah, walau bersama kak Novi. Kalau tidak ikut kakak, saya sejak pagi sampai malam selalu berada di rumah sendiri. Tentu akan sangat membosankan.

Kalau ada dosen yang merasa aneh dengan keberadaan saya di ruang kuliah, saya berpura-pura sedang tidak ada jam kuliah pada jurusan lainnya. Apalagi secara fisik, saya tidak berbeda jauh dengan mahasiswi, rekan-rekan Kak Novi, di kampus Universitas Muhammadiyah Yogjakarta (UMY).

Selain itu, saya juga selalu ikut Kak Novi berorganisasi. Dalam “latihan kader”, mental peserta ditempa tanpa mengenal waktu. Dari pagi sampai sore. Bersambung dari sore sampai pagi. Awalnya saya sangat awam berorganisasi, namun lama kelamaan saya juga paham juga mulai dari struktur dan cara kerja organisasinya.

Saya sering tertidur di tempat Kak Novi membuat acara. Saya tidak canggung lagi bergaul sesama aktivis organisasi. Kami kompak dan saling membantu kalau ada salah satu dari anggota organisasi yang mendapat musibah. Sikap empati sesama anggota sangat mempengaruhi kekompakan dalam sebuah organisasi.

Saya benar-benar bahagia dengan situasi itu. Kadang ada rasa penyesalan dalam diri karena kurang mau belajar sejak kecil. Tapi biarlah masa lalu menjadi pelajaran bagi saya sendiri. Semoga kehidupan yang lalu akan menjadi cermin bagi kehidupan yang akan datang. Benarlah, mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.

Pokoknya selama sebulan di Jogja, hari-hari saya sangat menyenangkan dan selalu diselimuti kebahagiaan. Sampai kemudian, pada suatu sore, saat Kak Novi berada di balkon kos, datang kabar tak menyenangkan dari ibu: ibu mengalami penjepitan syaraf dan harus menjalani perawatan di rumah sakit dan diterapi.

Ibu tinggal bersama dek Afdhal di kampung. Sedangkan ayah tidak punya penghasilan tetap dan harus bekerja di daerah Sumatera Utara. Selain itu, ibu mengabarkan bahwa keadaan keuangan keluarga yang semakin terjepit. Kami tidak mungkin lagi menerima kiriman uang belanja bulanan.

Kak Novi menceritakan kabar buruk itu kepada saya. Mendengar cerita Itu, rasanya kaki saya tidak lagi menyentuh bumi. Akan tetapi Kak Novi meyakinkan saya bahwa dengan jaringan kawan-kawannya, pasti bisa bertahan hidup di Jogja.

“Jangan khawatir dek! Kita bisa bangkit kembali. Bersabarlah dengan keadaan yang ada,” kak Novi sambil memeluk saya.

Walau cerita itu menyesakkan dada, tapi ada secercah harapan yang membuat saya sedikit bersemangat. Apalagi keberadaan saya di Jogja, sama sekali tidak menjadi beban bagi Kak Novi. Beliau selalu memberi harapan dan semangat bagi saya. Sehingga kapan pun dan di manapun saya sangat bangga kepadanya. Kak Novi menjadi pelita menerangi hidup bagi saya.

Kebetulan pada hari itu Kak Novi ada acara beberapa hari di organisasinya. Saya pun diminta ikut serta. Kami pun berusaha menghapus kesedihan dengan mengikuti acara itu. Tentu saja acara itu bisa membantu pendanaan bagi kami yang tidak ada lagi kiriman dari kampung.

Selesai acara, kami mendapat sedikit dana yang kami pergunakan untuk modal membuat kue dan kami titip di kantin kampus. Kami berharap dengan hasil penjualan kue, kami bisa membeli makanan. Ternyata nasib anak kos mirip-mirip semua. Tidak hanya kami, kawan-kawan lain juga mengalami nasib sama.

Saya belajar banyak dari rentetan peristiwa ini. Saya juga paham tidak ada orang tua yang ingin menyengsarakan anaknya. Bahkan mereka rela menunda makan kalau anaknya belum makan.

Kami tidak pernah menceritakan kesedihan kepada ibu dan bapak di kampung. Kami selalu menceritakan hal yang menyenangkan, walau kenyataannya, hal-hal tak menyenangkan selalu menimpa kami. (Bersambung)

(Teritit, 1 September 2022)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.