Oleh : Agung Pangeran Bungsu M.Sos*
Tahun baru hijriyah tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa hijrahnya atau berpindahnya Rasulullah dari kota Makkah ke kota Yatsrib yang sekarang dikenal dengan sebutan Madinah.
Pada tahun ke-13 kenabian Rasulullah dan para sahabat membawa sejuta misi untuk menyebarluaskan dakwah Islam. Perjalanan hijrahnya Rasulullah dan para sahabat menyimpan segudang ibrah yang patut diteladani oleh umat hari ini.
Bagaimana tekad, perjuangan, misi, strategi yang perlu direncanakan untuk menggapai perubahan besar. Salah satunya adalah dengan meninggalkan tanah kelahiran.
Tahun baru hijriyah pula menjadi momentum yang tepat bagi umat Islam untuk memuhasabah diri. Menghisab apa yang sejatinya telah diperbuat untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian.
Terdapat hari-hari menegangkan dimana amalan kebaikan akan menjadi panji penyelamat atau sebaliknya amalan keburukanlah yang akan mengantarkan seseorang pada kehancuran.
Keduanya adalah sesuatu yang pasti terjadi dan menghampiri siapa saja, entah seseorang dalam keadaan bersiap atau sebaliknya saat seseorang dalam keadaan jauh dari Allah ta’ala.
Sebagaimana firmanNya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ , وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (Al-Hasyr 18-19)
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa bahwa makna ayat diatas bermakna
Perintah untuk bertakwa kepada Allah ta’ala yang pengertiannya mencakup perbuatan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.
Anjuran lainnya pula agar manusia menghitung amalan kebaikan yang diperbuat sebelum dimintai pertanggung jawaban, dan hendaklah manusia memperhatikan apa yang telah ia simpan berupa bekal amal-amal saleh untuk hari ia akan dikembalikan, yaitu hari dimana manusia menghadap Tuhan yaitu Allah ta’ala.
Ketahuilah bahwa Allah ta’ala mengetahui semua amal perbuatan manusia, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya dan tiada sesuatu pun baik yang besar maupun yang kecil dari urusan manusia yang luput dari pengetahuan-Nya.
Jangan pula manusia lupa dari mengingat Allah ta’ala, yang akhirnya membuat lupa kepada amal saleh yang bermanfaat di hari kemudian, karena sesungguhnya pembalasan itu disesuaikan dengan jenis perbuatannya.
Menelisik perjalanan hijrahnya Rasulullah maka konteks hijrah tetap menjadi peristiwa yang masih relevan pada hari ini, salah satunya dengan semangat untuk terus memuhasabah diri. Tentu saja peristiwa hijrahnya Rasulullah juga akan terus dapat diaktualisasikan oleh ummat di masa yang akan datang.
Semangat untuk menjadi baik saja tentu tidak cukup untuk menjadi muslim yang paripurna, dibutuhkan tekad yang tidak biasa untuk dapat menyelesaikan persoalan ummat hingga melahirkan perubahan di tengah-tengah ummat.
Mentransformasikan semangat hijrah untuk melahirkan kondisi sosial, ekonomi, politik dan kondisi keummatan yang lebih baik lagi. Wallahu a’lam bish shawab. []