[Cerpen] Sebuah Monolog Untuk Ipak

oleh

[Cerpen] Sebuah Monolog Untuk Ipak
Nurisma

Ipak

Ketika kayu basah dipaksa menghidupkan api, tepat di bawah hujan deras.Pena yang baru dibentuk nyaris mengeluarkan tinta yang sangat banyak. Ada mimpi bukan dalam tidur, kenyataan yang mengambarkan mimpi yang menakutkan karna ada kebenaran yang tidak bisa dimengerti, tidak ada kejelasan dalam pikiran.

Ipak merintih dalam rasa sakit, tertindas dengan kekuatan kebodohan yang penuh pembelaan. Berdiri dengan satu kaki tanpa sandaran dan hanya ditemani sahabat-sahabat kecilnya yang tau siapa dan mengerti perjalanan hidupnya.

Ipakku lukamu terlalu dalam, darahmu terlalu banyak hilang, bertahanlah dengan rasa sakit itu, sayatan demi sayatan kamu rasakan. Dan luka mu datang dari semua arah dan dengan waktu bersamaan, dengan sasaran yang sama.
‘’Ipak kenapa kamu masih hidup?’’ bisikan lembut di dalam pikirannya.

Seketika imajinasinya pecah, jiwa dan pikirannya lemah, teriakan yang begitu keras memaksa memecahkan jiwa dengan pikiran lemah, teriakan yang begitu keras memaksa memecahkan jiwa yang dibangun perjuangan dan harapan. Jiwanya hancur, dibawah hantaman tekanan penuh kebencian.

Kelemahan penuh dengan kekalahan terus menerus mengikuti jiwanya yang hancur menyisakan sedikit tenaga mengumpulkan kepingan-kepingan jiwa, dengan mata yang berdarah dan tubuh penuh luka menyeret kaki yang tidak berdaya dengan harapan jiwanya bisa menyatu dengan bentuk yang berbeda.

Jiwanya yang kecil hidupnya yang menghidupkan diterkam rindu dalam kematian, kesendirian dalam sunyi tanpa cinta yang tulus digantung dengan secerca harapan, bukan tentang siapa yang benar atau salah, tidak berlaku logika dan rasa.

Ipak jiwamu ada pada setiap rasa sakit penuh penyesalan dan penghianatan, rapuhnya jiwamu, hantaman kelembutan kapas bisa menghancurkannya.

Ipak jiwamu berdiri diatas pikiran kosong menyembunyikan kepingan jiwa yang telah hancur dengan balutan senyum dan tawa yang terlarut dalam luka yang tidak ada habisnya dengan harapan yang telah selesai karna jalan yang ditempuh terasa buntu.

Ipak jalan yang telah berlalu penuh duri jiwamu ingin berhenti sejenak. Tapi sedikit waktu yang berhenti maka lukamu semakin dalam luka dalam jiwamu,cabutlah duri dalam tubuhmu walaupun durimu itu telah menghiasi jalan kehidupanmu, dan duri itu pula penyebab semua lukamu.

Ipak rangkailah lukamu, berbingkai duri yang berdarah perjuangan, yang menggambarkan luka yang dalam, bukan karna satu sayatan tapi karena beribu sayatan dengan arah yang berlawanan.

Ipak keindahan mu akan terpancar dengan cahaya yang tersemat pada nama mu dalam setiap perjalanan hidupmu yang diciptakan dengan keberanian penuh keanggunan.

Ipak matamu yang membenarkan kebahagiaan yang akan tetap memperlihatkan betapa mulianya perempuan yang berani mengorbankan jiwanya untuk kebenaran dan keadilan.

Ipak tidurlah dalam mimpi yang kamu inginkan, walau berat untuk terlelap dalam keadaan yang diikuti bayangan luka yang akan datang, Ipak bertahan lah tidak dengan meringankan luka mu hanya sedikit menambah tenagamu.

Ipak cantumkan harapan mu tepat kepada segala yang membentuk harapan, kepada pemilik kenyataan, semua kebenaran dan takdir ada pada-Nya.

Ipak kini hidupmu dipenuhi warna pelangi, walau hanya dalam mimpi jauh dari kata abadi. Karena ketahuilah keabadian ada pada jiwa perjuangan cinta yang tulus dalam jalan kebenaran.

Sadarlah karena senyuman yang abadi akan kemabali berasama tangis bahagia karna setiap harapan terbaik hadir dengan menerima setiap takdir yang telah ditetapkan-Nya.

Ipak tempat sandaran jiwa-jiwa yang membesarkanmu, masa kecilmu yang begitu indah disertakan kehidupan yang begitu damai, ipak terlahir dari rahim wanita hebat sebagai manusia yang ke sepuluh dalam rahim yang sama.

Wanita itu berkulit putih, bermata coklat, dengan rambut berwarna merah dan berbadan tinggi. Senyuman dan tawa yang mampu menggugah jiwa yang hancur, dengan prinsip dalam kehidupan yang melahirkan darah keberanian.

Jalan hidupnya yang tidak mudah dengan membesarkan adik-adiknya dilanjutkan dengan membesarkan anak-anaknya, dengan rasa sosial yang tinggi karena pendidikan diterima hanya dari adat dan budaya.

Wanita yang sangat bertanggung jawab dengan hidup jauh dari kata sempurna bertahan dengan tenaga dan kejujuran jiwanya.

Wanita tangguh yang membesarkan anaknya dengan layak dan memiliki pendidikan yang sangat sempurna, walaupun hidup dibawah gubuk dengan atap yang sangat tidak layak, kakinya berjalan tanpa alas, bajunya penuh hiasan tampalan-tampalan kain perca, kaki yang retak-retak tangan yang sangat kasar disetiap matahari terbenam tepat disamping sawah diatas pasir di atas sungai di atas sajadah dia shalat ipak kecil dipundaknya tertidur dalam kedinginan.

Hujan turun dengan bersamaan suara jangkrik dan kodok ipak kucak dipeluk dan dipayungi daun pisang, sesampainya di rumah ipak dimandikan dan di dudukan di samping dapur kayu, tidak sempat mengganti pakayan nya wanita itu memasak sambil menghidupkan lampu teplok dan menunggu suaminya pulang shalat. seketika hidangan sudah siap, ipak disuapi makan dan diceritakan kisah-kisah nabi atau kekeberen.

Masa kecil yang dimimpikan semua orang, suasana dengan rasa yang penuh bahagia. Kini ipak hanya akan bahagia seketika mengingat masa kecil nya dan merindukan wanita yang melahirkan dan merawatnya.

Karena semua kenangan hanya tinggal cerita, karna suaranya tidak lagi terdengar dan wajah tidak lagi terlihat, ipak melantunkan harapan indah padanya melalui hati dan pikirannya dengan kata hati bahwa hal yang sangat diimpikannya hanya membuat nya bahagia, walau ipak tau perjalan yang dilalui tidak akan mudah.

Ipak terdiam dan menangis, tidak ada kata ataupun rasa. Hanya menunggu kenyataan yang membuktikan kebenarannya. [SY]

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.