Catatan Muhammad Nasril*
Puluhan ribu orang calon jemaah haji (CJH) Indonesia gelombang I telah tiba di Kota Madinah, Arab Saudi. Sebagian jemaah kini telah bertolak ke Makkah setelah menetap lebih kurang delapan hari di Madinah.
Selama di Madinah, jemaah melaksanakan salat berjemaah di Masjid Nabawi sebanyak 40 kali berturut-turut atau yang dikenal dengan Arbain. Kemudian berziarah ke makam Rasulullah SAW dan mengunjungi Raudhah, serta tempat-tempat bersejarah di Kota Madinah, seperti Masjid Quba, Jabal Uhud, Maqbarah Baqi, Masjid Qiblatain, dan Museum Hejaz Railway. Setelah 8 hari atau 40 kali waktu salat, jemaah akan berangkat ke Mekkah untuk persiapan melaksanakan ibadah haji.
Kota Madinah merupakan kota yang dirindukan banyak insan, menjadi kota tujuan yang dihuni dan disinggahi oleh banyak peziarah dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari Indonesia. Karenanya keberagaman orang dari berbagai negara di sini sudah menjadi hal yang sangat lumrah.
Meskipun berada di wilayah Arab Saudi dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab, bagi jemaah Indonesia yang tidak menguasai bahasa Arab tidak perlu risau dan panik lagi saat berada di tempat-tempat publik di Madinah, seperti masjid, toko-toko penjualan suvenir, maupun kawasan komersial lainnya. Karena bahasa Indonesia kini sangat populer di kota ini, baik berkomunikasi dengan penjual maupun arah petunjuk jalan, termasuk di Masjid Nabawi.
Memasuki area Masjid Nabawi, kita akan menemukan sejumlah papan informasi petunjuk arah dalam bahasa Arab dan Inggris dan juga bahasa Indonesia, seperti petunjuk tempat salat dan wudu wanita. Hal ini sangat memudahkan jemaah Indonesia memahaminya untuk mengurangi salah arah, tanpa harus penerjemah.
Seorang penjaga di kawasan Masjid Nabawi, Abdurrahman, mengatakan, penggunaan bahasa Indonesia pada tanda-tanda jalan tersebut karena Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak jemaah di Madinah. Apalagi musim haji, khususnya di Masjid Nabawi, jemaah Indonesia sangat ramai. Maka bahasa Indonesia untuk memudahkan tamu Allah tersebut. “Untuk memudahkan jemaah dari Indonesia, mereka sangat ramai disini,” ujar Abdurrahman.
Hal tersebut sesuai dengan realita. Saat ini ada ribuan orang jemaah Indonesia setiap hari memenuhi Masjid Nabawi. Maka tak heran kalau di dalam masjid di sudut manapun pasti bertemu dengan jemaah asal Indonesia. Saat keluar masjid, dari pintu manapun pasti bertemu dengan jemaah Indonesia. Bahkan, di salah satu sudut majelis ilmu di Masjid Nabawi pengajarnya adalah orang Indonesia.
Kehadiran banyak jemaah Indonesia ternyata mampu menjadi duta dalam mengampanyekan bahasa Indonesia di kota Madinah. Mereka layak dikatakan duta karena berhasil menarik para pedagang-pedagang di sekitar Masjid Nabawi untuk belajar bahasa Indonesia.
Maka tak heran ketika menuju atau pulang dari Masjid Nabawi, kita akan melewati toko di sisi kiri dan kanan dengan penjaga yang menyapa menggunakan bahasa Indonesia. Walaupun penggunaan kosa kata dan ungkapannya singkat, sekadar mengajak kita singgah di toko tersebut. Dialog sederhana itu, seperti murah-murah, mari lihat dulu, barang bagus, model baru, ada diskon, dan lihat gratis ambil bayar.
Saat kita memasuki toko-toko tersebut, meskipun bisa sedikit berbahasa Arab, mereka akan memilih menjawab dan menggunakan bahasa Indonesia. Misal, ini harganya sekian riyal, boleh kurang, harga murah, oh tidak bisa, terima kasih; dan tentu saja nama-nama barang yang mereka jual serta angka-angka dan perhitungan dalam bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia oleh pedagang ini tentu punya tujuan untuk memikat pembeli dari Indonesia, meskipun kadang-kadang pengucapan dan arti kata yang diucapkan kerap salah. Selain di pasar, di tempat umum lainnya seperti penjaga hotel juga kerap berbahasa Indonesia. Apalagi rata-rata pekerja bukan dari Arab, melainkan dari Bangladesh, India, dan negara lain.
Kini jemaah haji Indonesia dengan mudah dapat berkomunikasi di tempat-tempat umum. Selain bahasa Indonesia, bahasa isyarat juga menjadi andalan jemaah haji Indonesia.
Menjadi jemaah haji Indonesia adalah sebuah keistimewaan. Meskipun pelaksanaan rukun dan wajib haji berfokus di Makkah, jemaah Indonesia diberikan kesempatan selama 8 hari untuk menetap di Madinah dan ini termasuk pengunjung paling lama yang menetap di Madinah selama musim haji. []
*Petugas Haji Indonesia asal Aceh di sektor 3 Madinah