Oleh : Teuku Fadli*
Semalam di pertandingan kedua kualifikasi Piala Asia di Kuwait, Indonesia kalah.
Tapi Kalah 1-0 dari Jordania kali ini tidak membuat saya kesal seperti kekalahan sebelumnya dari Vietnam dan Thailand.
Shin Tae Yong sudah mencoba dan prosesnya memang masih ada untuk kita jalani bersama.
Bagi kita para fans kita harus terus bersabar. Bagi Timnas harus tetus berusaha.
Kembali ke pertandingan.
Kalah dari Vietnam dan Thailand terjadi dengan buruk, seolah-olah Timnas kita berpuluh tingkat di bawah mereka.
Tapi ketika kita kalah dari Jordania tadi malam, meski kalah kita menunjukkan kalau level kita sudah dekat dengan level mereka.
Minimal dari skema dan cara bertahan.
Memakai tiga back entah kenapa jadi sesuatu yang rasa-rasanya pernah kita kenal.
Ya, Indonesia dulunya adalah pemakai pola 3-5-2 baku.
Hampir semua klub dan tentu Timnas yang ujung-ujungnya jadi 5-3-2.
Kalau mau ikut Italia bahkan bisa jadi 7-1-2.
Sebuah pola paling baik untuk tim dengan kemampuan individu yang minim
Tentu 3-4-3 punya pola yg berbeda, karena tiga back ini berdiri sejajar.
Akan tetapi, tujuannya sudah jelas. Tiga back ini akan segera menjadi lima ketika ditekan.
Nenek moyang kita seorang pelaut memang, dan kalo main bola pasti pakai 3-5-2.
Jadi bagaimanapun polanya, kalau dengan tiga back saya lihat, pemain lebih menguasai.
Bagi saya lini pertahanan sudah nampak banyak sekali kemajuan.
Meminggirkan Asnawi menandakan STY tidak memaksakan nafsunya lagi untuk bermain terlalu agresif di sayap dan berakibat kedodoran di sisi pertahanan.
Irianto bisa melakoni peran “sayap gantung” di skema “empat” pemain tengah ini dengan baik ketika melawan Kuwait dan Jordania semalam.
Dia sampai ke pertahanan lawan di saat diperlukan dan selalu bisa ada di lini pertahanan saat di butuhkan.
Walaupun dia kurang speed, dia memainkan peran yang baik untuk sayap gantung.
Juga Arhan…
Anak ini terlihat berkembang sekali semalam.
Bagaimana dengan Klok dan Kambuaya?
Nah dua pemain “tengah” ini adalah “korban” dari skema tadi malam.
Kambuaya jelas DM yg “terbaik yang kita punya saat ini,” Klok juga pemain jangkar yang cukup baik untui tim ini.
Cuma saya juga pernah bilang sebelumnya di status FB saya. Memberi Klok dua peran nampaknya “menghambat” potensi jangkar dia.
Dia canggung kalau memerankan dua peran
Jangkar dan Attacking Midfielder.
Akan tetapi dia pemain cerdas dan sederhana.
Ketika dia mendapatkan bola, dia sebisa mungkin mengirim ke Arhan yang sudah pada posisi menyerang, dan membuat peran dia sungguh sangat sangat efektif.
Andaikan tim punya Attacking Midfielder sendiri tadi malam, saya yakin serangan akan lebih banyak.
Begitu juga lini serang, harus diakui masih jauh dari “juara.”
Tapi lagi-lagi kita harus memberi angka kredit besar kepada Witan dan Saddil yang bermain tanpa takut.
Aku rasa tim ini sudah kuat.
Tidak bagus, tapi sungguh sudah lebih kuat,
dari karakter juga sudah sangat kuat.
Dari awal babak pertama Jordania sudah bermain arogan.
Semua pemainnya mencoba melewati setidaknya satu pemain Indonesia.
Itu artinya meremehkan dan terlalu arogan.
Timnas harus mengambil tindakan untuk membuat Jordania menghormati mereka.
Lalu menit 22, kombinasi Klok – Saddil bisa dituntaskan dengan sebuah percobaan.
Sebelumnya, Witan di menit sekitar 17-an membawa bola sampai ke kotak 16 Jordania.
Langsung setelah itu Jordania bermain lebih “hormat”
Yang saya kagumi adalah,Indonesia bisa membawa bola sampai ke kotak 16 Jordania dan bahkan bisa mengancam mereka
Ini tak akan kita temui di timnas-timnas senior lainnya.
Dan memang yang “membawa” bola ke kotak 16 Jordania itu adalah mental bukan skill.
Itu satu lagi yang saya sungguh suka.
Timnas tak menganggap dirinya lagi sebagai tim medioker.
Sudah seharusnya, ketika pemuda Indonesia memakai seragam berlambang garuda itu, mereka harus rela memaksa dirinya ke ujung kemampuan dan tak boleh diremehkan.
*Pengamat Sepak Bola