Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA*
Hidup adalah suatu bentuk proses fisik yang berkembang dari kecil menuju besar, dari anak-anak menjadi dewasa dan tua. Dalam makna sederhana juga bisa dimaknai bahwa hidup adalah bergerak dan tidak pernah berhenti bergerak selama masih dikatakan hidup.
Lawan dari pada hidup adalah mati, mati artinya berhentinya proses fisik, tidak lagi berubah dan juga tidak lagi bergerak.
Allah yang menciptakan hidup dan Allah juga yang menciptakan mati, Allah memulai proses dari mati kemudian dihidupkan selanjutnya dimatikan kembali.
Kematian pertama adalah ketiadaan, lalu diciptakan menjadi ada inilah yang disebut dengan kehidupan pertama yang sering disebut dengan alam ruh, kamudian ruh itu dimatikan dan ketika jasad sudah diciptakan maka ruh yang sudah diciptakan dalam keadaan mati dihidupkan kembali dan ditiupkan kedalam sasad, sejak itulah kehidupan kedua dimulai yang ditempatkan di dalam rahim untuk selanjutnya dilahirkan ke dunia ini.
Dalam kehidupan di dunia ini manusia disodorkan buku catatan amal untuk dikerjakan selama hidup, isi catatan amal merupakan pilihan antara kebaikan dan dan keburukan. Banyaknya catatan amal kebaikan tidak dapat dihitung namun bisa dilaksanakan demikian juga dengan catatan kejahatan yang jumlahnya juga tidak terhingga.
Allah berkeinginan semua orang memilih kebaikan dan kalau bisa tidak ada orang yang memilih keburukan, karena itu Allah memulai kehidupan manusia dengan ikatan janji bahwa Allah sebagai Khaliq dan manusia sebagai makhluq, ini yang dinamakan dengan aqidah.
Selanjutnya karena ketidak inginan Allah manusia memilih keburukan maka Allah berikan al-Qur’an sebagai panduan hidup dalam rangka memilih kebaikan.
Karena mereka yang memilih kebaikan akan diberikan ganjaran kebaikan juga di akhirat kelak, demikian juga dengan mereka yang memilih keburukan akan diberi ganjaran keburukan, dan ganjaran keburukan itu sangat dahsyat. Kedahsyatan ancaman itu diceritakan oleh Allah di dalam al-Qur’an sehingga keberadaan ancaman kita yakini adanya.
Mereka yang berpegang dengan panduan yang diberikan Allah (al-Qur’an) pastilah tidak akan hidup tersesat selamanya baik di kehidupan dunia maupun di kehidupan akhirat, dan sebaliknya mereka yang tidak berpegang dengan panduan yang diberikan dipastikan ia akan tersesat.
Dalam memilih kebaikan seseorang tentu saja memilih kebaikan yang sesuai dengan dirinya dan juga sesuai dengan kebaikan yang dikehendaki oleh Allah. Ada juga seseorang yang memilih kebaikan yang sesuai untuk dirinya dengan tanpa memerlukan kebaikan untuk orang lain.
Dan ada juga orang yang memilih kebaikan tidak hanya memadai untuk dirinya tetapi juga memberikan kebaikan kepada orang lain.
Untuk kebaikan hidup sebenarnya setiap orang mempunyai sketsa kebaikan untuk dirinya sendiri dan kebaikan untuk orang lain.
Untuk mengenali sketsa tersebut perlu dikatahui adanya; pertama disebut dengan the have, yaitu memiliki. Artinya semua orang paling kurang memiliki dirinya, memiliki keluarga, memiliki kelompok dan lain-lain.
Kemudian yang kedua disebut dengan belive, yaitu menjadi. Artinya setiap orang yang memiliki seharusnya haris menentukan apa yang dimiliki akan menjadi apa.
Ketika seseorang memiliki harta, lalu untuk apa harta yang ia miliki apakah ia gunakan untuk kebaikan atau digunakan untuk mencukupi kehidupan tanpa memberi kebaikan kepada siapapun terkadang malah tidak memiliki kebaikan untuk dirinya.
Juga ketika orang memiliki perkawinan, kemana dan untuk apa nanti perkawinan yang ia miliki digunakan, apakah hanya sekedar memilikinya atau akan menjadikan perkawinan itu bermakna untuk dirinya dan juga untuk orang lain.
Karena ada orang yang memiliki perkawinan tetapi tidak bermanfaat untuk dirinya jangankan untuk orang lain. Inilah yang dimaksudkan dengan adanya kepemilikan (the have) dan menjadikan apa yang dimiliki berguna (be live), tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk semua.
Mereka yang mempunyai pola hidup dengan pola the have mereka cepat merasa cukup dan tidak ingin menambah apa yang sudah ia miliki, bila seseorang hidup sebagai petani dan berkeinginan anaknya tidak lagi menjadi petani, maka ketika anaknya berubah profesi maka mereka merasa cukup dengan perubahan atau pergantian profesi kendati kehidupannya tidak menjadi lebih baik.
Orang tidak mungkin hanya hidup dengan be live, karena be live adalah peran, fungsi, kegunaan daripada the have. Karena itu sketsa hidup akan menjadi sempurna bila antara the have dipadu dengan be libe. Dari situ dipahami bahwa hidup tidaklah memadai dengan mencari hidup, akan tetapi akan lebih sempurna juga mencari arti dari kehidupan. []