The Power of Kutang

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Tahukah Saudara, gerakan mahasiswa pada Mei 1998 yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto yang begitu kuat, ternyata “pemersatu bangsa” mahasiswa waktu itu adalah kutang atau BeHa alias Bra.

Sebelum kita melanjutkan tentang “kekuatan sihir” kutang, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti dan asal asul kata kutang, BH dan Bra.

Kata “kutang” mulai dikenal ketika penjajah Belanda menerapkan kerja paksa yang dipimpin Daendels kepada pribumi. Pada waktu itu, kerja paksa pembangunan jalan Anyer-Panarukan, para lelaki dan perempuan hanya memakai kemben atau kain yang menutupi bagian dada dan orang-orang menyebutnya sebagai “kutang.”

Nama lain “kutang” adalah “BH” yang merupakan singkatan dari Bahasa Belanda, “Buste Houder”. Sedangkan Bra sendiri berasal dari istilah dalam bahasa Prancis, brassiere. Kesamaan arti kata “Kutang,” “BH” dan “Bra” adalah pakaian dalam wanita penyangga payudara.

Kita kembali ke awal cerita. Bulan Mei 1998 bagi Indonesia menjadi titik awal reformasi. Peralihan dari kekuasaan militer kepada sipil yang sudah lama dinanti-nantikan akhirnya terwujud. Meskipun kekuasaan sipil selanjutnya tidak lebih baik dari kekuasaan militer, setidaknya pemerintahan sudah lepas dari tangan militer yang berkuasa selama 32 tahun.

Sebelumnya, berbagai upaya sudah dilakukan untuk menggoyang Presiden Soeharto. Pada 27 Juli 1996 pasca penyerangan kantor PDI-P oleh kubu Soeryadi dimanfaatkan oleh para tokoh agar Pak Harto mundur. Di antaranya, Sri Bintang Pamungkas, tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membuat pernyataan di tempat Parkir RSCM; meminta Pak Harto segera mundur dari kursi kepresidenan.

Walaupun chaos melanda sebagian besar Wilayah Jakarta dan sekitarnya, tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap kekuasaan Presiden Soeharto. Bahkan Pak Harto dengan hanya mengucap “setan gundul” para tokoh seperti Budiman Sujatmiko CS dengan mudah ditangkap dan dipenjara.

Selanjutnya, setidaknya selama dua tahun kemudian Soeharto tampak semakin kuat, sampai akhirnya terjadilah peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti yang sedang melakukan demonstrasi, tepatnya pada 12 Mei 1998. Empat orang mahasiswa yang menjadi martir itu adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie.

Sejak itulah mahasiswa dari beberapa kampus mulai turun ke jalan, yang tidak hanya menuntut untuk mengusut tuntas kematian empat koleganya, tetapi juga meminta agar Soeharto segera turun dari kursi kepresidenan.

Semula hanya beberapa kampus saja di Jakarta yang mau turut serta berdemonstrasi karena sebagian besar mahasiswa sudah apatis. Sejarah gerakan mahasiswa pada masa Orde Baru tidak ada yang berhasil. Apalagi semua kalangan, termasuk para ulama sudah merapat untuk memperkuat Pak Harto. Jadi wajar ada ketidakpercayaan diri pada mahasiswa.

Melihat reaksi melempemnya para aktivis kampus, akhirnya beberapa mahasiswa berinisiatif mengirimkan kutang atau BeHa alias Bra ke kampus-kampus yang tidak mau demonstrasi. Kiriman pakaian dalam itu sebagai simbol bahwa mereka tidak punya nyali dan pengecut.

Begitulah dahsyatnya “kekuatan kutang” yang tiba-tiba bisa merubah pengecut menjadi pemberani dan yang cerai berai menjadi bersatu. Merasa terhina dengan kiriman kutang, seluruh mahasiswa dari seluruh kampus di Indonesia, baik yang ada di Ibu Kota Jakarta maupun di daerah serentak bergerak dengan satu tujuan; Turunkan Soeharto.

Akhirnya tidak butuh waktu yang lama, hanya sembilan hari sejak penembakan mahasiswa Trisakti, tepatnya pada 21 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Tentu saja kutang dan mahasiswa bukan satu-satunya yang menyebabkan Soeharto jatuh. Hanya saja kita perlu sadar bahwa sejarah mengajarkan, orang sering jatuh dengan hal yang kecil. Raja Namrud dan Alexander Agung mati karena seekor nyamuk, dan orang sering jatuh pada saat di puncak kariernya.

Faktor lain kejatuhan Soeharto karena ia dianggap menentang falsafah Jawa; “kalau ingin mulia jadilah pedagang, Kalau ingin menjadi ksatria jadilah tentara, kalau ingin menjadi pelayan jadilah birokrat, namun apabila birokrat menjadi tentara sekaligus pedagang, maka tunggu kehancuran”.

(Mendale, 8 Mei 2022)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.