Oleh : Ade Irma Yani*
Nama saya Ade Irma Yani saya lahir di Belang Rakal tanggal 25 Mei 2004, tepatnya sebelum Tsunami 2004 di tanah Aceh. Di Kampung Taman Firdaus ini saya di besarkan selama kurang lebih 17 tahun.
Saya di lahir dari keluarga petani kopi dan jernang, sebagian besar penduduk daerah Pintu Rime Gayo adalah petani kopi dan jernang, mata pencaharian mereka juga bercocok tanam dan berkebun kopi. Saya memahami bahwa potensi penduduk masyarakat Pintu Rime Gayo sangatlah baik.
Kawasan Pintu Rime Gayo, terutama di Desa Taman Firdaus memiliki udara yang sangat sejuk dan indah. Apalagi cuaca yang cerah di pagi hari pemandangan nya sangat indah. Karena Kampung Taman Firdaus terletak di atas gunung.
Sejak adanya pandemi, harga kopi dan jernang drastis menurun, membuat masyarakat kebingungan karena kebanyakan mayoritas penduduk desa Taman Firdaus adalah petani kopi dan jernang. Masyarakat menginginkan pemerintah untuk para petani kopi dan jernang.
Sebagai generasi muda saya sangat merasa prihatin kepada desa ini. Karena sejauh yang saya lihat, banyak sekali permasalahan dan kekurangan yang ada di desa ini, seperti :
Pertama, terkait tenaga kesehatan/bidan desa.
Karena desa Taman Firdaus terletak di atas gunung/dataran tinggi, masyarakat kesulitan jika ada yang lagi sakit. Mereka harus ke desa tetangga untuk berobat.
Dulu sebelum pandemi, bidan desa sempat keluar dan kembali lagi ke polindes desa Taman Firdaus. Lalu kembali ke desa ini, tapi setelah pandemi melanda, bidan desa Taman Firdaus itu kembali keluar dan tidak lagi bekerja di desa kami sampai saat ini belum ada pengganti bidan yang bekerja di desa kami.
Untuk ini, menurut saya seharusnya ada kebijakan dari pemerintah tentang tenaga kesehatan di desa. Dan kemudian seharusnya setiap minggunya yang jauh dari perkotaan untuk memeriksa kesehatan mulai dari anak kecil, orang dewasa maupun lansia.
Kedua, perekonomian masyarakat
Seperti disebutkan sebelumnya, sebagian besar masyarakat desa Taman Firdaus adalah petani kopi yang terkena dampak pandemi karena harga kopi dan jernang menurun. Ini membuat petani kopi dan jernang merugi karena menurunnya ekspor kopi dan jernang.
Ketiga, pendidikan.
Selama pandemi, aktivitas kita dibatasi baik itu yang bersekolah maupun yang bekerja kantoran. Sebagai siswa, karena susahnya jaringan dan keterbatasan kouta internet, saya merasa kesulitan dalam belajar di masa pandemi ini Saya merasa, jika siswa belajar secara yang melihat internet jika di berikan tugas atau soal oleh guru pengajar.
Sekolah atau belajar daring membuat kita jenuh, malas untuk berpikir dan membuat siswa malas bersekolah, hilangnya ekstrakurikuler dan menurun kan minat bakat literasi sekolah.
Keempat, Orang Tua.
Upaya yang dapat di lakukan oleh orang tua, ketika anak sedang belajar secara daring adalah mempersiapkan fasilitas untuk daring seperti handphone dan kouta internet serta mengawasi aktivitas anak yang sedang belajar secara daring.
Kelima, Guru.
Upaya yang bisa di lakukan oleh guru adalah memberikan penjelasan dan pemahaman kepada orang tua untuk melengkapi pembelajaran secara daring minimalnya handphone dan kuota internet.
Keenam, Pelajar.
Pelajar diwajibkan belajar secara mandiri di rumah dengan menggunakan handphone atau pun elektronik lain nya seperti komputer dan laptop, orang tua maupun guru dapat memantau siswa melalui aplikasi
Dengan menjalankan rekomendasi ini, saya yakin masyarakat yang ada di desa saya dapat melalui masa – masa sulit ini dan saya harap masyarakat dapat mengikuti era perkembangan jaman dan teknologi pada jaman sekarang ini, serta dapat menggunakan teknologi – teknologi jaman sekarang ini dengan baik, dan juga dapat mengembangkan sumber daya yang sudah ada di sekitar kita.
*Penulis adalah peserta pelatihan jurnalistik yang Digelar Cabdin Bener Meriah Bekerjasama dengan LintasGAYO.co, dari SMAN 2 Pintu Rime Gayo