[Cerpen] Lampu Terakhir

oleh
Ilustrasi ; youtube

[Cerpen] Lampu Terakhir
Halimatus Sakdhiah

“Pak, tamat SMP nanti aku mau masuk pasantren.” Ujurku untuk ke sekian kalinya kepada beliau.

Dulu setelah tamat SD aku ingin melanjutkan ke pasantren, namun tidak diizinkan oleh bapak tanpa alasan apa-apa.
Semoga kali ini aku diizinkan.

“Kamu itu, enggak bolek kemana-mana. Kamu harus menjaga ibumu,” jawab bapak.
Huff..

Ini rupanya alasan beliau, tapi kenapa aku?
Aku ingin seperti kakak-kakakku melanjutkan sekolah ke pasantern. Ya sudahlah mungkin memang aku sebagai anak bungsu yang harus menjaga ibuku.

Hari rabu, awal bulan November 1999 jam 6.30
“Guruku, begitu cepat kebersamaan ini berlalu…”

Aku berdiri di atas tempat tidur seraya bergaya bak seorang seniman terkenal yang sedang membacakan puisinya. Hari ini di sekolahku ada acara perpisahan dengan guru bahasa inggris.

Aku begitu bersemangat, terbayang olehku saat-saat bapak datang ke sekolah untuk melihat aku tampil. Meski ini sesuatu yang jarang sekali bapak lakukan.

Aku ingat ketika aku masih di SD, smua teman-temanku ditemani oleh orang tuanya saat pengambilan raport. Sedangkan aku tidak pernah sama sekali.

Bukan karena bapak atau ibu tidak mau, tapi itu karena pembagian raport selalu dihari Sabtu. Yah, hari Sabtu itu adalah hari pasaran atau pekan di desaku. Jadi bapak dan ibu harus berjualan.

Tiba-tiba terdengar suara Andi, membuyarkan lamunanku
”Nek… nek….”
Dari suara Andi sepertinya dia tergesa-gesa.
“Ada apa Andi?”, jawab ibuku dari arah dapur
Hari itu, ibu terlambat bangun makanya jam 6.30 seperti ini masih di dapur.

“Anu nek… anu…” jawab andi
“Tenanglah dulu, katakan pelan-pelan apa yang terjadi”

Andi berusaha tenang, dan kemudian melanjutkan kalimatnya
“Kakek, belum berada di toko, dan tadi subuh saya tidak melihat kakek shalat subuh berjama’ah di masjid.”

Aku turun dari tempat tidur, dan menuju ke dapur tapi aku terkejut dengan kalimat yang terlontar dari mulut ibuku.

“Kakekmu pasti sudah enggak ada lagi”, jawab ibu tergesa sambil mengambil hijabnya dan melangkah cepat menuju toko kami yang berjarak kurang dari 100 meter.

Aku tertegun, apa maksud perkataan ibu ku?
Lalu ku ikuti langkah kaki ibu ku menuju toko.

Sesampai aku di sana, aku melihat ada sesosok laki-laki yang sudah berada di atas atap tokoku. Ternyata itu adalah Andi. Dia masuk dan kemudian membuka pintu toko yang terkunci dari dalam. Kerumunan orang semakin banyak.

Ya Rabb… ada apa ini??
Aku berusaha menerobos masuk ke dalam toko,
Dan saat itu aku melihat sesosok yang selama ini selalu menasehatiku ketika aku salah, memelukku ketika aku menangis.

Sosok itu kini terbujur kaku, dengan kedua tangan terlipat di dada seperti sedang shalat. Dan lebam di bagian dadanya.
Sosok itu kaku, terbujur tanpa nyawa.

Riak ombak saling berkejaran
Sementara angin seolah enggan bersuara
Ada asa yang kini lepas berhamburan
Ada rasa yang tak kan sanggup aku ungkapkan

Kemudian aku mendengar ibu mengatakan,
“Ini pasti ada pencuri yang masuk ke toko dan membunuh suami saya.”

Beliau menuju ke meja kerja bapak, dan melihat uang setoran untuk toke besok masih ada di laci.

Berarti pendapat ibu salah, pikirku dalam hati.
Tanpa aku sadari, dokter dan polisi telah berada di toko kami.

Dokter mengatakan bahwa, bapak sudah tiada, dan pak polisi menyatakan kalau dalam hal ini bukan kasus pencurian.

Tahukah kau bintang?
Aku adalah jiwa yang terombang ambing
Tanpamu aku laksana si buta tanpa tongkatnya

Ya Rabb
Semua begitu berat untukku.
Kau tau, aku ini si bungsu yang penuh dengan manja darinya
Kau tau, aku ini jiwa yang selalu rapuh tanpanya

Malam terus berlalu,
Aku merasakan hal yang aneh terhadap diriku sendiri.
Aku malas untuk keluar rumah
Aku malas untuk menyisir rambutku
Lampu kamarku, kubiarkan tetap padam sepanjang malam.
Berharap sosok itu datang lagi di depanku
Dan menyalakan lampu untukku.

Sampai suatu malam aku bermimpi
Kau datang bapak!!!!

Kau datang dalam malamku, membawa sebuah lampu. Namun lampu itu bukan untukku.
Lampu itu kan pergunakan untukmu sendiri, untukmu pergi jauh

Kau katakan padaku. Lanjutkanlah hidupmu.
Biarkan bapak pergi, tak perlu kau antar bapak.

*Halimatus Sakdhiah, S.Pd adalah Guru SMA Negeri 2 Timang Gajah, yang merupakan peserta pelatihan Jurnalistik, LintasGAYO.co.

[SY]

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.