Oleh : Darmawansyah*
Tergelitik rasanya membaca sebuah berita di media sosial yang mengangkat tentang kualitas guru PNS di bawah Guru tetap yayasan beberapa hari lalu, walaupun hasil yang ditampilkan merupakan hasil kompetensi tahun 2015.
Namun di hari guru yang beranjak ke -76 tahun ini, pernyataan demikian memberikan pukulan yang sangat bermakna dan menancapkan tanda tanya, kenapa harus pernyataan itu yang dimunculkan?
Kita sadari bersama, kondisi kebangsaan hari ini lagi terpuruk dilanda prahara pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih melanda dan belum jelas kapan akan berakhir.
Suasana pendidikan pun terus dalam perubahan pelaksaan pembelajaran dari daring hingga shif dilakukan agar pembelajaran di sekolah dapat dilakukan oleh siswa.
Berbagai permasalahan pun bermunculan di sana-sini, mulai dari kondisi orang tua yang tidak mampu memberikan alat pendukung pembelajaran berupa HP dan paket data hingga materi ajar yang tidak tuntas dalam proses pembelajaran di kelas memberikan pekerjaan rumah yang berarti bagi Guru.
Kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan memberikan beban yang signifikan bagi guru sehingga target capaian pembelajaran pada tingkat tertentu tidak tercapai dengan baik, tambahan kinerja berupa pekerjaan dokumen guru yang jelimet juga menjadi pikiran seorang guru, belum lagi kapan harus meningkatkan kompetensi diri dalam bidang keprofesionalan menjalankan tugas di tempat kerja, semua ini menjadi beban harian yang melekat pada guru yang berada di garda depan pendidikan.
Belum lagi apa yang terjadi dengan guru di pelosok negeri yang terus menerus ketinggalan informasi dalam bidang pendidikan hingga harus mengejar capaian hasil dengan tanpa dasar pengetahuan yang mapan.
Guru adalah orang yang diharapkan menjadi penopang negeri dengan membina dan mengembangkan generasi bangsa untuk dapat menegakkan negeri dan mengembangkannya hingga menjadi sebuah negeri yang tegak berdiri di mata dunia.
Terkadang jasanya tidak dihargai dan bahkan mereka di hina, di caci dan direndahkan orang tua ketika seorang anak yang berperilaku buruk didisiplinkan oleh guru di sekolahnya.
Potret guru masa kini, ketika dunia sudah semakin maju seolah guru bagaikan sebuah robot yang menjadikan produk sesuai dengan keinginan pemesannya, tidakkah mereka sadar bahwa guru tidak dapat berdiri sendiri untuk membangun manusia yang memiliki potensi yang berbeda-beda, selayaknya semua elemen mendukung jasa dan usaha mereka.
Fenomena guru sangat menarik untuk di kaji sepanjang hayat, berbagai elemen akan menilik guru sebagai pelaku dalam mengembangkan generasi bangsa, hingga kaisar Herohito menanyakan keberadaan guru ketika Herosima dan Nagasaki di bombardir oleh sekutu di tahun 1945.
Guru memang orang berjasa dalam mencerdaskan bangsa, tidak sedikit orang cerdas di Negara ini dilahirkan oleh tangan-tangan para guru, dan semua itu tertulis dalam lagu anak Indonesia ‘kita bisa pandai menulis dan membaca karena siapa? Kita bisa tahu beraneka ragam ilmu karena siapa? Guru bak pelita penerang gelap gulita, jasamu tiada tara’.
Masa berlalu, membawa kondisi dan perubahan berjalan sesuai dengan kondisi zaman, guru hari ini bukan lagi seperti Umar Kakri, pegawai negeri dengan sepeda bututnya dan bahkan guru hari ini adalah orang yang telah diangkat derajatnya oleh pemerintah dengan berbagai aturan pendukung dalam pensejahteraan para guru terutama guru PNS, sehingga seperti tidak ada lagi guru PNS yang menggunakan sepeda bututnya dalam menjalankan tugasnya.
Kesejahteraan ini hendaknya dapat mendorong kompetensi dalam segala bidang untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Fakta bermunculannya sekolah-sekolah swasta yang menjadi rival sekolah negeri hari ini sangat digandrungi masyarakat, kualitas output pendidikan di sekolah tersebut diakui dan bahkan dapat dibuktikan dengan nyata bahwa sekolah tersebut memiliki kompetensi dan kualitas yang baik dalam mengembangkan pendidikan.
Bagaimana dengan sekolah negeri? Guru sekolah swasta dibayar dengan penarikan biaya SPP (setoran pendanaan pendidikan) yang dilakukan pihak sekolah, komite dan yayasan untuk membayar dan mensejahterakan para guru mereka dan kebayakan dari itu sangat jauh dari layak dibayarkan untuk seorang guru.
Fenomena lain juga menunjukkan anak seorang guru negeri pun tidak tertarik untuk bersekolah di lembaga pendidikan negeri dengan guru negeri dan bahkan mereka memilih untuk melanjutkan pendidikan di sekolah swasta tersebut. Ada apa dengan guru negeri?
Pernyataan ini bukan menyudutkan, tetapi bukti dari kenyataan fenomena pendidikan negeri versus pendidikan swasta. Di masa orde baru pendidikan negeri menjadi lembaga yang sangat digandrungi masyarakat sebaliknya dimasa kini pendidikan swasta menjadi lembaga yang menarik bagi masyarakat.
Melihat dari kesejahteraan para guru, guru negeri atau guru PNS adalah guru yang dipandang layak dari segi kesejahteraan di Negara Indonesia ini, berbagai tunjangan melekat diberikan kepada mereka sebagai guru negeri, sudah sepatutnya perubahan terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan negeri.
Mari kembangkan layar, melaju dengan usaha untuk mengembangkan diri sebagai guru negeri yang ikut dalam percaturan dunia modern dimana pun berada. Wilayah tempat tinggal dan tugas bukan menjadi satu alasan untuk dapat mengembangkan diri, dengan teknologi yang telah merambah ke pelosok negeri maka guru juga harus mampu meningkatkan kualitas diri dan bukan kembali seperti omar bakri di awal tahun kemerdekan negeri ini.
Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata ‘ajarkan anak-anakmu ilmu pengetahuan sepuluh tahun di atas mu, karena mereka hidup nanti tidak semasa dengan kamu’, pernyataan tersebut memberikan pelajaran bahwa kondisi siswa-siswi yang diajarkan hari ini pada lembaga pendidikan saat ini tidak akan mendapatkan kondisi yang saat ini mereka alami, mereka akan berada pada posisi yang berbeda dengan saat ini, oleh karenanya seorang guru mampu membawa anak didik tersebut untuk menghadapi dimana mereka nanti berada.
Pada perinsipnya kondisi hari ini akan menjadi sebuah sejarah bagi mereka dan tidak akan mungkin terulang lagi.
Pendidikan yang membangun adalah pendidikan yang menyiapkan generasi bangsa dalam menghadapi masa mendatang dimana mereka akan hidup sesuai dengan kondisi zamannya, ketika guru tidak membekali mereka dengan berbagai pengetahuan dan teknologi maka mereka akan menyalahkan guru yang hidup bersama mereka saat ini.
Dasar dari semua itu adalah pengetahuan yang tidak sempurna diberikan oleh guru sebagai bekal mereka dikemudian hari. Oleh karenanya, pengembangan kompetensi diri bagi seorang guru sangat-sangat diperlukan dan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun menjadi tanggung jawab peribadi seorang guru, mari budayakan rasa malu ketika diri bangga menjadi seorang guru negeri atau PNS namun kualitas diri masih dipertanyakan dalam mengembangkan pendidikan yang menjadi tanggung jawab diri peribadi.
Jasa seorang guru bukan terletak pada sebuah pelakat atau benda yang disematkan di pundak atau di dada, namun jasa seorang guru melekat pada nilai yang menjadi dasar bagi murid-muridnya dalam menjalankan dan membangun negeri yang menjadi kebanggan baginya dan anak cucu mereka.
Jasa seorang guru adalah catatan amal kebaikan yang tidak terhenti hingga dunia fana, maka bangkitlah guru (PNS dan non-PNS) sebagai tonggak dalam membangun bangsa. Ingatlah akan nilai yang tidak akan terputus asanya sepanjang alam masih memberi kehidupan bagi makhluk yang mendiami bumi ini. Wallahu a’lam.
*Penulis adalah tenaga kependidikan pada MTsN 7 Aceh Tengah.