Bukan Sekolah, Pionir Pembentuk Pertama Karakter Anak

oleh

Oleh : Vera Hastuti, M.Pd*

Gaung pendidikan karakter telah lama menggema di Indonesia dan menjadi fokus pembelajaran utama pada kurikulum 2013. Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi pada semua mata pelajaran yang meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pelajaran dan kegiatan pembelajaran yang menanamkan karakter dalam setiap aktivitas, baik di dalam dan di luar kelas.

Hal ini terlihat pada kompetensi inti yang memuat sikap religius dan sikap sosial pada semua mata pelajaran bagi semua tingkatan sekolah.

Mengapa pendidikan karakter diterapkan oleh pemerintah? Jawabanya simpel saja, karena mulai merosotnya akhlak generasi muda saat ini. Krisis etika dan tingkah laku yang mulai menurun dan hilang pada diri siswa di Indonesia membuat pemerintah khawatir.

Menciutnya jiwa Nasionalisme dan Patriotisme pada generasi penerus bangsa ini merupakan ancaman serius yang harus diwaspadai.

Kemajuan IPTEK yang berkembang dengan pesat seperti sekarang ini justru berbanding terbalik dengan moral generasi yang semakin tergerus seiring perkembangan zaman. Masuknya budaya Barat tanpa filter dan kontrol orang tua makin menambah parah kerusakan budi pekerti generasi muda saat ini.

Bahkan, sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan. Bertambahnya ilmu pengetahuan dan wawasan yang di dapat, sering kali tidak sejalan dengan etika dan akhlak sopan santun.

Adab lebih penting dari pada ilmu. Semua kita pasti setuju dengan pepatah Arab ini. Bahkan, Imam Malik Rahimahullah pernah berkata kepada seorang pemuda Quraish, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Bahkan, adab butuh waktu lebih banyak dipelajari dibandingkan ilmu. Adab yang dimaksud disini adalah karakter yang merujuk pada kesopanan, keramahan, dam kehalusan budi pekerti dan akhlak.

Keluarga Sebagai Dasar Pembentuk Karakter

Keluarga sebenarnya inti dari penanaman karakter. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi proses perkembangan seorang anak. Di dalam keluarga dasar kepribadian seorang anak terbentuk. Melalui keluarga, anak mengenal dunianya dan pola pergaulan sehari-hari.

Agen penanaman karakter di dalam keluarga meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara lain yang hidup bersama dalam satu rumah. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian anak karena inilah awal tempat anak mengalami pertumbuhan melalui ikatan emosional yang intim, mengalami rasa aman, merasa terlindungi, dan dicintai tanpa pamrih.

Pendidikan yang diberikan oleh orang tua sejak dini merupakan benteng yang akan menghindari anak-anak mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Pendidikan sejak dini merupakan tonggak dari seluruh kebiasaan dan pola pikir. Jika pendidikan yang anak dapatkan dari orang tua atau lingkungan keluarga baik, itu akan berpengaruh terhadap karakter ketika sang anak berhadapan dengan dunia luar.

Pendidikan yang mantap merupakan sesuatu yang wajib diberikan orang tua terhadap anak-anaknya.

Pentingnya peran keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter diantaranya menumbuhkan nilai-nilai kehidupan dalam beragama, dan berdemokrasi, memperlakukan sesama dan sikap toleransi. Memberikan contoh dalam bersikap bermasyarakat. Sebagai pembentuk pertama etika dan aturan. Dan sebagai Fondasi awal pendidikan ekonomi dan manajemen diri.

Karakter tidak terbentuk secara instan, namun harus dilatih secara serius, dan proporsional agar mencapai hasil yang ideal. Pendidikan karakter membutuhkan pembiasaan.

Pembiasaan untuk berbuat baik, jujur, berani, dan sifat baik lainnya. Malu bila berbuat kesalahan seperti curang, malas dan juga sifat buruk lainnya. Di dalam keluarga, seorang anak mengenal dunia dan lingkungan sekitar untuk pertama kali. Sehingga, tidak salah bila kita sebut keluarga adalah pondasi awal dan tempat terbentuknya karakter dasar seorang anak.

Lalu, Apa Peran Sekolah?

Lembaga pendidikan seperti sekolah mempunyai tugas utama untuk memberikan pendidikan intelektual, tetapi juga harus memiliki visi tentang pemahaman dan penguatan nilai-nilai karakter yang telah terbentuk di lingkungan keluarga. Konsep penanaman pendidikan karakter di sekolah dapat mengacu pada grand design pembelajaran pendidikan karakter.

Acuan yang telah ditetapkan Kemendiknas terkait pendidikan karakter adalah pengelompokan konfigurasi karakter, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa-karsa. Olah hati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional, olah pikir bermuara pada pengelolaan intelektual, olah raga bermuara pada pengelolaan fisik, sedangkan olah rasa bermuara pada pengelolaan kreativitas, keempat konfigurasi penanaman pendidikan karakter tersebut harus terkandung dalam rancangan kegiatan pembelajaran, dan tidak boleh melenceng dari acuan Kemendiknas itu.

Tujuan-tujuan pendidikan secara umum di sekolah adalah mengarahkan manusia agar berdaya, berpengetahuan, cerdas, serta memiliki wawasan ketrampilan agar siap menghadapi tantangan kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses pendidikan.

Pendidikan disekolah berkaitan dengan proses pemberdayaan (empowerment), yaitu ketika pendidikan adalah proses kegiatan yang membuat manusia menjadi lebih berdaya menghadapi keadaan yang lemah menjadi kuat. Proses pencerahan (enlightment) dan penyadaran (conscientization), yaitu ketika pendidikan merupakan proses mencerahkan manusia melalui dibukanya wawasan dengan pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Sekolah merupakan memberikan motivasi dan inspirasi, yaitu agar para siswa tergerak untuk bangkit dan berperan bukan hanya sekedar karena arahan dan paksaan, melainkan karena diinspirasi oleh apa yang dilihatnya yang memicu semangat dan bakatnya.

Proses mengubah perilaku, yaitu bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai yang luhur dan ideal yang diharapkan mengatur perilaku siswa kearah yang lebih baik. Sekolah memang ujung tombak pendidikan. Tetapi, tetap saja, dasar penanaman dan pembiasaan karakter seorang anak, ada ditangan keluarga tempatnya kembali.

• Guru SMAN 1 Takengon, Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.