Sumpah Pemuda di Tengah Fenomena Bonus Demografi

oleh

Oleh : Zulfan Diara Gayo*

Di penghujung abad ke -19, akibat dari terbitnya Max Havelaar, novel karangan Multatuli, Eropa dan terutama negeri Belanda, mengalami turbulensi yang berakibat heboh besar.

Berbagai fakta yang diungkap Multatuli yang memiliki nama asli Eduard Douwes Dekker dalam novel ini, membuat orang-orang terdidik, pegiat HAM yang waktu itu belum ada istilah khususnya, sampai para politisi, didera rasa malu dan rasa bersalah, karena telah memperlakukan rakyat di negara jajahan sedemikian buruknya.

Gong yang ditabuh novel ini kemudian mengkristal menjadi sebuah gerakan politik.

Tahun 1899, C. Th. van Deventer, di dalam majalah De Gids, mengungkapkan tentang pentingnya membalas budi pada rakyat di negeri jajahan. Gagasan ini disambut baik oleh parlemen Belanda dan kemudidan, pada tanggal 17 September 1901, Politik Etis pun resmi diberlakukan.

Sejak saat itulah, rakyat Hindia Belanda mulai mengenal baca tulis dan matematika dasar sebagaimana yang kita kenal hari ini.

Siapa yang mendapat manfaat paling besar dari politik etis ini? Tentu saja pemuda. Sebab merekalah yang menjadi sasaran dari pendidikan yang diberikan Belanda. Kesempatan ini membuat banyak pemuda di Hindia Belanda menjadi orang terdidik.

Meski, awalnya pemerintah Belanda memberlakukannya dengan setengah hati, memberikan pendidikan hanya supaya mereka mendapatkan tenaga kerja murah yang terdidik.

Tapi, tak pelak pendidikan yang didapat rakyat Hindia Belanda, membuat para pemuda ini menndapatkan kesempatan memperoleh pendidikan sejarah yang membuat mereka tertarik mempelarjari revolusi Prancis, revolusi Amerika dan lain-lain, yang membuat menyadari bahwa negara-negara itu berhasil mendapatkan kebebasan dengan cara memperjuangkannya.

Bangkit kesadarannya bahwa, kita pun bisa seperti mereka, seandainya kita bisa bersatu.
membuat mereka memiliki wawasan global dan dalam diri mereka pun mulai tumbuh wawasan kebangsaan.

Pemuda lah, yang pertama kali menyadari bahwa kita yang tersebar di ribuan pulau, yang terdiri dari berbagai suku bangsa ini adalah satu bangsa yang bernasib sama, dijajah oleh satu bangsa kecil di Eropa, bernama Belanda.

7 tahun setelah politik etis diberlakukan, sudah cukup banyak orang terdidik di Hindia Belanda. 20 Mei 1908, Boedi Utomo berdiri. Bibit-bibit kesadaran berbangsa pun mulai disemai.

Kesadaran berbangsa yang dipicu oleh para kaum terpelajar yang tentu saja adalah pemuda ini, akhirnya benar-benar matang 20 tahun kemudian. Pada masa itu, para pemuda terdidik, tersebar di pelosok negeri. Di kalangan mereka, kesadaran berbangsa benar-benar telah tumbuh dan mekar.

28 Oktober 1928, mereka mengadakan kongres, dan di kongres itu, tercetuslah Sumpah Pemuda yang mendeklarasikan bahwa kita adalah, bangsa yang satu, memiliki bahasa yang satu dan tanah air yang satu. Inilah yang menjadi cikal-bakal Sumpah Pemuda yang kita peringati hari ini.

Sekarang, 93 tahun kemudian. Pemuda masih tetap menjadi tulang punggung bangsa ini. Saat ini kita mendapatkan bonus demografi, di mana kita memiliki banyak pemuda energik yang siap memberikan segala kemampuannya untuk kemajuan bangsa ini.

Aceh Tengah sebagai contoh, dari sekitar 200.000 penduduk kabupaten ini, 30% di antaranya adalah pemuda dalam rentang usia 16 – 30 tahun. Ini adalah rentang usia produktif, yang kalau dimanfaatkan dengan baik, akan memberikan dampak besar dalam peningkatan ekonomi daerah ini.

Sayangnya, karena di Aceh, bisa dikatakan hampir tidak ada industri yang menyerap tenaga kerja secara massal. Potensi itu banyak yang tersia-siakan.

Fenomena ini terbaca jelas, ketika kita melihat Indeks Pembangunan Pemuda di Aceh, yang mana berdasarkan hasil survey bapenas, indikator yang paling bermasalah adalah peluang kerja untuk pemuda, skor nya hanya 20, jauh dibawah rata rata nasional 40.

Akibatnya, meskipun perguruan tinggi di seluruh wilayah Aceh sedemikian banyak dan terus melahirkan begitu banyak sarjana (usia pemuda) setiap tahunnya, tapi mayoritas dari mereka tidak terserap oleh dunia kerja.

Ratusan MoU sudah pernah dibuat, namun karena tidak banyak yang dieksekusi, hasilnya tenaga – tenaga produktif itu lebih banyak menganggur dari pada bekerja.

Menurut hemat saya, dalam rentang waktu ini, mengingat belum tumbuhnya industri yang sehat di Aceh, pemuda harus kita kawal dengan kegiatan-kegiatan produktif melalui pelibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan olahraga, atraksi budaya, pelatihan-pelatihan wira usaha muda dan lain-lain.

Dengan adanya berbagai kegiatan tersebut, pemuda dapat kita kawal untuk tidak terjerumus pada hal-hal negatif. Sehingga potensi yang mereka miliki tidak tersia-siakan. Supaya energi, antusiasme dan ide-ide besar mereka akhirnya tidak jatuh ke dalam berbagai perbuatan yang merugikan masyarakat umum dan terutama dirinya sendiri. Sebut saja misalnya seperti, judi, pencurian dan terutama sekali narkoba.

Padahal, kalau para pemuda ini diarahkan. Mengingat daerah kita ini adalah daerah tujuan wisata yang mulai populer di luar sana. Banyak sekali kegiatan positif yang bisa dihasilkan dengan cara mengoptimalkan potensi para pemuda.

Belakangan ini, saya melihat fenomena bonus demografi di Aceh Tengah, mulai menunjukkan perkembangan yg baik, di mana sudah mulai tumbuh keinginan dari para pemuda untuk berwira usaha dalam berbagai sektor, terutama dalam usaha wisata dan cafe.

Inilah yang menjadi latar, kenapa saya yang mewakili pemerintah kabupaten Aceh Tengah, begitu giat mendorong kegiatan wisata olahraga atau Sport Tourism.

Saya merasa, ini adalah wadah yang sangat cocok bagi para pemuda untuk bisa mengembangkan potensinya. Tapi sayangnya selama ini, potensi ini belum serius digarap. Dan saya akui, itu juga tidak bisa dilepaskan dari kelemahan kami sebagai pemerintah daerah ini, yang belum optimal dalam menggarap potensi ini.

Karena itulah, karena saat ini saya dipercaya oleh bapak Bupati Aceh Tengah untuk mengemban jabatan sebagai Plt Kadispora yang bertangggung jawab pada bidang kepemudaan ini. Saya bertekad untuk menjalankan amanat ini dengan sebaik-baiknya.

Ada berbagai kegiatan yang saya rencanakan akan ditujukan pada pemuda.

Untuk wisata misalnya. Selama ini, dari banyak wisatawan yang datang ke Aceh Tengah yang saya ajak berbicara, rata-rata mengatakan kalau sampai di Takengon, mereka tidak tahu lagi akan kemana, karena tidak ada mengarahkan.

Saya melihat ini sebagai potensi. Dari apa yang dikatakan para wisatawan ini, saya menyimpulkan bahwa di Aceh Tengah ini, belum ada yang namanya “destination manager” ataupun pramuwisata umum, sebagaimana yang biasa kita temui di daerah-daerah yang maju pariwisatanya, seperti Bali atau Jogja misalnya.

Dua profesi ini jelas sangat cocok untuk pemuda. Karena itu, pada tahun depan, saya bertekad untuk membawa tenaga-tenaga profesional ke Aceh Tengah untuk mengajarkan para pemuda Gayo mengenal dan memahami profesi itu dan menjadikannya sebagai kegiatan usaha, sehingga potensi para pemuda ini tidak tersia-siakan.

Selain olahraga, potensi luar biasa lainnya yang dimiliki daerah ini adalah, seni pertunjukan. Hampir setiap malam minggu, cafe-cafe di daerah ini dipenuhi oleh pengunjung dari luar daerah untuk menikmati sajian ‘Live Music’

Yang saya temukan, yang datang ke sini bukan hanya dari Aceh. Tapi juga dari Medan. Ketika saya tanyakan alasannya, mengapa mereka untuk menikmati live music, sampai sejauh ini.

Kalau yang dari Aceh, mereka mengaku kalau di tempat mereka sulit menemukan suasana seperti ini. Sementara yang dari Medan mengatakan kalau aura Live Music di Takengon ini sangat positif. Menyaksikan live music di sini, sangat beradab. Kita tidak menemukan orang yang mabuk alkohol, tidak ada orang yang berpakaian tidak senonoh atau penyanyi genit yang menggoda tetamu. Singkatnya, sangat positif menurutnya.

Artinya apa, saya melihat ini juga potensi. Untuk itu, ke depan, saya akan menginisiasi para pemuda di daerah ini untuk menyelenggarakan berbagai pertunjukan, apakah itu festival tari, festival musik dan festival budaya lain, yang pada gilirannya akan menarik minat wisatawan dari luar daerah untuk berkunjung ke tempat ini dan sekali lagi, memberikan lapangan kerja bagi para pemuda yang nantinya akan secara otomatis meningkatkan PAD kabupaten kita ini.

Akhirnya, pada tanggal 28 Oktober 2021 ini, saya sebagai Plt. Kadispora Aceh Tengah, mengucapkan Selamat Hari Sumpah Pemuda, dan mari kita jadikan momentum ini untuk sebesar-besarnya mengambil manfaat dari bonus demografi yang sekarang sedang kita nikmati.

*Penulis adalah Plt. Kadispora Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.