Manusia yang Membatasi Sumber dan Jumlah Rizki

oleh

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Mencari rizki, terdiri dari dua kata yakni mencari dan rizki. Mencari adalah mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menemukan sesuatu yang materiil dan immateril yang tempatnya tidak ditentukan dan dengan jumlah yang tertentu atau juga tidak ditentukan.

Rizki berarti kekayaan, nasib, harta warisan, upah dan anugrah atau pemberian. Rizki ini ada yang berbentuk materi seperti harta kekayaan, warisan, upak dan lain-lain dan juga berbentuk immateri seperti ilmu pengetahuan, jasa, sikap budi atau akal yang baik.

Perlu pemahaman yang mendalam bahwa upaya atau usaha yang dilakukan manusia untuk mendapatkan rizki itu sangat penting, apakah upaya yang dilakukan dengan mengerahkan kekuatan yang bersifat fisik, mengupayakannya dengan do’a, mengupayakan dengan ilmu pengetahan dan juga dapat dilakukan dengan ikatan kekerabatan.

Yang jelas rizki itu tidak akan datang berjalan atau turun mendekati mereka yang membutuhkannya, tetapi sebagai mana disebutkan orang-orang yang membutuhkanlah yang harus mencari rizki dimanapun berada.

Diyakini bahwa rizki itu berasal dari Allah dan Dia Maha pemberi rizki (Ar-Razzaq), tidak ada satupun yang melata di bumi ini kecuali Allah yang memberi rizkinya, ungkapan ini diambil dari makna firman Allah di dalam Q. S. Hud ayat 6.

Artinya bukan hanya untuk manusia disiapkan rizki tetapi juga untuk semua yang ada di alam ini. Kemidian diyakini juga bahwa untuk memberikan rizki kepada manusia dan makhluk lainnya bukanlah Allah secara langsung, namun melalui Malaikat-Nya yang bernama Mikail.

Perlu kajian mendalam tentang keyakinan yang dianut oleh kaum muslim berhubungan dengan rizki, sebagian mereka berpendapat bahwa rizki merupakan hak muthlak Allah yang tidak ada campur tangan manusia, sehingga manusia hanya mempunyai kewenangan menunggu pemberian Allah dan tidak memerlukan usaha.

Mereka yang berkeyakinan seperti ini percaya bahwa kaya dan miskin adalah kehendak Allah, kalaupun kita berusaha sekuat tenaga ketika Allah menghendaki kita miskin maka pasti miskin, kalaupun kita tidak berusaha lalu Allah menghendaki kita kaya maka pasti kaya.

Lalu ketika Allah mewakilkan kepada malaikat Mikail dalam membagikan rizki kepada manusia, apakah kita meyakini malaikat akan datang kepada alamat kita masing-masing untuk memberikan apa dan berapa banyak yang kita butuhkan, tentu saja tidak. Keyakinan harus tetap kembali kepada kalau rizki itu dicari bukan ditunggu.

Malaikat Allah Mikail meletakkan atau menempelkan rizki manusia itu disembarang tempat dengan jumlah yang tidak terbatas. Karena rizki dilekatkan disembarang tempat, maka lapangan kerja selalu lebih banyak dari jumlah manusia dan bagi manusia tidak perlu takut satu saat akan kehabisan lapangan kerja dank arena banyaknya tempat pelekatan rizki maka untuk satu orang tidak harus mempunyai satu lapangan perkerjan, bahkan boleh sebanyak-banyaknya.

Jumlah rizki yang dilekatkan pada masing-masing tempat juga tidak dibatasi, boleh jadi melebihi jumlah semua orang di satu tempat atau profesi. Seperti ketika semua masyarakat hidup dari bertani, maka semua orang mendapatkan orang dari bertani, pada saat semua orang yang hidup di pantai menjadi nelayan maka semua nelayan mendapatkan rizki. Demiian juga dengan beragamnya profesi maka semua orang mendapatkan rizki dari semua profesi yang dilakukan.

Bila kita belajar dari sejarah hidup manusia maka kita mendapatkan suatu ilmu yang sangat luas, dimana ketika manusia hidup dalam masa berburu dan peramu, manusia tidak membatasi jenis makanan yang mereka makan sehingga rizki mereka ada pada semua jenis makanan yang mereka makan.

Bila mereka tidak mendapatkan satu jenis buah-buahan untuk dimakan maka mereka memakan buah yang lain, bila mereka tidak mendapatkan daun yang satu mereka akan makan daun yang lain demikian juga dengan daging atau makanan hewani, mereka mempunyai kebebasan dalam meilih makanan.

Beranjaknya kehidupan dari masyarakat berburu dan meramu menjadi masyarakat yang hidup bertani yang menetap di satu wilayah tertentu menjadikan manusia itu membatasi diri dalam mendapatkan rizki, yang selama ini mereka mendapatkan rizki dari berbagai tumbuhan, hewan dan ikan, kemudian membatasinya dengan memakan tumbuhan tertentu, hewan tertentu dan ikan-ikanan tertentu.

Sampai akhirnya mereka hanya membatasi pada satu kenis makanan pokok dan menjadikan jenis makanan yang lain sebagai makanan tambahan, sehingga manusia hanya memberdayakan satu tanaman tertentu dan bila itu tidak jadi mereka akan mejadi kesulitan dan bahkan merasa tidak bisa hidup.

Pada awalnya masyarakat membatasi tanaman yang menjadi rizki mereka dengan makanan pokok seperti gandum dan padi, ketika mereka panen dan makanan mereka cukup untuk setahun maka mereka tidak lagi berusaha dan menggunakan waktunya untuk untuk kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, karena mereka menganggap rizki itu hanya untuk bertahan dan menjalani kehidupan.

Ketika terjadi kekeringan atau kemarau dan tanaman mereka tidak jadi maka mereka sangat merasakan kesulitan dan kalaupun hendak kembali lagi kepada pola makanan sebagaimana yang dikerjakan leluhur mereka mereka tidak lagi terbiasa.

Masa selanjutnya adalah masa dimana manusia tidak lagi berfokus pada makanan pokok dalam memenuhi rizki mereka tetapi mereka beralih pada tanaman lain, dengan harapan tanaman tersebut dapat memenuhi kebutuhan makanan pokok dan kebutuhan yang lain.

Padahal langkah yang diambil ini memberi resiko yang lebih berat karena semakin lama semakin berkurangnya ketersediaan makanan pokok mereka, sekali lagi padahal mereka tidak terbiasa dengan pola leluhur mereka. Ini adalah upaya untuk mempersempit lahan rizki dengan sendiri memberi arti membatasi jumlah rizki yang didapat.

Sebagai contoh dapat kita ambil dalam kehidupan masyarakat bertani di Gayo, pada tiga generasi di atas kita masyarakat masih bisa hidup dengan makanan pokok yang beragam, seperti ubi-ubia dan buah-buahan lain selain dari beras. Sehingga banyak pejuang-pejuang dahulu bisa bertahan di hutan dalam waktu yang lama, padahal mereka tidak membawa perbekalan beras yang cukup.

Tetapi perkembangan selanjutnya satu atau dua generasi di atas kita membatasi tanaman dengan tanaman padi (bersawah), maka ketika terjadi gagal panen masarakat semua menjadi susah dan kalau berhasil maka mereka menganggap rizki mereka sudah cukup dan tidak mau berusaha lagi.

Selanjutnya mereka merubah pola tanam bukan lagi pada padi sebagai makanan pokok, tetapi mereka berpinda kepada tanaman kopi yang bukan lagi menjadi kebutuhan sendiri tetapi menjadi kebutuhan masyarakat dunia dengan harapan hasilnya dapat membeli kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya, namun ketika mereka menanam padi mereka sangat tergantung kepada usaha mereka sendiri, tetapi ketika mereka menanam kopi mereka sudah menggantungkan rizki mereka pada orang lain.

Sehingga ketika olang lain tidak membutuhkan kopi mereka, mereka akan merasa sangat susah seakan tidak lagi bisa hidup tanpa tanaman yang mereka batasi sendiri.

Ingat… Allah menempelkan rizki melalui malaikat Mikail-Nya pada tempat yang banyak dan dengan jumlah yang tidak terbatas…tapi manusialah yang membatasinya.

*Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Pemerhati budaya dan sosial kemasyarakat.

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.