Rumah Tangga Bahagia Itu Tidak Serta Merta

oleh

Oleh : Anda Putra, SH*

Kebahagiaan yang terwujud dalam kehidupan dan perjalanan setiap rumah tangga itu tidak serta merta. Kebahagiaan tidak hadir dengan sendirinya dan seketika, tidak juga secara sim salabim menghiasi ruang-ruang bilik keluarga.

Harus ada ikhtiar, harus ada upaya dan usaha. Harus ada proses sungguh masing-masing pasangan suami istri. Harus ada kesepakatan, harus ada kesepemahaman dan kesalingan. Di awali dari kesadaran masing-masing sejak awal pernikahan. Bahkan jauh hari, sejak rencana menikah!

Dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 BAB I Pasal 1 dikatakan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Sesuai dengan kata kunci dalam pasal tersebut bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin. Dikatakan ikatan lahir batin, berarti bahwa yang terikat atas dasar perkawinan seorang laki-laki dan perempuan, memberikan penjelasan bahwa fisik dan psikologis kedua insan itu harus menyatu dalam ‘satu ikatan’.

Tadinya ganjil, kemudian menjadi genap atau sepasang (jawaz). Nah, pertanyaannya sekarang adalah apakah lahir dan batin sepasang pria dan wanita itu akan bisa terikat menyatu seketika begitu ijab qabul terlaksana?

Maka dalam tulisan ini, ingin saya berbagi bahan diskusi. Pertama, kalau bicara menyatunya seorang laki-laki dan seorang perempuan (dalam bahasa di pasal 1 UU Perkawinan No.74, disebut pria dan wanita); bolehlah kita langsung yakin bahwa mereka sudah pasti bisa menyatu.

Dan kita saksikan, ketika wali mengucapkan ijab, dan seorang laki-laki sebagai pengantin pria mengucapkan lafadz qabul. Maka mereka secara fisik sudah bisa dibilang sepasang. Sebagai suami dan istri.

Mereka kemudian disandingkan, di pelaminan nampak laki-laki sebagai suami dan perempuan disampingnya sebagai istri. Itu secara fisik. Nah, apakah kita bisa menjamin jika ‘batin’ nya sudah seketika menyatu? Sudah seketika terikat?

Adakah pikirannya masing-masing di antara mereka hatinya sudah terpaut? Apakah di benak dan batin mereka enggak terbersit dan terpaut ‘sesuatu’ yang lain, yang ‘nan jauh di mato’?

Kita harus berhusnuzhan, berprasangka baik dengan iringan doa “Barakallahu laka wabara ‘alaika wajama’a bayna kuma fii khai”. Itu harus! Semoga!

Namun, menyatunya batin mereka, tergantung kepada masing-masing hati dan jiwa mereka. Sebagai suami sah dan sebagai istri sah atas ijab qabulnya. Disinilah, perlu ada pengingatan bahwa menyatunya batin sepasang pengantin kembali kepada mereka masing-masing.

Orangtua, kita hanya bisa memberi nasehat, taushiyah dan ejer muarah. Jika lahirnya sudah terikat, maka batin mereka juga harus terikat. Terikat sebagai pasangan suami istri (pasutri) yang sah berdasarkan ikatan suci pernikahan.

Kedua, ikatan lahir batin atas dasar perkawinan adalah karena adanya perbedaan. Yakni perbedaan jenis kelamin. Suami sebagai laki-laki dan istri sebagai perempuan. Mereka bisa bersatu karena perbedaan itu. Bayangkan, jia mereka sama jenis kelaminnya, aneh bukan?

Dalam bahasa seloroh atau guyonan dan berakah, suami istri itu ibarat ‘keris dan sarungnya’ . Kalau keris ketemu keris, beradu dan berantam bukan? Maka keris biar aman, biar tentram harus ada sarungnya!

Perbedaan itulah yang menyatukan ikatan. Ini filosofis dan sesuai dengan kodratinya; bahwa pasangan laki-laki adalah perempuan. Ini bukti kemahabesaran Allah Swt sebagaimana terekam dalam wahyuNya di surah Ar-Rum ayat 21.

Karena itulah, kemudian kita kenal sepasang, istilah suami istri menjadi istilah jamak tunggal. Tidak ada sekat dengan kata ‘dan’. Pasangan suami istri! Mereka sepasang menyatu dari dua jenis kelamin yang berbeda.

Agar berbedaan yang sudah menyatu itu seimbang atau balance sesuai dengan kodratinya masing-masing, menyatu dalam irama kesalingan, kesepemahaman dan kesetaraan; mereka harus pandai membangun komunikasi lahir batin

Pemahaman yang sama atas dasar komunikasi yang sehat, adanya kejujuran, keterbukaan, kesetiaan menjadi satu paket. Selaras, serasi menjadi suami istri hakiki. Mereka sepasang (Jawaz), mereka terikat janji kokoh (mitsaqan ghalizhan), mereka bergaul secara jeroh (baik) atau mu’asyarah bil ma’ruf. Dan selalu bermusyawarah dalam segala urusan rumah tangga!

Ketiga, setelah mereka merasa sebagai satu paket maka hal yang harus diketahui oleh pasangan suami istri, bahkan sejak dalam perencanaan menikah adalah apa hakikinya tujuan nikah atau perkawinan mereka. Tentu jawabannya adalah mewujudkan rumah tangga bahagia yang abadi atau kekal.

Ikatan lahir batin atas dasar perkawinan adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Nah, apakah bahagia itu bisa datang begitu saja? ‘Sim salabim’ hadir dalam kehidupan dan perjalanan rumah tangga mereka?

Mereka harus ikhtiar, mereka harus berusaha. Disinilah mereka harus sadar bahwa bahagia bukan takdir yang serta merta ada. Harus ada proses usaha sungguh pasangan suami isteri mengupayakannya.

Mereka harus punya konsep, apa dan menagapa serta bagaimana seharusnya mewujudkan rumah tangga bahagia. Dengan itu mereka tahu apa yang harus dilakukan, potensi untuk meraih bahagia, dan juga tantangannya.

Kesepemahaman, kesetiaan dan kesalingan adalah potensi yang harus ditumbuhkembangkan dalam rumah tangga. Percekcokan, ketidaksetiaan, pengkhianatan harus dihindarkan. Mereka harus kembali kepada niat nikah sebagai ibadah. Saling mencintai karena Allah Swt, karena ridha-Nya.

Sekadar ilustrasi, untuk mencapai bahagia bisa belajar dari filosofis menggali tanah untuk mendapatkan air, yaitu membuat sumur. Menggali, seberapa dalam ia berusaha untuk mendapatkan air adalah usaha. Dan air adalah bahagianya!

Dan masih banyak lagi yang bisa menjadi i’tibar untuk mencapai rumah tangga bahagia. Ringkasnya, untuk semua itu harus ada ilmu, harus ada amal, dan harus ada keyakinan. Ilmu, amal dan iman insya Allah bisa menjadi senjata awal! Wallahu a’alam bish shawab. [mf]

*Penghulu KUA Kec. Bebesen & Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Kab. Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.