Sudah ‘Becus’ Kah Kita, Mengisi Kemerdekaan?

oleh

Oleh : Vera Hastuti, S.Pd., M.Pd

Kemerdekaan diraih oleh para pejuang kemerdekaan dengan cara yang tidak mudah. Ada nyawa yang dipertaruhkan dan harta yang dikorbankan. Sehingga selama 76 tahun berlalu, Kita bisa mengecap indahnya kemerdekaan. Para pejuang kemerdekaan menitipkan Indonesia dengan penuh suka cita ke tangan kita, sebagai generasi penerus bangsa. Namun, yang menjadi pertanyaan besar adalah sudahkah kita, terutama generasi muda saat ini mengisi 76 tahun kemerdekaan Indonesia dengan benar?

Kini, kita tidak perlu lagi mengangkat senjata atau sebilah bambu runcing menuju medan perang. Tugas kita adalah mengisi kemerdekaan dengan sebaik mungkin. Tugas yang tampaknya ringan, tapi berat di pelaksanaannya. Penjajahan, sebenarnya tidak pernah benar-benar terhenti sampai saat ini. Hanya saja ‘cara dan bentuknya’ yang berbeda. Selama kita berharap kedaulatan Indonesia masih tetap berdiri, maka selama itulah kita juga tidak boleh berhenti untuk berjuang.

Namun, mirisnya, kini ada peranti penting yang terasa hilang dari generasi Indonesia sebagai penerus kedaulatan Bangsa. Yaitu, jiwa Nasionalisme dan Patriotisme. Jiwa Nasionalisme sangat erat hubungannya dengan sikap mental dan tingkah laku individu yang menunjukkan adanya loyalitas atau pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negara.

Rasa ini sangat erat kaitannya dengan jiwa patriotisme atau rela benrkorban. Bila diadakan suatu survey secara akurat di Indonesia, sudah dapat ditebak, bahwa jiwa patriot generasi bangsa saat ini, hanya tinggal sekian persennya saja.

Sekarang ini, lunturnya jiwa patriotisme dan nasionalisme generasi muda menjadi polemik besar di kalangan masyarakat. Banyak penyebab yang memicu berkurangnya jiwa ini dari diri generasi muda. Salah satunya, berkembang pesatnya Globalisasai. Efek globalisasi yang masuk tanpa filter dapat mengubah arah kebudayaan suatu bangsa. Hal ini juga berpengaruh pada pola pikir generasi muda.

Bila, suatu masyarakat tidak membimbing generasi muda untuk menfilter kebudayaan buruk, maka nilai-nilai kebudayaan luhur yang telah diwariskan para leluhur akan bergeser pada nilai-nilai individualisme, pragmatisme, transaksional, konsumerisme, hedomisme, dan lainnya. Kini seperti yang kita rasakan. Ketika generasi muda mulai keluar dari fitrahnya dan cenderung hidup kapitalisme yang merusak moral, maka bangsa ini akan rapuh dan merangkak perlahan menuju kearah kehancuran.

Kekuatan Indonesia bukan pada mliternya, tetapi pada rakyatnya. Terutama lagi pada generasi mudanya. “Bangunlah Jiwanya” adalah dua suku kata yang tercantum di dalam lagu kebangsaan kita. Saat ini, kebanyakan jiwa generasi bangsa Indonesia kita sedang sakit. Dibutuhkan suatu usaha yang konkret dari kita semua agar bisa mengobati jiwa-jiwa yang sedang sakit ini.

Indonesia berdiri atas azas spiritual. Hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar, “Dengan Berkah Rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”. Maka, cara satu-satunya Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan adalah kembali ke fitrahnya yaitu spiritual. Spriritual yang dibahas di dalam artikel ini bukan hanya sebatas dengan zikir, ibadah lima waktu, zakat dan sebagainya. Tetapi selalu memiliki jiwa dan hati yang senantiasa teringat dan terhubung kepada Allah SWT. Sehingga generasi muda akan selalu terarah dan berada di jalan yang benar.

Kita pastinya berharap, bila suatu saat nanti, Indonesia di pimpin oleh generasi muda yang memiliki spiritual yang kuat di dalam dirinya. Menjadi sosok hebat dan kuat yang bisa menyatukan dan menggetarkan seluruh rakyat se-Nusantara. Sehingga, bisa membangkitkan jiwa Nasionalisme dan Patriotisme Bangsa Indonesia. Selamat ulang Tahun Indonesiaku yang ke-76. Semoga, Negeri pertiwi ini bisa bangkit menjadi negara yang besar dan maju.

• Guru SMAN 1 Takengon, tinggal di Lorong MJM, Takengon, Aceh Tengah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.