Kuantitas dan Kadar Kualitas Pemilih’ Menentukan Siapa yang Terpilih

oleh

Oleh: Makhmud Riyadhi*

Judul yang tercantum di atas tulisan ini memang normatif, namun dalam cerita yang terpapar di tulisan ini kita coba narasikan dengan meminjam kisah fiktif. Karena itu, sekiranya ada benarnya anggap saja sebagai kebetulan belaka.

Cerita ini saya buat untuk menjawab pertanyaan para sahabat di Aceh berkaitan dengan siapa kandidat RI 1 pada Pilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024.

Berikut ceritanya:

Konon ada seorang tokoh berasal dari Aceh memperkenalkan diri pada publik bahwa ia merupakan keturunan bangsawan dengan gelar di depan namanya huruf “T” (Teuku). Kalau di Jawa gelar bangsawan atau ningrat biasa dikenal dengan sebutan “Raden” (R).

Menurut silsilah, bangsawan Aceh itu katanya sudah urutan yang ke enam puluh, maka merasa layak untuk bertarung di Jakarta. Mengadu nasib keberuntungan untuk maju sebagai Calon Presiden (Capres).

Baru sampai di Medan, Sumatera Utara di sana rupanya sudah ada figur “T” atau Tulang [paman, dalam bahasa Batak] yang sudah ke tujuh puluh. Kedua figur atau kandidat tersebut sama-sama memiliki riwayat pendidikan yang baik, cerdas, tegas, keras, dan lugas.

Berkat jasa seorang asal Minang, Sumatera Barat yang mampu bertutur kata dengan baik dan teratur, sampailah mereka di Jakarta. Singkat cerita, kedua orang tersebut mulai menyampaikan visi, misi, dan tujuan berkaitan dengan kedatangannya dari daerah ke Jakarta.

Giliran terakhir adalah penyampaian visi, misi, dan tujuan seorang kandidat yang berasal dari Jawa. Wilayah terpadat dan terbanyak penduduknya.
Seorang maju dengan cara berjalan merunduk- runduk, dan kemudian ia memulai dengan kalimat pembuka, “Nuwun sewu, mohon seribu maaf, … matur nuwun, …. dst.

Kalau boleh saya memperkenalkan diri pada saat ini, di sini kepada hadirin, … nama saya Podho Joyo … Kalau dilihat dari silsilah dalam buku Babat Tanah Jawa, saya adalah seorang raden baru yang ‘telung atus atau tiga ratus. …. dst.” Begitu kira-kira penyampaian kata pembuka si Calon yang nampak lugu itu.

Berkaitan cerita di atas, kepada para sahabat saya jelaskan bahwa seorang guru harus tahu, karena hal ini merupakan materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa.

Saya jelaskan juga bahwa masalah Pilpres adalah urusan demokrasi yang bersifat subjektif. Demokrasi itu berkaitan dengan banyaknya jumlah penduduk yang memilih, tingkat kecerdasan pemilih dan bukan semata-mata figur kualitas yang dipilih.
Dalam demokrasi, siapa yang terpilih sangat ditentukan oleh ‘kuantitas’ atau banyaknya dan sekaligus ‘kadar’ kualitas pemilihnya.

Demikianlah…

Terhadap sahabat saya, sengaja jawaban atas pertanyaannya saya kemas dalam cerita fiksi, karena saya bukan pakar politik. Takut salah jawab, jadi lucu nantinya.
Saya hanyalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.

*Salah Seorang Tenaga Kependidikan di Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.