Buku GERGEL, Filosofi Value dari Yang Abstrak

oleh

Oleh : Salman Yoga S*

Kita perlu mencatat bahwa dari Gayo pernah terbit buku yang menghimpun karya penulis puisi dari hampir seluruh wilayah di Indonesia dengan sejumlah nama yang turut memberi warna kesusastraan Indonesia mutakhir, judul buku tersebut adalah ”Antologi Puisi Kopi 1500 Mdpl” terbitan The Gayo Institute dan Imaji Jakarta.

Dari tepian Danau Lut Tawar Kota Takengon juga pernah terbit buku yang menghimpun karya penulis puisi dari enam negara (Indonesia, Malaysia, Denmark, Rusia, Thailand dan Singapura).

Oleh penerbit yang sama kembali menerbitkan buku dengan menghimpun karya penulis pribumi yang mengangkat tema dengan kearifan lokal. Sebuah buku yang diberi tajuk ”Gergel”.

Makna jamak dari istilah dan sebutan “Gergel” dalam kamus Bahasa Gayo diartikan sebagai suatu ungkapan yang menunjukkan tempat kediaman dalam arti abstrak yang diungkapkan dengan kalimat “batang ruang urum tété gergel”.

Pengungkapannya mengandung makna sebagai titik awal memulai langkah sebuah perjalanan menuju ke tempat berbeda dengan mengusung misi dan niat mulia. Sebaliknya, pengertiannya juga dapat berupa sebagai tempat lahir, tempat tumbuh besar, tempat kembali, tempat untuk menjamu dan memuliakan siapa saja yang bertandang sebagai hamba Allah SWT.

Tempat sakral berupa kediaman dengan sejumlah perangkat kehidupan dalam membina tatanan hidup penerus generasi dengan sejumlah tanggungjawab nilai adat dan agama di dalamnya. Identity silsilah dan trah dalam kehidupan yang lebih luas.

Selain makna-makna jamak di atas, istilah dan sebutan “Gergel” juga mempunyai makna tunggal yang kerap digunakan dalam sejumlah sisi hidup masyarakat Gayo.

Diantara pengertian tersebut adalah sebagai tiang utama sebuah bangunan yang mempunyai kekuatan dan posisi penting sebagai penyangga keseluruhan arsitektur kontruksi.

Gergel dalam hal ini digunakan dalam dua bidang, pertama sebagai penyangga utama bantalan lantai yang berjarak antara satu sampai empat meter dari permukaan tanah, kedua sebagai reje tiang.

Keberadaannya kerap menjadi penanda sekaligus sebagai simbol kokoh dan kuatnya sebuah bangunan.

Namun secara psikologi istilah dan sebutan “Gergel” menjadi lumbung nilai, kearifan bahkan ikatan antar satu dengan yang lain.
Lalu apa hubungannya dengan sastra?

Dalam mengabadikan dan mentransformasikan sesuatu nilai dalam segala perspektif masyarakat Gayo selalu menggunakan media sastra sebagai sarananya. Sebagai bentuk publikasi dan dokumentasi sejarah baik personal maupun komunal dengan segala sisi.

Sebagai bagian dari romantisme penulis yang juga mengandung kritik sosial, pesan agama, adat dan budaya. Tidak terkecuali sastra tradisional seperti didong, saér, meléngkan, kekeberen dan sebagainya tetapi juga karya sastra modern seperti puisi, cerpen, naskah teater dan novel.

Dalam kaitan yang terakhir inilah buku ini diharapkan dapat menjadi “Gergel”nya sastra modern di tanah Gayo diantara karya dan kiprah para penulis senior lainnya serta karya penulis yang akan lahir kemudian.

Bukan saja sebagai sebuah kumpulan karya dari sejumlah nama yang memposisikan diri sebagai wakil dari fase pelaku sastra sepanjang eksistensi kehidupan mereka, tetapi juga sebagai penanda sejarah akan kehidupan dan kreativitas berikutnya dalam kesusastraan yang lebih luas, Indonesia dan dunia. []

*Dipetik dari buku “Antologi Puisi Modern 5 Penyair Gayo: Ansar Salihin, Salman Yoga S, Vera Hastuti, Win Gemade, Zuliana Ibrahim”. The Gayo Institute (TGI), 2021. Foto Cover; Rayako Dekar King, SY, Desind Cover; Ansar Salihin, M.Sn, ISBN: 978-602-14255-5-8

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.