Oleh : Mahbub Fauzie*
Pernikahan seorang laki-laki dan seorang perempuan mengubah status kedua orang tersebut menjadi pasangan suami dan istri (zawaj) yang sah dan saling melengkapi. Keduanya terikat oleh perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizan) yang tentunya harus saling mengukuhkan kedudukannya sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.
Interaksi keduanya sebagai suami dan istri juga musti berpatokan kepada tata pergaulan yang baik dan patut (mu’asyarah bil ma’ruf) dengan saling mencintai dan menyayangi satu dan lainnya. Keduanya juga harus saling menghormati dan menghargai, serta dalam berbagai hal urusan rumah tangga selalu mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah.
Dengan semangat ibadah kepada Allah SWT dalam mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah menjadi energi positif dalam menopang bangunan lembaga rumah tangga yang mereka dirikan.
Keduanya tentu sudah harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang apa-apa yang harus dilakukan dan dijalani dalam kehidupan rumah tangganya. Seiring perjalanan waktu, sangat memungkinkan adanya banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pasangan suami isteri yang mendambakan keluarga bahagia tersebut.
Kebutuhan yang harus dipenuhi ada yang bersifat materil dan ada yang bersifat immateril. Kebutuhan yang bersifat materi misalnya berupa harta benda atau keuangan, sedangkan kebutuhan yang bersifat immateri adalah yang bisa dirasakan seperti kebutuhan akan rasa nyaman, tenang dan tentram.
Kebutuhan yang bersifat materi dan immateri ini sangat menentukan dalam membangun mahligai rumah tangga yang harmonis, menentramkan hati, serta penuh dengan kasih dan sayang.
Kebutuhan keluarga yang bersifat materil merupakan kebutuhan keluarga yang membutuhkan dukungan finansial atau keuangan. Kebutuhan keluarga yang bersifat materi ini terdiri dari dua hal, yaitu kebutuhan fisik dan kebutuhan non fisik.
Kebutuhan fisik terdiri dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan, sedangkan kebutuhan non fisik seperti biaya-biaya yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, pengamanan, rekreasi, hiburan, dan lainnya.
Selanjutnya, kebutuhan yang bersifat Immateril merupakan kebutuhan keluarga yang lebih banyak berhubungan dengan suasana kejiwaan anggota keluarga, seperti perasaan nyaman dan tenang.
Di antara contoh kebutuhan immateri ini adalah perasaan saling mencintai dan dicintai, kasih sayang, rasa aman dan tidak merasa takut, tenang atau tidak merasa khawatir, merasa terlindungi, diperhatikan, dijaga, dihormati, dihargai, saling dipercaya, dan lain sebagainya.
Dalam memenuhi kebutuhan keluarga, diperlukan kerjasma antara suami dan isteri. Dengan kerjasama dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, maka tujuan perkawinan membangun keluarga sakinah mawadah warahmah bisa terwujud.
Kerjasama merupakan hal yang penting dan utama dari pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Kerjasama bisa diwujudkan dengan saling berbagi peran dan tugas yang dilakukan dengan musyawarah.
Suami dan isteri saling mendukung satu sama lainnya dalam pembagian peran serta tugasnya. Keluwesan atau kelenturan dalam melaksanakan hal tersebut perlu dikedepankan. Semangat fleksibilitas dan tidak kaku perlu menjadi perhatian dalam pembagian tugas dan peran sepanjang sesuai dengan kodratinya sebagai laki-laki bagi suami dan perempuan bagi isteri.
Seluruh kebutuhan keluarga merupakan tugas bersama suami dan isteri. Dalam mencari nafkah utamanya merupakan tugas suami yang tentu ada dukungan isteri. Sekiranya isteri mencari nafkah, hakekatnya bagian dari upaya membantu suami.
Dan dalam hal ini harus ada kesepakatan yang saling menjaga dan menghormati. Sekali lagi, dalam hal ini musyawarah menciptakan kesepahaman dan kesepakatan musti menjadi komitmen kerjasama keduanya. Harus saling menyokong dan hindari sifat merasa paling hebat dan layak dalam pemenuhan nafkah.
Demikian juga dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam rumah tangga, juga menjadi tanggung jawab bersama suami dan isteri. Mereka harus merasa sebagai satu tim kerja (team work) yang bersama-sama bekerja sesuai pekerjaannya dan selalu bekerjasama.
Setiap tugas dan pekerjaan rumah tangga dilakukan sesuai kemampuan, kesanggupan, dan kekuatan keduanya yang berdasarkan musyawarah. Harus saling menolong dan hindari sikap merasa paling tepat dan paling pantas dalam melakukan sesuatu tugas rumah tangga. Misal memasak dan mencuci, suami tidak perlu gengsi melakukan sekiranya isteri sakit atau berhalangan. Terlebih jika tidak mempunyai asisten rumah tangga!
Oleh karena itu, sejak awal pernikahan pasangan suami isteri harus bisa memahami dan memberikan perhatian yang cukup kepada kebutuhan-kebutuhan keluarga serta tugas-tugas dalam rumah tangga ini. Karena dengan bekal pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan keluarga, potensi masalah yang mungkin timbul bisa dicarikan solusinya.
Dalam memenuhi kebutuhan keluarga serta pelaksanaan tugas-tugas rumah tangga, pasangan suami istri harus dapat bekerjasama, tolong menolong, saling memahami dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Insya Allah, dengan demikian cita-cita mewujudkan keluarga sakinah mawadah wa rahmah yang bahagia dunia hingga akhirat akan bisa diraihnya. Aamiin.
*Penghulu Ahli Madya & Kepala KUA Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah