Oleh : Roni Haldi*
Sejatinya sebuah pernikahan atau hidup berpasang-pasangan adalah sunnatulah yang diberlakukan terhadap semua makhluk, apalagi manusia. Bahkan di dalam Islam pernikahan bagian dari Sunnah yang sangat dianjurkan Rasulullah shallahu alaihi wasallam, sebagai bentuk perhatian penuh Islam terhadap pemenuhan kebutuhan biologis manusia untuk hidup bersama, saling mencintai, berkasih sayang, saling menjaga melindungi.
Kehidupan berpasang-pasangan merupakan simbol dari sebuah pernikahan telah pun ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an, “Maha Suci Allah yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” [QS. Yaasin 36].
Allah SWT juga menegaskan bahwa kehidupan berpasang-pasangan merupakan bagian dari sunnatullah yang mesti dilaksanakan agar kehidupan di dunia berkembang tumbuh. Dari sepasang laki-laki dan perempuan yang disatukan dalam mahligai pernikahan wujudlah sebuah keluarga yang melahirkan dan mendidik generasi penerus, dan kemudian berkembang dari satu keluarga bertambah dua, tiga, sepuluh, seratus, hingga mencapai jumlah bilang yang sangat banyak yang sekanjutnya berkumpul membentuk sebuah masyarakat yang hidup bersama berbangsa saling mengenal dan bekerjasama. Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling bertaqwa, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” [al-Hujarat 13].
Sedangkan Rasulullah shallahu alaihi wasaalam dalam haditsnya juga menguatkan terhadap anjuran untuk menikah hingga beliau memberikan sebuah peringatan bagi siapa yang mengabaikan anjuran sebuah pernikahan padahal dirinya telah mampu dan memenuhi syarat yang telah disebutkan oleh syari’at dengan sebutan bukan bagian dari ummatku. Sebuah sebutan yang mengindikasikan begitu tingginya kedudukan pernikahan. Rasulullah SAW bersabda, “Nikah itu adalah sunnahku, maka barangsiapa yang membenci sunnahku [tidak mau menikah], maka bukanlah termasuk dalam golonganku.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Sebuah pernikahan, disamping mengikuti sunnatullah juga merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah Taala dan nikmat terbesar yang wajib kita syukuri. Allah berfirman, “Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agara kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasi dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang mau berpikir.” [QS. Ar-Rum 21].
Suatu penciptaan takkan dilakukan oleh Allah dengan tanpa maksud dan kemanfaatan. Setiap yang dicipta-Nya pastilah ada tujuan dan memiliki manfaat. Atau dengan kata lain semua yang telah Allah ciptakan tak ada yang bersifat sia-sia tiada berguna. Secara fitrah, setiap manusia memiliki kecenderungan menyukai lawan jenisnya, punya keinginan hati ingin bersama berkeluh kesah dan saling menguatkan. Kecenderungan dari fitrah manusia tersebut jika tidak dikelola dalam bingkai nilai-nilai agama, maka menempuh cara-cara yang menyimpang baikdari nilai agama maupun kemanusiaan. Maka dalam permasalahan ini, sebuah pernikahan adalah jalan keluar yang solutif dan sejalan dengan fitrah manusia itu sendiri yang ingin berkumpul membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 1, dinyatakan adalah sebuah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga [rumah tangga] yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Sebuah konsep maslahat telah dilahirkan oleh Negara terhadap kepentingan umat Islam di Indonesia. Upaya nyata yang dituangkan dalam sebuah Undang-undang sebagai bentuk dari implementasi nilai-nilai agama yang dipesankan oleh al-qur’an dan Sunnah Rasulullah shallahu alaihi wasallam untuk menjaga tatanan sebuah keluarga. Keluarga yang terbentuk dari niat suci dari seorang laki-laki dan seorang wanita ingin berumahtangga yang kemudian diikat dalam perjanjian suci [mitsaqan ghalidza] untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Keluarga yang akan melahirkan generasi yang beriman, berkualitas, berakhlak mulia dan bertaqwa. Model keluarga yang didamba dan diimpikan oleh semua orang.
Nikah adalah salah satu sunnatullah yang mulia. Allah SWT menciptakan semua makhluk serba berpasangan, termasuk manusia. Berkeluarga adalah fitrah dalam kehidupan manusia. Islam sudah mencanangkan wasilah fitrah itu sebagai sarana realisasi dari fitrah kehidupan. Fitrah kehidupan itu adalah menikah.
*Kepala KUA Kec. Susoh, Aceh Barat Daya