Pondasi Ketahanan Keluarga

oleh

Oleh : Roni Haldi*

Keluarga merupakan lembaga sosial dasar dari seluruh lembaga sosial yang berkembang di masyarakat. Sebagai pusat terpenting dari kehidupan individu, keluarga berperan pertama dan utama dalam memberikan pendidikan dan penanaman nilai-nilai. Dan keluarga merupakan lembaga paling efektif menanamkan nilai awal pada generasi penerus bangsa.

Jika sebuah generasi sejak awal terbiasa melakukan hal-hal baik berdasarkan pemahaman yang benar maka akan terbentuklah sebuah ketahanan yang kuat dalam dirinya. Ketahanan individu inilah yang nantinya menjadi bekal untuk siap menghadapi setiap tantangan dalam kehidupannya dimanapun dia berada. Ketahanan yang lahir dari penanaman pendidikan dan nilai-nilai mulia, ditanam dirawat dan dijaga dalam sebuah lembaga bernama keluarga.

Dalam perspektif Islam memandang keluarga sebagai tumpuan utama dan pertama dalam mempersiapkan generasi penerus peradaban. Setiap keluarga berkewajiban memperkuat ketahanan keluarganya dengan landasan keimanan dan ketaqwaan, serta kepatuhan dalam menjalankan nilai-nilai ajaran agamanya. Jauh dari penyimpangan nilai, baik nilai ilahiyah maupun nilai insaniyah. Nilai ilahiyah tercermin pada kuatnya keyakinan diri yang merasa selalu diawasi oleh Allah.

Sehingga komitmen untuk membina ikatan suci semakin kuat terjaga, karena sebuah keluarga diikat dalam mitsaqan ghaliza. Sedangkan nilai insaniyah akan menenggangkan rasa menghormati kedudukan wanita sebagai pendamping hidup dan menyemangati jiwa untuk menata kehidupan meniti surga.

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6).

Pertama, lemahnya komitmen individu terhadap nilai-nilai ajaran agama. Padahal nilai-nilai keagamaan adalah pondasi dalam membangun ketahanan keluarga. Rendahnya pengetahuan akan nilai-nilai agama membuat komitmen terhadap implementasi nilai-nilai keagamaan menjadi rendah. Akibatnya ketahanan keluarga akan mudah rapuh dan goyah.

Kedua, gaya hidup yang hedonis dan materialistis. Kehidupan yang lebih mementingkan materi membuat orang tua hanya berpikir untuk mencari uang yang banyak. Anak hanya dicukupi secara materi namun mengabaikan aspek kasih sayang dan perhatian. Akibatnya anak-anak banyak mencari perhatian di luar rumah, sehingga cenderung melakukan perilaku menyimpang seperti ikut paham radikal, pelaku kekerasan, narkoba dan sebagainya.

Ketiga, minimnya komunikasi antar anggota keluarga. Tuntutan ekonomi terkadang membuat kedua orang tua harus bekerja.
LKesibukan dalam bekerja seringkali membuat komunikasi antar anggota keluarga menjadi terhambat. Komunikasi yang terjadi justru lebih banyak melalui alat-alat komunikasi seperti smartphone. Padahal komunikasi primer antar anggota keluarga akan lebih meningkatkan keharmonisan keluarga.

Keempat, lemahnya pembinaan keluarga. Pembinaan keluarga yang dimaksud adalah memperhatikan setiap hal yang terjadi pada anak dan memahami arahan apa saja yang harus diberikan kepada mereka sesuai kapasitasnya. Jika pembinaan keluarga ini lemah bahkan tidak berjalan maka ketahanan keluarga mustahil akan tercapai.

Berdasarkan hal tersebut diatas, rekonstruksi pondasi ketahanan melalui perwujudan ketahanan keluarga sangat penting dilakukan. Ketahanan keluarga dapat dicapai bila mampu memenuhi lima aspek, antara lain sebagai berikut:

Pertama, Kemandirian Nilai, khususnya nilai-nilai agama akan mampu membentengi anggota keluarga dari perilaku hedonis/materialistis dan bahkan ideologi radikal. Orang tua menjalankan fungsi sosialisasi berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Bila anak sudah memiliki pondasi nilai-nilai agama yang kuat, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh nilai-nilai menyimpang yang datang akibat teknologi dan globalisasi.

Kedua, Kemandirian Ekonomi baik dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Dalam Islam, seorang ayah berkewajiban untuk mencari nafkah yang halal bagi keluarganya, sebab nafkah yang haram bisa memberikan dampak yang negatif bagi anak. Orang tua harus benar-benar menjamin bahwa makanan yang dia berikan kepada anaknya 100% halal. Sedikit saja tercampur dengan yang syubhat atau bahkan haram, maka anak akan merasakan akibat buruknya. Darahnya terkontaminasi, dagingnya tersusun dari zat haram maka hatinya akan tertutup dari rahmat Allah. Kalau terjadi seperti ini biasanya anak suka membantah nasehat orang tua, tidak taat dan patuh, terlibat narkoba, menjadi anak nakal dan sebagainya.

Ketiga, Kepekaan Sosial yang tinggi. Berlandaskan ketaqwaan kepada Allah, pembentukan karakter yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi akan mudah dilakukan. Dimulai dengan melatih sikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat perhatian terhadap masalah-masalah sosial, memperhatikan dan menghargai hak sesama, mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya.

Keempat, pembinaan ketahanan keluarga yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembinaan tak hanya dicukupkan pada saat sebelum menikah atau yang dikenal dengan bimbingan pra nikah. Tapi diperlukan keseriusan dalam bentuk program peneguhan ketahanan keluarga secara berkelanjutan dan berkesinambungan agar ketahanan keluarga terjaga dalam kehidupan.

Susoh, 17 Mei 2021

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.