Oleh : Syahri Ramadhan, S.H.I*
Pandemi covid-19 merupakan tantangan seluruh dunia. Setiap negara menyuarakan bahaya Pandemi covid-19 sebagaimana diketahui memasuki 2020 dunia dikejutkan dengan terjadinya Pandemi covid-19 yang secara cepat menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pandemi covid-19 bermula di kota Wuhan, Tiongkok akhir 2019 masuk ke Indonesia pada awal maret 2020. Pandemi covid-19 berpengaruh kepada berbagai aspek kehidupan, tatanan sosial, budaya, ekonomi, pendidikan bahkan agama.
Awal tahun 2020 Indonesia dan dunia dikejutkan dengan adanya pandemi virus covid-19 atau corona ini. Penyakit virus Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona. Sebagian besar orang yang tertular Covid-19 akan mengalami gejala ringan hingga sedang dan akan pulih tanpa penanganan khusus.
Virus yang menyebabkan Covid-19 terutama ditransmisikan melalui droplet (tetesan kecil) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin atau menghembuskan nafas. Droplet ini terlalu berat sehingga tidak bisa bertahan di udara. Droplet dengan cepat jatuh dan menempel pada lantai dan permukaan lainnya.
Seseorang dapat tertular saat menghirup udara yang mengandung virus ketika berada terlalu dekat dengan orang yang terinfeksi Covid-19. Seseorang dapat tertular juga saat menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi lalu menyentuh mata, hidung atau mulut. (Sumber: Suara.com).
Masyarakat secara keseluruhan harus mampu menyesuaikan diri dengan cepat untuk hidup berdampingan dengan Pandemi covid-19, tidak terkecuali pada aspek beragama secara khusus masyarakat harus bisa menyesuaikan diri beragama secara moderat atau moderasi beragama secara khusus.
Setelah adanya pandemi virus covid-19 masyarakat diharuskan untuk menjalankan tiga 3M memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Berkaitan dengan hal tersebut di bidang agama tentu sangat berpengaruh besar misalnya pengatutan jarak saf dalam shalat termasuk juga pelaksanaan pernikah.
Secara umum pernikahan identik dengan pesta dan mengumpulkan orang banyak sedangkan hal tersebut tidak di perbolehkan di masa Pandemi covid-19. Surat Edaran Menteri Agama menyangkut pelaksanaan protokol penanganan Pandemi covid-19, menerangkan tentang tata cara didalam pelaksanaan pernikahan.
Namun kondisi pandemi saat ini, membawa perubahan pada pemberian layanan oleh penyelenggara, disebabkan adanya pembatasan terhadap akses-akses layanan, seperti waktu layanan, metode layanan dan lainnya. Namun demikian pemerintah tentunya tidak akan abai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sebagai upaya pemberian pelayanan efektif dan produktif.
Berkenaan dengan hal tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (kemenpan-RB) telah mengeluarkan berbagai Surat Edaran terutama yang berkaitan dengan Sistem Kerja ASN dalam Upaya Pencegahan Covid-19.
Dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut, maka pelayanan publik diharapkan berjalan efektif namun tetap menyesuaikan dengan kebijakan yang ada. Demikian halnya, pada pemberian layanan kepada masyarakat terkait pernikahan di masa pandemi, Kementerian Agama melalui Dirjen Bimas Islam, telah mengeluarkan kebijakan terkait pelayanan pernikahan masa pandemic yang tertuang dalam surat edaran dengan nomor: P- 004/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pelayanan Nikah di Masa Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Covid-19.
Dalam rentang waktu beberapa bulan terakhir ini, tak dapat dipungkiri bahwa berbagai kegiatan tidak dapat dilaksanakan ataupun mengalami penundaan, termasuk pada aspek spiritual seperti pelaksanana ibadah pada rumah ibadat.
Demikian halnya pelayanan pernikahan, mengalami penundaan, namun seiring dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Agama melalui Dirjen Bimas Islam terkait pernikahan, maka pelayanan pernikahan dapat dilakukan dengan segala keterbatasan, dan tetap mematuhi protokol kesehatan sebagai upaya untuk memutuskan penyebaran Covid-19.
Hal tersebut menjadi tantangan besar bagi penghulu kecamatan sebagai petugas pernikahan yang berada di kecamatan di seluruh Indonesia termasuk di Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah.
Masyarakat belum menerima ketika melaksanakan pernikahan untuk bisa mematuhi protokol kesehatan ini menjadi permasalahan yang mendasar untuk penghulu kecamatan pada aturanya penghulu diwajibkan untuk mematuhi peraturan di sisi lain masyarakat enggan untuk melaksanakan protokol kesehatan.
Pandemi Covid 19 telah membawa dampak yang cukup besar dalam tatanan kehidupan bernegara, termasuk akses layanan kepada masyarakat, yang pada akhirnya pemerintah sesegera mungkin mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pelayanan termasuk dalam pelayanan penundaan pernikahan oleh Kementerian Agama melalui Dirjen Bimas Islam.
Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menunda pelaksanaan pernikahan di KUA selama masa Pandemi Covid-19, namun pelayanan adminsitrasi (pendaftran secara online) tetap berjalan.
Seiring dengar terbitnya Surat Edaran tersebut, mengakibatkan terjadinya penundaan layanan pernikahan, sehingga pemerintah menetapkan kebijakan New Normal untuk tetap produktif. Maka Kemenag dalam hal ini Dirjen Bimas Islam, kembali mengeluarkan Surat Edaran, terkait pelayanan pernikahan dalam tatanan New Normal dengan berbagai ketentuan yang harus dipatuhi oleh kedua bela pihak baik KUA sebagai pemberi layanan maupun masyarakat sebagai pengguna layanan.
Tatanan New Normal, tentu berdampak pula pada pelaksanaan pernikahan yang akan dilakukan oleh pihak keluarga. Pelaksanaan pernikahan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan, dan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, sehingga pernikahan masa pandemi terkesan ―bersahaja‖ dan ―tidak lazim‖ karena adanya pembatasan- pembatasan termasuk pembatasan waktu akad nikah, suscatin, undangan yang hadir, dan lainnya. Hal tersebut, menjadi sebuah fenomena baru bagi masyarakat.
Secara khusus masyarakat Bugis dimana pada prosesi pernikahan tak luput dari berbagai tradisi/ritual yang akan dilakukan sebelum dan sesudah pernikahan yang akan menambah kesakralan sebuah pernikahan.
Masa Pandemi Covid-19 membawa dampak pada pergeseran perilaku masyarakat dalam melaksanakan tradisi/ritual pernikahan. Sebagian besar keluarga memilih untuk tidak melakukan keseluruhan prosesi pernikahan, walaupun terdapat pula masyarakat yang enggan meninggalkan ritual/tradisi pernikahan namun tetap mengikuti protokol kesehatan.
Meskipun secara pelaksnaanya penghulu kecamatan Bukit harus selalu berkomunikasi dengan pihak aparatur desa guna memastikan pelaksanaan pernikahan yang dituju apakah telah memenuhi standar protokol kesehatan atau belum, meskipun pada kenyataan dilapangan berjalan sebagaimana biasa demi layanan terbaik kepada masyarakat ketika penghulu memaksakan harus mengikuti protokol kesehatan secara penuh banayak kendala yang harus dihadapi penghulu.
Pelaksanaan pernikahan yang berlangsung pada masa pandemi terkesan bersahaja dan tak lazim. Bagi masyarakat Kecamatan Bukit, walaupun pernikahan yang dilangsungkan secara bersahaja namun tetap memberikan apresiasi yang positif kepada pemerintah, dan tidak mempermasalahkannya.
Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah baik pemerintah pusat dalam hal ini pelayanan pernikahan di KUA, maupun kebijakan daerah terkait pelaksanaan setiap kegiatan yang akan menghadirkan banyak orang disikapi secara arif dan bijak dengan mematuhi aturan yang ada demi kemaslahatan bersama.
*Penghulu KUA Kecamatan Bukit