Oleh : Syahrul Gunawan*
Berbicara mengenai ikan khas Danau Laut Tawar tepatnya di Daerah Dataran Tinggi Gayo, para akademisi terutama yang berkecimpung dalam bidang budaya/adat sepakat bahwa ikan ini hanya ada di Gayo, Takengon.
Ikan ini bernama Depik (Rasbora tawarensis) merupakan spesies ikan yang hanya hidup di Danau Laut Tawar serta salah satu kekayaan alam Gayo yang keberadaannya juga dijadikan sebagai mata pencaharian masyarakat yang tinggal di pinggir danau tersebut.
Kini, ikan khas masyarakat Gayo ini mulai hangat diperbincangkan akibat keberadaannya yang mulai terancam punah. Populasinya yang sudah terbilang langka. Buktinya kita melihat depik sudah jarang diperjualbelikan di pasaran, Bilapun depik tersedia di pasaran, itu hanya ada dalam jumlah sedikit sehingga harganya luar biasa mahal.
Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan harga pada 4 tahun ke belakang. Tahun 2018, sebagai warga pesisir yang sejak lahir tinggal di kampung Kala Segi, Kecamatan Bintang, yang saya ketahui berdasarkan pengamatan pribadi, harga ikan depik perbambu atau kalau dijual per kilogram, berada pada kisaran harga 80-90 ribu rupiah. Namun, saat ini dengan berkurangnya populasi ikan depik, harganya naik drastis mencapai100-130 ribu rupiah.
Hal ini tentu membuat peminat depik berpikir dua kali untuk membeli sebab hanrganya sudah terlalu mahal atau tidak sesuai lagi dengan pendapatan masyarakat Takengon.
Penyebab dari kelangkaan populasi ikan depik merupakan masalah yang sangat serius. Jika terus dibiarkan tentunya masalah ini tidak hanya dapat menyebab kelangkaan, namun kondisi seperti ini dapat membawa dampak yangjauh lebih buruk seperti kepunahan.
Untuk saat ini mengapa permasalahan masih menjadi polemik? ini dikarenakan masyarakat hanya mencari sumber dari masalah tanpa memikirkan solusi dari permasalahan, apakah situasi ini dikarenakan masih kurangnya pola pikir masyarakat untuk berpikir bagaimana agar suatu permasalahan ini dapat terselesaikan.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kelangkaan pada ikan depik yaitu:
Pertama, masyarakat masih kurang memiliki kesadaran diri dalam menjaga alam agar tetap lestari dan asri. Masyarakat masih membuang limbah ke danau tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari perilaku itu.
Pola pikir mereka hanya berfokus menyalahkan pemerintah pada saat apa yang disebabkan oleh perilaku mereka membawa dampak buruk, padahal pada kenyataanya, semua permasalahan sebenarnya terjadi dikarenakan masyarakat kurang memiliki kesadaran diri.
Kedua, karena spesies ikan depik hanya bisa bertahan pada satu kondisi alam yang memang cocok untuk keberlangsungan hidup mereka, situasi seperti ini menyebabkan depik sangat sulit untuk dikembangkan atau dibudidayakan di dalam tambak maupun keramba jaring apung. Kondisi ini tentu menyulitkan pemerintah dari dinas perikanan untuk mengatasi permasalahan semakin langkanya ikan depik ini.
Ketiga,berkurangnya populasi ikan depik merupakan dampak dari perilaku nelayan sendiri. Beberapa metode penangkapan yang dilakukan para nelayan membawa dampak yang sangat besar bagi keberlansungan hidup spesies ikan endemik Laut Tawar ini.
Sebagian nelayan terlalu berlebihan dalam mencari ikan ini dalam arti kata mereka menangkap ikan tanpa memikirkan besar kecilnya dari hasil tangkapan. Ukuran tidak lagi mereka jadikan permasalahan, meski harga jelas berbeda, mereka tetap menangkap tanpa pandang bulu. Jika ini terus berlangsung kemungkinan terbesarnya populasi ikan depik tentu akan mengalami pengurangan.
Keempat, rusaknya habitat ikan depik juga disebabkan karena adanya pemancing yang menggunakan pestisida ketika berburu udang yang akan mereka jadikan umpan ikan. Hal ini pastinya menyebabkan perairan Danau Laut Tawar menjadi tercemar sehingga tak bisa dihindari ikan-ikan mati karena terkontaminasi pestisida.
Kelima, di seputaran Danau Laut Tawar masih belum tersedia tempat sampah yang memadai. Seharusnya, pemerintah mengambil inisiatif untuk melaksanakan program yang bisa menjamin Danau Laut Tawar yang merupakan habitat asli Rasbora tawarenis bebas sampah.
Perlu diketahui pula, kalau sampah yang dibuang ke Danau Laut Tawar tidak hanya berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar danau, tetapi juga berasal dari wisatawan yang datang dari luar daerah.
Kita juga tidak bisa menyalahkan mereka yang datang berwisata, karena tentu tidak mungkin menuntut mereka datang ke tempat wisata yang ada di seputaran Danau Laut Tawar untuk membawa tempat sampah sendiri.
Jika semua penyebab masalah ini terus dibiarkan, tentunya populasi ikan depik yang ada di Laut Tawar akan mengalami kelangkaan bahkan bukan tidak mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi depik akan menuju kepunahan.
Kalau ini sampai terjadi hal tersebut tentunya akan menjadi kerugian besar bagi pemerintah maupun masyarakat yang hidup di sekitar danau dan terutama untuk generasi mendatang.
Karena pemerintahnya sampai sekarang masih kurang peduli dan di sisi lain masyarakatnya juga kurang memiliki kesadaran diri. Dampak terdekat yang akan dan bahkan sudah langsung terasa, berkurangnya ikan depik sudah pasti mengganggu stabilitas ekonomi warga yang menggantungkan sumber penghasilannya dengan bekerja sebagai nelayan ikan depik. Apalagi jika spesies ini sampai benar-benar hilang maka ciri khas dari Danau Laut Tawar hanya akan tinggal sejarah.
Apa yang saya sampaikan di tulisan ini adalah pendapat saya pribadi. Selaku penulis saya berharap janganlah kita mencari-cari saiapa yang salah dalam persoalan ini, tapi marilah kita berpikir untuk bersama-sama mencari solusi, supaya semua permasalahan ini dapat terselesaikan.
Janganlah menyalahkan salah satu pihak jika kita sendiri belum mampu melihat kesalahan diri yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kondisi perairan yang menjadi habitat ikan depik tetap lestari sehingga ke depannya agar kedepanya akan terus bisa dinikmati oleh generasi penerus.
Agar permasalahan ini cepat teratasi, diperlukan penerapan hukum dan regulasi yang jelas dari pemerintah untuk mengatur tentang apa saja yang harus dilakukan supaya kelangsungan hidup ikan depik tetap dapat terjaga, serta disamping itu harus ada kerja sama dari seluruh masyarakat yang tinggal di seputaran Danau Laut Tawar untuk menjaga kelestarian ikan yang bisa dibilang sudah menjadi bagian dari identitas Gayo ini.
*Penulis adalah siswa SMK Negeri 3 Takengon Jurusan Desain Informasi dan Permodelan Jurusan DPIB (Desain Permodelan dan informasi Bangunan/Arsitek) yang merupakan peserta pelatihan jurnalistik bagi siswa dan guru SMA dan SMK Aceh Tengah yang digelar oleh Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh Tengah bekerjasama dengan Lintas Gayo.