Menaklukkan Diri

oleh

Oleh : Johansyah*

Kalau ditanya pada anak-anak, siapakah orang-orang kuat yang dikaguminya? Mereka akan mengatakan; Spiderman, Power Rangers, Hulk, dan orang-orang hebat lainnya yang pernah mereka saksikan melalui film di televisi atau di android. Bahkan mereka akan menyebut sederet sosok yang kita sendiri belum pernah mendengar dan melihatnya.

Anak-anak itu dengan senangnya menjawab tokoh idola mereka sambil memeraktikkan gerakan yang pernah mereka saksikan di film tersebut. Jika pergi ke pasar untuk beli baju, tas dan mungkin peralatan sekolah, mereka akan menunjuk gambar idola mereka yang ada di baju maupun tas tersebut. Andai disandingkan dua baju, yang satu gambar ayahnya dan yang satu lagi gambar orang yang pernah disaksikannya di film, dia akan memilih yang kedua.

Di fase anak-anak memang begitu adanya. Dulu kita juga sama dengan mereka. Tapi sesungguhnya berbicara tentang sosok yang paling hebat itu bukanlah orang yang kuat, hebat intelektualnya, besar pengaruh dan kekuasaannya, atau kekayaannya melimpah.

Orang yang hebat itu sesungguhnya adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya.
Banyak orang kuat berotot kekar menaklukkan singa sehingga dikenal sebagai sang penakluk.

Binatang buas apapun itu seperti harimau, beruang, buaya, dan lain sebagainya dapat dia tundukkan dan kalahkan. Atau banyak juga ahli logika yang dapat dengan mudah membalikkan sangkaan dan tuduhan dengan sangat piawai.

Apabila dia sebagai pengacara, begitu mudah melakukan pembelaan terhadap kliennya yang menjadi terdakwa. Kliennya yang sebelumnya bersalah, entah kenapa bisa menghirup udara bebas begitu hakim mendengar pembelaannya dan membuat jaksa penuntut umum tidak berkutik.

Kita juga sering mengagumi orang yang mungkin sudah sukses beberapa kali menjadi pimpinan lembaga tertentu. Biasanya orang yang menjabat pada posisi tersebut paling kuat dua periode. Tapi entah bagaimana caranya dia dapat memimpin tiga periode, bahkan mungkin seumur hidup. Lantas karena itu banyak orang yang mengaguminya.

Kalaulah kekaguman pada seorang itu karena kekuasaannya, tentu al-Qur’an lebih kagum kepada Fir’aun karena dialah penguasa yang sampai berani mengukuhkan diri sebagai tuhan. Kalaulah kekaguman pada seseorang karena kekayaannya, tentu Qarunlah yang mungkin lebih kita kagumi karena kekayaannya memang luar biasa hingga ketika orang menemukan permata atau emas, itu dianggap harta Qarun.

Demikian halnya kalau kekaguman pada seseorang itu karena hebat logika berpikir dan kepiawaiannya dalam membolak-balik kata, tentu iblis lebih hebat dari manusia. Nabi Adam AS didepak dari surga, itu karena logika menyesatkan iblis.

Bahkan bukankah selama hidup kita selalu berhadapan dengan ali logika ini yang membisikkan bermacam-macam pembelaan ketika kita berbuat salah? Minsalnya ketika seseorang terlanjur mengambil hak orang lain dan muncul rasa bersalah, lalu tiba-tia ada bisikan; ‘itu wajar, bukankah saya sudah mengurus keperluan yang bersangkutan, dan saya pantas mengambil sedikit dari bagiannya’.

Artinya dalam kenyataan hidup ini jutaan orang mungkin dianggap hebat dan dikagumi. Mereka diabadikan dalam sejarah. Ada yang sosok yang baik, ada pula yang buruk. Ada yang dikagumi karena temuannya, logika berpikirnya, jasanya dalam bidang tertentu, kepemimpinannya, keterlibatannya dalam penangan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lain-lainnya.

Inikah yang dinamakan orang-orang hebat? Di satu sisi kita setuju. Tapi sebenarnya kehebatan yang hakiki itu adalah kemampuan seseorang menaklukkan dirinya. Menaklukkan diri adalah kemampuan seseorang untuk secara mandiri mengendalikan diri dan keinginan tanpa dikomando oleh bisikan iblis dan hawa nafsu.

Kehebatan seperti ini memang tidak sama dengan kehebatan yang tercatat dalam sejarah. Bisa jadi yang mengenalnya hanya Allah SWT, sementara manusia tidak mengenalinya sama sekali. Kehebatan semacam ini juga mungkin tidak pernah mendapatkan tempat di dunia karena tujuannya bukanlah agar dicatat dalam sejarah, diabadikan, apalagi selalu disebut-sebut.

Ternyata banyak orang yang hebat di mata manusia tidak dapat menaklukkan dirinya. Justru ketika dia sedang dianggap luar biasa dan dikagumi, rupanya sedang menghadapi kolonialisme bathin yang begitu hebat. Hawa nafsunya dari hari ke hari terus memberi komando, dan iblis pun terus memanas-manasi ambisinya agar bisa tercapai.

Inilah yang sebenarnya dikhawatirkan. Yakni tentang kondisi ruhaniyah kita saat ini yang setiap hari menghadapi lawan berat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan iblis. Meski dia menjajah, kita bisa terlena dan lupa diri karena semua yang ditawarkan adalah kesenangan-kesenangan duniawi yang dapat membius kesadaran kita sehingga menjauh dari apa yang ditetapkan Allah SWT.

Makanya ketika memasuki bulan suci ramadhan, kita seharusnya memang gembira dengan hal ini. Ketika diwajibkan puasa sesungguhnya itu semua dimaksudkan sebagai ajang pelatihan diri untuk membebaskan diri dari belenggu dan dominasi hawa nafsu.

Puasa yang dimaknai sebagai menahan diri, tidak lain adalah menahan keinginan-keinginan yang cenderung pada pemenuhan hawa nafsu dan bisikan iblis. Allah SWT membuat konsekuensi syar’inya yakni batalnya puasa bagi orang-orang yang tidak menjaga puasanya, baik dari makan minum, maupun dari sikap dan perilaku yang tercela.

Agar menarik perhatian dan manusia cenderung pada kebaikan, maka Allah SWT menyiapkan bonus berlipat ganda bagi orang yang menjalani puasanya dengan sungguh-sungguh.

Dengan ungkapan lain, puasa adalah pusat pelatihan yang dipersiapkan secara khusus untuk menjadikan manusia hebat, mandiri, dan merdeka dari dominasi nafsu yang setiap detik merongrong pertahanan keimanan ruhaniyah.

Dengan adanya ibadah puasa diharapkan rongrongan nafsu yang disertai iblis ini dapat dihadapi dan dikalahkan. Hal ini akan terjadi manakala puasa yang dijalani tidak sekedar menahan diri dari makan dan minum, tapi yang lebih penting adalah menahan diri dari ambisi duniawi yang berlebihan dan membuat kita terlena.

Jadi tidak usah terlalu bermimpi mampu menaklukkan dunia, menjadi orang yang dikagumi, dan suatu saat namanya diabadikan dalam sejarah. Sebab itu semua belum tentu diridhai Allah SWT dan sangat miris ketika itu semua dikarenakan dominasi dan komando hawa nafsu.

Atau semua itu mungkin dicapai, tapi sungguh tiada gunanya ketika batin seseorang dipenuhi dengan rasa bersalah karena diperoleh dengan cara yang keras, kasar, curang dan sebagainya.
Marilah belajar untuk fokus menata batin di ramadhan mulia ini agar kita mampu mememerdekakan diri dari belenggu nafsu dan bisikan jahat iblis melalui puasa yang imanan wahtisaban sehingga kita meraih kebaikan di dunia maupun di akhirat. Wallahu a’lam bishawab!

*Ketua STIT Al-Washliyah Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.