Menghadap Allah SWT Dengan Hati Yang Bersih

oleh

Oleh : Rizkan Abqa, S.M*

Di dalam kehidupan ini, pasti kita akan menemukan tipe-tipe manusia dengan berbagai macam kelompok atau golongan. Antara lain ada manusia yang baik akhlaknya, ada yang buruk dan jahat akhlaknya. Ada yang taat kepada Allah, ada yang ingkar kepada Allah. Ada yang amanah, ada yang khianat, ada yang pendusta, pembohong, penipu, dan lain sebagainya.

Mengobati hati yang sakit adalah dengan menghilangkan tabiat rendah dan akhlak-akhlak buruk, serta mengisinya dengan keutamaan dan budi yang baik. Sama halnya dengan mengobati tubuh dari suatu penyakit dan menjadikan tubuh sehat dan segar bugar.

Minsalnya, lambung mengalami gangguan karena makanan, bisa udara dan iklim yang tidak menentu. Setiap anak yang baru dilahirkan, ia pasti dalam keadaan normal jiwanya, sehat fitrahnya dan masih murni dan bersih dari segala pengaruh.

Tetapi akhirnya kedua orang tuanya yang membuatnya menjadi penganut Agama yahudi, Nasrani, Majusi, Islam dan lain-lain. Ini tentu terjadi karena adanya kebiasaan pola hidup pergaulan, pendidikan, kemajuan teknologi yang tanpa di beri pengawasan, dan pengajaran yang menyebabkan anak yang semula bersih hatinya menjadi gemar melakukan sifat-sifat tercela.

Apakah yang dilakukan seorang dokter, apabila ia memeriksa seorang yang keadaan tubuhnya sebenarnya sehat, dan bagaimanakah kalau orang itu sakit.

Yang sehat tentulah diperintah untuk melengkapi dasar-dasar peraturan kesehatan seperti sekarang ini tentunya dengan mematuhi protocol kesehatan Covid 19, dan demikian orang tersebut akan tetap sehat dan terpelihara dari segala penyakit yang mungkin mengganggunya.

Sebaliknya terhadap orang yang sakit, diberinya obat dan usaha-usaha lain untuk mempercepat kesembuhannya, sehingga kesehatan yang sudah hilang itu akan kembali.
Demikian pula halnya hati apabila ia dalam keadaan sehat atau sakit.

Hanya saja yang terutama bertindak sebagai dokternya adalah manusia yang memiliki jiwa itu sendiri, sedangkan orang lain cukuplah sebagai pembantunya semata. Maka dari itu jikalau hati itu sudah sehat, suci, terdidik baik, hendaklah kita tetap berusaha memelihara kesehatanya dan bahkan kita perlu mencari tambahan kekuatan, kejernihan serta kesucianya.

Mengobati hati tentunya beda dengan mengobati tubuh, jika tubuh dengan obat-obatan, maka hati dengan perasaan kesadaran, latihan dan memperbaiki pergaulan yaitu dengan perbanyak bergaul dengan orang-orang shalih.

Penyakit hati dan akhlak yang buruk tidak akan dapat dilenyapkan dalam masa yang singkat. Apalagi karena ia merupakan suatu penyakit yang berbahaya demikian pula dengan sifat tinggi hati memang hati adalah poros kebahagiaan sekaligus sumber kebinasaanya.

Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah, sesunggunya di dalam tubuh kalian terdapat segumpal daging, bila ia baik maka akan baik seluruh badannya. Namun bila ia rusak, akan rusak pula semua tubuhnya. Ingatlah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadist tersebut menunjukkan bahwa baiknya amalan seseorang hamba tergantung pada hatinya atau qolbun-nya. Bukan karena intelektualnya, pintarnya, hartanya, pangkatnya dan jabatan atau keturunannya, akan tetapi dari segi hatinya. Allah Swt berfirman yang artinya :

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna kecuali orang –orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Q.S.Asy-Syu’ara. 88-89)

Kita sebagai mahkluk hidup harus sadar bahwasanya penyakit tubuh itu akan segera lenyap bila telah meninggal dunia, tetapi penyakit-penyakit hati akan kekal sampai kita sudah mati. Dan ini akan diderita akibatnya untuk selama-lamanya. Allah Swt berfirman:
Artinya: “dan adapaun orang-orang yang takut kepda kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesunggunya surgalah tempat tinggalnya.” (Q.S. An-Naazi’at: 40-41)

Yang dapat dijadikan sebagai obat penyakit hati itu adalah bersungguh-sungguh, dan bersunggug-sungguh ini maksutnya adalah dengan memantapkan hati untuk melaksanakan apa yang dikehendaki atau dengan azam yang kokoh kuat dan tidak dengan setengah-setengah. Apabila ini dapat terpenuhi dan jiwanya bersungguh-sungguh dengan niat karena Allah Swt.

maka akan merasakan kemudahan dalam menghadapi hidup di dunia dan akhirat. Yang sedemikian ini anggaplah sebagai ujian dan cobaan dari Allah Swt.

seperti yang kita rasakan saat pandemi Covid-19 ini perekonomian menurun, lapangan pekerjaan banyak yang hilang, namuun kita sebagi mahkhluk Allah yang beriman harus bersabar menghadapi permasalahan dan cobaan. Oleh sebab itu, maka sangat diperlukan adanya kesabaran dan terus menerus berusaha melenyapkan penyakit hati.

Sebaliknya jika hatinya sudah tidak mempunyai azam yang kokoh dan kemauannya hanya setengah-setengah saja, maka hati pun akan terbiasa berbuat seenaknya, dan akhirnya tetap rusak dan mungkin akan lebih hebat lagi kehancurannya. Semoga Allah Swt. melindungi kita semua dari penyakit hati itu. Wallahu a’lam bish-shawabi.

*Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Kebangsaan Indonesia

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.