Kuliah Atau Menikah?

oleh

Oleh : Agung Pangeran Bungsu S.Sos*

Memilih menikah atau melanjutkan studi adalah perihal yang sulit bagi sebagian orang. Terlebih bagi seorang perempuan yang kerap merasakan kegundahan dalam mengambil keputusan. Umur yang terus berjalan menjadi alasan untuk memilih menikah ketimbang melanjutkan studi ke jenjang magister ataupun doktoral setelah menempuh pendidikan sarjana.

Dorongan keluarga menjadi alasan lain untuk dapat mengambil keputusan dengan cepat. Pasalnya, mereka yang telah lulus kuliah juga terkadang kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak dan pantas sesuai dengan apa yang diinginkan, inilah alasan yang sering disampaikan sebagian perempuan yang memilih untuk menikah ketimbang berkarir.

Meskipun demikian, tidak sedikit perempuan yang lebih memilih untuk berkarir ketimbang menikah pasca studi. Bahkan ada juga perempuan yang berkarir hingga menembus batas-batas yang terbilang tidak wajar.

Salahkah mereka yang memilih untuk menikah? Ataukah mereka yang memilih untuk berkarir tak tepat dalam mengambil langkah? Keduanya memiliki alasan yang sama-sama kuat. Berkarir atau melanjutkan studi sebenarnya bukanlah pilihan yang harus diputuskan dalam waktu yang sama.

Perempuan memiliki hak yang sama untuk menggapai mimpi-mimpi yang telah digantungkan, perempuan juga punya kesempatan untuk membahagiakan keluarganya dengan caranya sendiri.

Seorang perempuan sudah semestinya mendapatkan pendidikan yang layak dan pantas untuk mendidik anak dan rumah tangganya di masa depan, tentu saja dengan melalui proses belajar.

Dengan memilih jalan untuk melanjutkan studi maka seorang perempuan akan jauh lebih terdidik dan terpelajar. Bukan berarti mereka yang memilih untuk melanjutkan studi adalah perempuan yang memiliki paham feminisme.

Lantas siapakah mereka yang mengaku kelompok feminisme ? Kelompok ini adalah sekelompok perempuan yang dikenal dengan misi besarnya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang dianggap diperlakukan tidak adil. Dalam pandangan kaum feminis spesifikasi peranan manusia dipandang timpang (tidak egaliter).

Dengan kata lain kontruksi sosial selama ini sangat berpihak pada kaum laki-laki dan pada saat yang sama menyudutkan kaum hawa. Hegemoni laki-laki terhadap perempuan terlegitimasi dari nilai-nilai sosial, agama serta hukum negara yang telah tersosialisasikan secara turun temurun dari generasi ke generasi. (Siti Muslikhati, Feminisme dan pemberdayaan perempuan dalam timbangan Islam, 2004:30)

Lantas bagaimana dengan orang-orang yang memilih menikah setelah menyelesaikan studi pendidikan sarjana misalnya? Mereka tentu saja memiliki alasan yang tak kalah kuatnya dibandingkan dengan orang-orang yang memilih untuk melanjutkan studi.

Seketika dengan menikah seseorang akan menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam menyikapi banyak persoalan yang dihadapi. Mampu memilah apa saja yang menjadi keinginan dan kebutuhan bagi dirinya juga bagi keluarganya. Bijak dalam mengatur waktu, kapan saatnya melakukan pekerjaan rumah tangga dan kapan megalokasikan waktu untuk dirinya sendiri.

Dilema tentu saja akan terus dihadapi, badai diawal-awal masa pernikahan yang merupakan saat-saat yang tepat untuk terus belajar. Bagaimana tidak, pernikahan adalah proses menyatukan dua buah pemikiran yang berbeda, dua keluarga yang berbeda dan tentu saja menyatukan dua hati yang berbeda pula.

Adapun satu alasan yang kuat tentu saja keutamaan menikah yakni untuk mengikuti sunnah Rasulullah menyempurnakan separuh agama, hal ini sesuai dengan hadits nabi Muhammad “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.”(Hr. Al Baihaqi, As Silsilah Ash Shahihah no.625)

Bagaimana kita menyikapi kedua hal ini dengan bijak? Tentu saja dibutuhkan pandangan dan pemahaman yang terbuka lagi luas. Adakalanya memilih untuk berkarir dengan melanjutkan studi menjadi pilihan yang ideal bagi seorang perempuan dengan pertimbangan yang siap dan matang tentunya.

Bukan hanya sekedar melampiaskan kekesalan karena jodoh yang tak kunjung datang atau bahkan adanya paksaan yang mengikat dari keluarga. Mengapa hal ini perlu dihindari?

Dengan meluruskan niat bahwa berkarir dengan cara melanjutkan studi bukanlah sebuah pelampiasan atau apapun sebutannya maka akan membuat proses pembelajaran bernilai lebih. Tentu saja dari proses yang dilalui akan melahirkan pemikiran-pemikiran yang cemerlang untuk membangun peradaban masyarakat yang kuat.

Dengan menyeimbangkan antara kemaslahatan dunia juga negeri akhir yaitu akhirat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qasas:7)

Perbedaan persepsi yang berkembang di masyarakat merupakan hal yang wajar, akan tetapi apabila ada sekelompok perempuan yang menganggap bahwa adanya ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan adalah persepsi yang kurang tepat, hal ini sesungguhnya telah diatur dengan sangat tepat dan ideal dalam pandangan Islam.

Dapat ditarik sebuah benang merah dari fenomena kegundahan banyak lulusan terkhusus bagi perempuan, sejatinya seorang perempuan memiliki hak untuk menentukan dan memilih bagaimana nasib dan masa depannya sendiri.

Tatkala dia memlilih untuk menikah maka tentu saja ruang ekspresi yang dimilikinya akan jauh lebih sempit dibandingkan saat masih sendiri dan yang pasti dia jauh lebih terjaga dan terproteksi dari fitnah.

Adapun bagi seorang perempuan yang memilih untuk berkarir dengan melanjutkan studi memiliki kesempatan yang luas untuk berkontribusi di masyarakat. Tentunya dengan tetap memperhatikan batasan yang telah diatur oleh norma sosial dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Wallahu a’lam bish shawab. (*)

*Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.