Oleh : Muhammad Nasril, Lc, MA*
Saat ini kita berada di penghujung Rajab, tepatnya 27 Rajab seluruh umat Islam di dunia akan memperingati satu peristiwa agung dalam sejarah Islam yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup (sirah) Rasulullah SAW, yaitu peristiwa diperjalankannya beliau (isra’) dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (mi’raj) dari Qubbah As Sakhrah menuju ke Sidrat al Muntaha.
Peristiwa ini adalah peristiwa imaniah yang wajib diyakini oleh setiap muslim dan dalil bahwa tidak bisa mengandalkan logika semata dalam beragama.
Dalam memperingati peristiwa agung ini, biasanya dilaksanakan tabligh akbar, baik di instansi pemerintah maupun di masyarakat umum. Khususnya di Aceh, pada peringatan peristiwa bersejarah dan awal mula shalat lima waktu itu, masyarakat menggelar kenduri tet apam Buleun Rajab.
Namun, kondisi saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Gaung peringatan hari Isra’ dan Mi’raj ini jauh dari wah dan meriah, bahkan perayaan secara nasional dan lokal Aceh alakadar saja. Karena kita sedang diuji dengan wabah penyakit yang hampir merata di seluruh dunia, yaitu Virus Corona.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah bukti keagungan Allah dan mukjizat Baginda Rasulullah SAW, terekam secara jelas dalam Al Qur’an surat Al-Isra ayat 1. Ia menyimpan berbagai hikmah dan pelajaran bagi umat Islam, di antaranya adalah hadiah paling istimewa yang diterima Baginda Rasulullah SAW yaitu risalah shalat lima waktu.
Shalat merupakan tiang agama dan rukun Islam kedua setelah syahadat. Shalat menjadi satu kewajiban bagi umat Islam yang telah baligh dan berakal dalam keadaan suci dan telah masuk waktu.
Jadi, siapa saja yang telah memenuhi syarat tersebut maka wajib shalat dan berdosa bagi yang meninggalkannya.
Perintah wajib shalat ini diistinbatkan berdasarkan dalil Qath’i dari Al Qur’an dan juga dalil-dalil dari hadits Baginda Rasulullah Saw, ia menjadi identitas kuat seorang muslim, amaliah inti seseorang, sehingga kalau shalat diabaikan maka Islamnya menjadi cacat.
Tapi, sekarang ada sedikit kerancuan, kala meninggalkan shalat menjadi hal biasa, mereka lalai terhadap perintah wajib ini. Berbagai alasan dijadikan dalih mengabaikannya, mulai dari asyik internetan, game, kalau sekarang lagi demam scatter dan sibuk dengan pekerjaan.
Kemudian, ada yang berdalih dengan alasan klasik pakaian tidak suci dan alasan-alasan lainnya yang sering dijadikan sebagai dalih tidak melaksanakan shalat.
Kesibukan beraktifitas menjadi alasan nomor satu bagi yang meninggalkan shalat. Padahal, alasan ini tidak logis, apalagi di Aceh walaupun pekerjaan sangat padat, namun tetap ada waktu istirahat, makan dan shalat.
Hanya individu tertentu saja yang tidak mau berusaha untuk melaksanakan shalat, padahal kesempatan itu ada, bahkan ironisnya waktu untuk istirahat yang diberikan lebih sering dipakai untuk santai dan merokok dari pada shalat.
Bagi yang sudah terbiasa menjalankan shalat dan sudah menemukan kenikmatan, dalam kondisi sesibuk apapun ia tetap shalat, tetap menjadikan shalat nomor satu. Baginya, shalat di samping kewajiban juga terdapat kenikmatan yang luar biasa.
Keterbiasaan atau istiqamah dalam menjalankannya perlu azam yang kuat dari dalam diri seseorang, kewajiban melaksanakannya tak perlu banyak argumen, karena ia bagian dari ketaatan perintah Allah SWT yang sudah seharusnya dijalankan seorang hamba.
Karena itu, peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini menjadi ajang bermuhasabah untuk evaluasi shalat kita selama ini, berapa banyak shalat yang tinggal dengan sengaja dan tidak sengaja, dilaksanakan dalam atau di luar waktu, berjama’ah dan tidak jamaah, khusyuk atau tidak, atau kadang sebatas melepas kewajiban.
Oleh-oleh yang dibawa Rasulullah SAW dalam Isra’ dan Mi’raj untuk kita yaitu shalat lima waktu hendaknya senantiasa kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Tidak ada lagi alasan untuk meninggalkan shalat kecuali alasan syar’i seperti haid dan nifas.
Pada momentum Isra Mi’raj kali ini, ajang kita melihat kembali shalat kita, mulai dari bacaan doa shalat kita, sudah benar atau belum. Bahkan tidak jarang di antara kita bisa menghafal doa-doa shalat tersebut karena belajar di waktu kecil, saat beranjak dewasa nyaris tidak pernah lagi mendatangi guru untuk memintanya menyimak doa shalat itu, agar kita dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan dan kesalahan.
Meski peringatan Isra’ Mi’raj tahun ini tidak semeriah biasanya, apalagi saat ini kita sedang dalam menghadapi musibah wabah Covid-19 mudah-mudaham kita dapat mengambil pelajaran untuk tidak lagi meninggalkan shalat dan menjaga kualitasnya. Selamat memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, 27 Rajab 1442 H. []
*Penghulu Muda KUA Kuta Malaka