Pertanyaan Biasa yang Patut Direnungkan

oleh

Oleh Johansyah*

Dalam keseharian, pertanyaan ini hampir setiap saat kita lontarkan atau peroleh; dari mana, mau ke mana, lagi di mana dan mengerjakan apa. Baik ketika berpapasan langsung dengan teman maupun pertanyaan lewat facebook, whathsapp, instagram, dan lain-lainnya.

Sekali-kali mungkin bisa dicoba mengungkapkan pertanyaan ini pada diri sendiri. Dari mana saya, mau ke mana, di mana dan lagi mengerjakan apa. Kalau orang lain bertanya pada kita dari mana, jawabannya bisa dari rumah, dari kantor, dari kebun, dan sebagainya. Lalu kita juga mungkin bertanya kepada orang lain mau ke mana? Jawabannya mungkin mau ke sekolah, mau ke sawah, mau ke rumah sakit, dan sebagainya.

Tapi ketika bertanya pada diri sendiri dari mana saya ini? Jawabanya bukanlah jawaban langsung, tapi akan ada proses renungan secara mendalam. Pertanyaan ini akan menjadikan kita berdiskusi dengan diri sendiri. Beragam pertanyaan lanjutan mungkin akan muncul dalam diri; kenapa saya ada, siapa yang menciptakan saya, siapa saya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Pertanyaan ini pada hakikatnya meupakan proses mempertanyakan siapa diri kita? Jawabannya kemudian dapat dilacak dalam al-Qur’an. Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang proses penciptaan manusia, di mana mereka diciptakan dari tanah. Salah satunya seperti firman Allah SWT berikut ini;

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.” (QS. Al-Mukminun: 12-15).

Ketika ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah, yang berwujud dalam air mani dan seterusnya, ada hakikat yang harus disadari di sini, yakni Allah SWT. Artinya manusia ini dan seluruh makhluk ini diciptakan oleh Allah SWT. Manusia sendiri hanya mampu mengungkap prosesnya berdasarkan pengetahuan.

Mulai dari bertemunya sperma dan sel telur, menjadi segumpal darah, hingga menjadi sebuah ciptaan sempurna. Tapi manusia sendiri tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan proses itu. Sebab kalau manusia dapat menciptakan proses itu, tentu manusia yang mati dapat diperbaharui kembali.

Jika kesadaran asali ini terbangun baik dalam diri seseorang, ini menjadi modal hidup yang sangat bernilai. Kesadaran seperti ini akan membangun ungkapan dalam diri; ‘bahwa aku ini diciptakan oleh Allah SWT, berarti aku berasal dari Allah SWT. Kenapa kesadaran ini penting? Karena ternyata begitu banyak manusia yang lupa diri, seolah-oleh dia ada dan berada begitu saja tanpa ada pelaku dan prosesnya.

Pertanyaan selanjutnya mau ke mana. Kalau pertanyaan ini diajukan pada diri sendiri, tentu jawabannya bukan mau ke pasar, nonton bola, dan seterusnya. Tapi dengan renungan mendalam akan muncul sebuah jawaban bahwa seseorang akan membayangkan perjalanan hidup yang panjang, yakni akhirat.

Inilah terminal akhir yang dituju oleh setiap manusia. proses hidup di dunia sendiri adalah bagian dari perjalanan menuju ke sana. Kematian akan mengantarkan seseorang pada alam selanjutnya sebelum menempuh perjalanan panjang yang melelahkan menuju padang mahsyar dan pengadilan akhirat.

Karena akhirat sebagai tujuan utama, bangunlah tujuan-tujuan jangka pendek duniawi berbasis dan berorientasi pada capaian tujuan utama, yakni akhirat. Kekayaan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan utama akhirat. Begitu juga dengan jabatan, ilmu, dan lain-lainnya. Kehidupan dunia dipenuhi dengan fasilitas permainan, tapi jika manusia menyadari dan mampu memanfaatkannya dengan baik, fasilitas ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai kehidupan yang abadi, yakni akhirat.

Di mana dan lagi mengerjakan apa? Inilah pertanyaan selanjutnya. Ketika pertanyaan ini diajukan pada diri sendiri, jawabannya juga bukan di rumah, di kantor, di kebun, dan seterusnya. Lagi mengerjakan tugas, lagi istirahat, lagi piknik, dan seterusnya. Renungan mendalam akan menghadirkan jawaban lain atas pertanyaan ini. Ketika saya bertanya sedang di mana? Jawabannya adalah sedang di atas bumi Allah SWT dan sedang difasilitasi agar lancar dalam menempuh perjalanan menuju akhirat.

Allah SWT memberikan fasilitas fisik dan non fisik. Fasilitas fisik mencakup diri dan benda-benda yang ada di sekitar manusia. Sedangkan fasilitas non fisik berupa pedoman hidup yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an. Meski secara kasat mata dapat dipegang dan dilihat, sesungguhnya nilai yang ada di dalamnya lah yang menjadi modal utama dalam hidup.

Terakhir, ketika ada pertanyaan lagi mengerjakan apa? Jika direnung, inilah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Kecuali itu, ketika orang-orang berada pada rel seharusnya. Dengan ringat dia akan menjawab; saya sedang shalat, sedang menolong orang, sedang mengajar, dan perbuatan baik lainnya.

Tapi hati seseorang akan sedikit dan mungkin sangat berat mengakui perbuatannya yang menyimpang. Ketika dia merampas hak orang lain, dirinya sendiri sedang mengajukan keberatan dan protes seolah menyatakan bahwa perbuatannya itu salah.

Saat pertanyaan apa yang sedang saya lakukan? Mungkin tanpa sadar kita akan meneteskan air mata, terutama ketika mengingat kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Kalau begitu, sebaik-baik penyesalan adalah bertaubat. Mohonlah ampun kepada-Nya karena Dia maha pengampun. Entahlah, apakah pertanyaan; ‘sedang apa saya’, dan dengan jawaban ‘sedang diawasi oleh Allah SWT’, apakah senantiasa hadir dalam benak kita dalam upaya membangun kesadaran diri?

Inilah beberapa pertanyaan sederhana yang pantas untuk direnungkan. Latihlah diri untuk mengajukan pertanyaan ini pada diri sendiri. Akhinya manusia itu akan mengenal dirinya dalam perbuatannya. Selanjutnya dia akan mengenal hakikat dirinya ketika dia mengenal Tuhannya. Wallahu a’lam bishawab!

*Ketua STIT Al-Washliyah Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.