Salah Besar Menjadikan Saya Sebagai Musuh

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Saya selalu terkesan dengan ungakapan kaum sufi “Terlambat tidak ditunggu, hilang tidak dicari”. Walau saya bukan pengamal ilmu tasawuf, tetapi rasanya saya ingin akhir hidup saya berlaku seperti itu.

Setidaknya demikian impian saya sejak damai GAM-RI. Saya benar-benar ingin tidak punya musuh lagi hidup di dunia ini. Bahkan orang yang siang malam memikirkan dan berencana untuk membunuh sayapun, sudah saya maafkan.

Demikian juga orang yang sudah membuat orang tua saya menderita pun, sudah saya maafkan. Saya juga mengajak saudara-saudara kandung, sebagaimana saya bersikap. Alhamdulillah mereka juga menerima dengan ikhlas.

Besar harapan saya, siapapun yang pernah saya zalimi; sengaja atau khilaf; baik dengan lisan, sikap dan perbuatan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya; lahir dan bathin serta dunia dan akhirat. Sekali lagi dari lubuk hati yang paling dalam, mohon maafkan saya.

Sejak perjanjian damai Aceh dengan Jakarta pada 15 Agustus 2005, tanggal bersejarah itu telah saya jadikan momentum untuk “mensucikan diri” dari “lumpur permusuhan” yang kotor.

Namun jauh sebelumnya, saya telah berusaha “menolkan” kebencian, kesombongan dan berusaha mengkampanyekan kasih sayang di alam semesta ini.

Kalau ada institusi maupun pribadi yang akan menyusun bata-bata untuk membangun permusuhan terhadap saya, mohon jangan lakukan itu.

Saya pastikan itu, ide yang sangat salah karena saya sama sekali tidak ingin membalas permusuhan saudara. Bahkan kalau tidak karena agama kita, dengan jin, iblis dan setan pun saya tidak mau bermusuhan.

Jangankan dengan manusia, dengan nyamuk sekalipun saya tidak mau bermusuhan. Kepada keluarga saya ingatkan untuk tidak perlu membeli obat nyamuk, cukup halau mereka dengan kipas angin atau memakai kelambu. Lebih baik menghindar daripada harus membunuhnya.

Kasihinilah hidup saya, dengan cara tidak memusuhi saya. Tidak ada alasan saudara iri terhadap saya. Jangan pandang saya sebagai “mantan panglima” yang hidupnya “wah”. Satu-satunya barang mewah atas nama pribadi adalah sepeda. Itupun sudah saya cita-citakan sejak setahun lalu dan baru kemarin terwujud.

Sekali lagi bukan untuk mengikuti trend atau bermewah-mewah, tetapi untuk mengurangi lemak pada bagian perut dan paha saya. Semoga berat badan saya bisa berkurang dari 87 kg, tubuh menjadi ringan dan sehat serta mudah dalam beribadah.

Ke depan, kiranya kekayaan, keberkatan dan kebahagiaan sedianya berlabuh bersama saya. Agar saya bisa melanjutkan program berbagi bersama saudara. Bukankah hidup ini akan bahagia dan berbunga-bunga, kalau kita bisa membuat orang lain senang dengan keberadaan kita.

Meskipun dalam mengarungi samudera hidup terkadang muncul ombak dan badai yang tidak diduga sebelumnya, sehingga bahtera harus bermain-main dengan tingginya air dan angin kencang. Tindakan itu, semata-mata hanya untuk keselamatan. Sama sekali tidak ada niat melawan, apalagi mematikan cuaca ekstrem.

Saya telah menjadikan pengalaman sebagai pelajaran hidup. Dunia ini penuh teka-teki. Siapa yang menemukan jawabannya, maka dialah yang beruntung. Dengan kalimat lain, siapa yang mengetahui jalan cerita sampai “ending” dari panggung sandiwara kehidupan ini maka dia tentu akan menata hidupnya dengan benar.

Pada akhirnya manusia itu berkumpul dalam safnya masing-masing. Pada hari ini, bisa jadi saudara menganggap saya sebagai sahabat, tidak menutup kemungkinan pada masa yang akan datang, saudara anggap saya musuh bebuyutan. Pun demikian niat saya harus tetap berada pada rel yang tepat; bersahabat sepanjang masa.

Terlalu naif hidup yang singkat ini dinodai dengan permusuhan. Tidak ada satu alasanpun yang membuat kita harus berseteru karena semua kita adalah se-Nur Allah dan se-Nur Muhammad, se-Adam dan se-Hawa, se-bumi dan se-kolong langit serta se-bulan dan se-matahari.

Dipastikan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tidak menyukai orang yang bersabung. Sebagai mana Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari, “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar.”

Berdasarkan prinsif itu, saya tidak akan ikut-ikutan bermusuhan terhadap satu perkumpulan maupun pribadi manapun. Detik per detik hidup saya sudah tersita untuk mendamaikan antara hati, fikiran dan perbuatan. Semoga “tiga serangkai” itu menjadi selaras pada diri, dalam mendistribusikan kebaikan.

(Mendale, 16 Desember 2020)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.