Oleh : Fauzan Azima*
22 November 2020, kali kedua saya menginjakkan kaki di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dalam rangka mengikuti rombongan Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT yang meresmikan Mesjid Nur Hasanah Aceh.
Mesjid yang dibangun dengan arsitektur dan ornamen tradisional Sulawesi Tengah itu menelan biaya Rp. 3,5 Milyar dari dana sumbangan masyarakat Aceh, pasca gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Palu dan Donggala pada Jum’at, 28 September 2018 lalu.
Gempa yang juga merubuhkan mesjid dan tempat ibadah lainnya di sana. Salah satunya adalah Mesjid Nur Hasanah yang terletak di Jalan Padanjakaya, Kelurahan Pengawu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu.
Sebagaimana kita tahu, gempa dengan kekuatan 5 SR hingga 7,7 SR, menurut pengumuman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi pukul 17.02 WIB. Lokasi pusat gempat besar itu di kedalaman 10 km. Posisi pusat gempa ini pada arah 27 km Timur Laut Donggala yang menelan korban meninggal dunia 2 ribu jiwa dan seribu lebih yang belum ditemukan jasadnya.
Sebelumnya, pada tanggal 13 Pebruari 2019, saya juga ikut bersama rombongan PLT Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT dalam rangka peletakan batu pertama pembangun mesjid Nur Hasanah dengan menambah nama menjadi Mesjid Jamik Nur Hasanah Aceh untuk menunjukkan kedekatan hati antara masyarakat Palu dan Aceh.
Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa petik dari gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Palu dan Donggala. Salah satunya adalah sudah pantas Kota Palu dijadikan contoh tertibnya dan cepatnya penyelesaiann rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.
Proses percepatan penyelesaian pembangunan perumahan, sarana dan prasarana lainnya di Kota Palu karena sikap tidak terlalu berharap kepada bantuan pemerintah untuk memperbaiki rumah yang mereka tempati.
Mereka berusaha memperbaiki secara mandiri, apa yang bisa diperbaiki, meskipun akhirnya bantuan pemerintah juga tetap datang, tetapi mereka sudah berada di rumah masing-masing. Tidak berada pada tenda pengungsian, kecuali memang rumah mereka sudah rata dengan tanah.
Partisipasi masyarakat Kota Palu sangat tinggi, walau bantuan kemudian datang melimpah, mereka tidak berpangku tangan, tetapi ikut serta membantu membangun rumah sendiri. Sehingga tidak ada keluhan atau komplin dari pemilik rumah karena bangunannya tidak sesuai dengan harapan.
Masyarakat Palu adalah pekerja keras karena faktor alam yang gersang dan keterbatasan kepemilikan lahan. Sementara Kehidupan terus berjalan, tidak ada alasan untuk berpangku tangan dengan mengharap dan terus berharap selamanya kepada pemerintah.
Kota Palu
Kali kedua saya datang padamu
Saya sendiri merasa malu
Banyak pelajaran kudapat dari dukamu
Bersatu masyarakatmu
Merehab dan merekonstruksimu
Semoga jadi teladan bagi orang di kampungku
(Palu, Senin, 23 November 2020)
Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe :





