Bersahabat Itu Indah : Dialog Tiga Pihak, Gubernur, Bupati Shabela dan Pengusaha

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Pagi itu dimulai dengan cahaya matahari meratap bumi. Kicau burung-burung bersahutan pada kebun kopi di belakang rumahku. Angin bertiup pelan menyentuh dedaunan meliuk-liuk seperti penari. Di teras bunga anthurium merah mulai mekar. Permulaan hari yang indah bagai suasana hatiku ketika bersahabat denganmu.

Sahabat yang merubah suasana kebatinan tersenyum kembali setelah sekian lama murung seperti ranting-ranting pinus yang kering di musim kemarau. Sungai mengering dan tidak ada lagi gemercik air dan timpangnya simfoni alam serta tanda-tanda kehidupan akan berakhir. Sahabatku hadir dalam gersang; hujan sehari menghapus kemarau setahun.

Telah kucatat diingatanku; arti tatapan, senyum, tawa, canda, kalimat populer dan keisenganmu. Bahkan berbagi ilmu pengetahuan tentang lelaki yang pasang aksi untuk mendapatkanmu pun sudah kufahami. Keterusterangan dan tidak ada niat memalsukan data adalah gerbang keakraban antara aku dan sahabatku yang memegang teguh syar’i.

Aku dan sahabatku saling mencocokkan diri; setara atau sederajat dalam dialog tentang hal-hal yang universal; lingkungan hidup, seni, musik, nyanyi, lagu, pecandu teater, travelling, HAM, hak-hak buruh dan tidak lupa soal menu makanan.

Kami tidak mau masuk dalam wilayah konflik. Kalau ada perbedaan, selesaikan dengan ilmu matematika, yang disebut sebagai daerah penyelesaian arsiran sistem pertidaksamaan; yaitu, kumpulan dari beberapa pertidaksamaan yang memiliki DHP (Daerah Himpunan Penyelesaian) yang sama.

Metode DHP ini dipakai mantan Wapres RI, Jusuf Kalla dalam penyelesaian konflik Aceh. Selama proses negosiasi dan dialog berusaha menyamakan kesefahaman dan masalah yang rumit dikemudiankan; seperti Lembaga Wali Nanggroe, calon independen dan partai lokal.

Sebenarnya metode seperti itu, sudah lama dipakai di negeri ini, nenek moyang kita, Qurata Aini atau yang populer dengan panggilan Datu Beru ketika mendamaikan Sengeda dan Reje Linge. Kepiawaiannya menyelesaikan kasus dengan “sistem diat” sehingga diberi gelar Qadhi Malikul Adil. Datu Beru tercatat sebagai hakim perempuan pertama pada masa kerajaan di Aceh.

Kadang kala sedikit berbohong diperlukan untuk kebaikan yang lebih besar. Itu juga yang dilakukan juru runding pihak Indonesia, Hamid Awaluddin berbohong soal kopiah titipan Tengku Sofyan Ibrahim Tiba untuk Abu Doto. Bukankah berdusta itu dosa? Tetapi seperti kata budayawan dan kritikus musik, Remy Sylado, “Apa artinya dosa yang digunjingkan orang, jika dosa diperlukan dalam hidup manusia. Kalau ingin tak berdosa, jangan jadi manusia, jadi saja malaikat.”

Sekali waktu aku bercerita kepada sahabatku, dialog tiga pihak; antara Gubernur, Bupati Shabela dan seorang pengusaha pada sebuah jamuan makan siang beberapa waktu lalu.

“Apakah Pak Bupati kasih kegiatan?” tanya gubernur kepada pengusaha itu dengan maksud bercanda.

“Tidak ada, Pak Gub,” jawab pengusaha itu spontan.

Mereka diam! Tidak ada dialog lanjutan. Sampai pengusaha itu bertemu dengan saya di daerah wisata Bur Telege, tempat di mana dibuat tugu mengenang perdamaian DI/TII dengan Pemerintah Jakarta.

“Dia fikir saya mau minta-minta proyek kepadanya,” katanya kepada saya. Maksud pengusaha itu kepada Bupati Shabela.

“Abang lebih dulu hebat daripada beliau. Jadi gengsi dong minta-minta proyek kepadanya,” saya menguatkan sikap pengusaha itu.

“Kalau dari sisi kulit, Shabela menang, tapi kalau soal jenggot, dia harus panggil Pakcek kepada saya,” katanya meyakinkan dirinya lebih hebat.

Sahabatku tertawa mendengar ceritaku dan aku senang membuatnya tertawa. Sebagai sahabat yang baik, aku tidak mau mendominasi pembicaraan. Saya sedikit faham tentang perempuan. Diakui atau tidak perempuan modern itu bersifat “alfamale” cenderung menjadi pemimpin yang harus didengar ucapannya. Bukan dusta, tetapi aku memang senang mendengar sahabatku yang cerdas itu bercerita.

Menurut cerita sahabatku, tidak sedikit orang menyalahartikan keramahtamahannya. Bahkan sebagian ada yang menganggapnya rendah. Tidak! Saya langsung membantah. Aku adalah pembela utamanya kalau ada orang menghinanya. Beberapa kasus langsung saya klarifikasi. Syukur kalau orang faham, kalau tidak faham ya tidak apa-apa. Sekali lagi biarin kalau ada orang yang bilang begini dan begitu, rasaku dalam bersahabat dengannya tidak akan luntur.

Akhirnya aku hanya bisa berharap kebahagiaan dari persahabatan yang indah ini tidak cepat berlalu dan abadi selalu. Jangan tinggal mimpi, jangan tinggal bayangan, jangan tinggal angan dan jangan tinggal kenangan. Tidak sanggup rasanya aku kehilangan sahabat yang begitu berarti bagiku.

(Mendale, Selasa, 1 September 2020)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.