Malio dan Zaini, Pembuat Ikon Kopi Gayo

oleh
Ikon Kopi Zaini

Oleh : Win Ruhdi Bathin*

Mereka yang Membuat Ikon Kopi Gayo. Puluhan anggota DPRK dan bupati Aceh Tengah sudah berganti ayun. Tentu saja mereka orang hebat. Katanya sih orang pilihan. Katanya lho.

Orator ulung (bukan ulung lipah), konseptor, janjitor (pandai berjanji. Tak harus ditepati). Belum tentu suka makan ketor (Luttawar food).

Dan tor-tor lainnya. Semuanya diatas kertas. Kertas putih lagi. Karena kalau kertas hitam, ngak terbaca. Namun, hingga kini jajal (huruf aslinya G, maksudnya gagal). Belum mampu membuat satu ikon kopi pun.

Kenapa harus ikon kopi? Kasi tau ngak ya? Begini, kopi adalah napas ekonomi penduduk pegunungan ini.

Dari dan dengan kopi, dengan ijin Allah. Warga Koding ini menumpukan keuangannya untuk hidup. Dari kopi, untuk asapi dapurnya. Beli beras, sandang panganlah. Sampai untuk menyekolahkan anaknya.

Beli mobil, buat rumah, nikah hingga naik haji, menyempurnakan Islamnya. Bahkan hasil  kopi beli kebun kopi lagi. Kopi sumber utama uang untuk bertransaksi dan menyambung nafas.

Bagi pemerintah daerah, yang berjanji dan bersumpah atas nama petani kopi, lebih hebat lagi. Pemda, mengambil uang resmi dari kopi rakyat. Caranya, biar sah, eh legal, diberi nama retribusi.

Retribusi diambil dari kopi-kopi yang dijual atau dikirim ke luar daerah. Perkilonya sekitar Rp 300 rupiah (angka ini harus di cek  ulang oleh pembaca).

Pertahunnya, Pemda mendapat milyaran rupiah. Dan kopi, masih di tangga teratas penyuplai uang bagi kas daerah (PAD).

Sementara itu, setiap tahun , nilai perdagangan kopi Gayo untuk Aceh Tengah saja, mencapai rp.2 trilyun lebih. Angka ini , angka lama. Ada yang bilang mencapai Rp. 5 sampai 9 trilyun. Wow.

Zaini dan Ikon Kopinya

Kembali ke ikon kopi. Para Pengurus daerah (Pengda) kabupaten ini, mengelola APBK kucuran uang dari Jakarta. Setiap tahunnya, diatas Rp. 1 trilyun.

Setengahnya terpakai untuk uang habis pakai. Gaji ASN, DPRK, kertas, mobil dinas mewah, kunker, sewa dll.

Selebihnya untuk proyek yang ber fee tentu saja. Dan karena fee itu banyak yang di hotel prodeo dan ribut berjamaah. Dan semua uang itu, tak ada satupun untuk sekedar simbol kopi.

Simbol kopi atau ikon kabupaten ini, minimal untuk swa foto bahwa sudah berada di Kabupaten Kopi Indonesia, Takengon, Aceh Tengah, Indonesia. Anggota Asean.

Ikon Kopi Malio

Tapi sudahlah, masih banyak nasi yang akan ditanak. Meski banyak nasi-nasi yang jadi bubur. Menurut catatan saya yang awam. Ada dua orang warga Takengon yang hanya warga biasa. Membuat ikon kopi.

Mereka bukan poli-tikus atau biro-krat (bukan krat-krat atau bagi bagi). Hanya warga sipil biasa yang terkadang tak memiliki uang di tabungan.

Mereka adalah Malio Adnan, dari Arul Relem Kecamatan Silih Nara yang kini bermigrasi di Toa. Masih Indonesia. Siapa Malio Adnan? Sebaik dilihat rekam jejak digitalnya.

Dan Zaini. Dulu di Merah Mege, Atu Lintang. Kini bermukim di Blang Gele. Orang sederhana yang hebat.

Mereka membuat ikon kopi tanpa proposal. Tanpa tandatangan proyek. Dan jadi. Ngak pula ribut atau orasi dulu.Ternyata, membangun itu sederhana saja. Ada ide, siapkan uang dan kerjakan. Tak semuanya uang harus dibawa pulang.

*sudah terbit di Kompasiana

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.