Oleh : Awan Gayo*
Pertama sekali kita semua berterima kasih kepada pansus DPRK Aceh tengah yang telah memfasilitasi perjanjian perdamaian antara Bupati dan Wakil Bupati Aceh tengah.
Beberapa hari yang lalu masyarakat dan generasi Aceh Tengah diberikan tontonan yang sangat dahsyat sehingga mencoreng nama baik daerah. Dan bahkan sampai disiarkan di salah satu stasiun televisi nasional. Saya pribadi merasa malu atas kejadian ini. Tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Adab dan etika memimpin yang semestinya di kedepankan tidak lagi dihiraukan.
Pertanyaan saya. Siapakah yang harus bertanggung jawab atas situasi ini??
Saya secara pribadi berharap kepada teman – teman agar bisa menahan diri, terutama dalam berkata-kata di media sosial. Jangan sampai ada lagi kata-kata yang bersifat provokasi sehingga memicu perpecahan. Karena jika kita bertengkar maka Belanda akan tertawa.
Dan kepada pihak yang sudah berdamai mohon untuk memberikan arahan dan pencerahan kepada kelompok atau bawahan masing-masing untuk tidak saling mencela dan berkata kasar di media sosial.
Menurut pendapat saya yang menjadi pelajaran penting dari masalah ini ialah, walaupun perdamaian sudah terlaksana, peristiwa ini akan di catat sebagai catatan paling buruk dalam sejarah kepemimpinan Aceh Tengah semenjak berdirinya kabupaten ini.
Saya sangat berharap peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi. Kami tidak ingin lagi mendengar ada Bupati dan wakil Bupati “pelolo” (Berkelahi). Saya ingin pemimpin yang mengabdikan masa jabatanya untuk memenuhi sumpah jabatan dan janji – janji politik serta melayani masyarakat dengan baik.
Masyarakat dan generasi kita semestinya diberikan contoh dan tontonan yang beradab demi menjaga nama baik kabupaten Aceh Tengah.
Bebesen, 17 Juli 2020