Aceh Tengah dan Bener Meriah Resah, Butuh Sembako Cinta

oleh

Oleh : Husaini Muzakir Algayoni*

“Aceh Tengah dan Bener Meriah resah dan gelisah, kini dua kabupaten dingin ini butuh sembako cinta agar hangat tatkala hujan.”

Bagi pecinta dangdut pasti pernah mendengar kata sembako cinta, ya sembako cinta merupakan salah satu judul lagu dangdut dari Thomas Djorghi saat krisis moneter melanda Indonesia. Kata Djorghi dalam lagunya, agar tiada resah dan bertambah mesra yang diperlukan hanyalah hai sembako cinta.

Apa saja sembako cinta? Sembako dalam bercinta, yaitu: pertama harus setia, kedua ada cemburu, ketiga pengertian, keempat ada rindu, kelima banyak pujian, keenam sering duaan, ketujuh perhatian, dan delapan sembilan menjadi sayang.

Nah, dengan adanya sembako cinta tak lagi resah dan gelisah serta menambah kemesraan dalam bercinta. Namun, ketika sembako cinta kurang bisa jadi resah dan hilang rasa mesranya. Inilah yang dialami dua kabupaten dingin di atas awan, Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah sedang mengalami keresahan karena kurangnya sembako bahkan hilang sembako tersebut dalam percintaan.

Aceh Tengah resah dengan dua pasangan dalam rumah tangga yang tidak akur, untuk mendamaikan dua pasangan yang romantis saat kampanye dulu harus pergi kesana-sini dan dengan dibuatnya panitia khusus semoga masih ada rasa cinta dan jatuh cinta lagi sehingga bisa digelar pesta keyboard pasca corona virus.

Sementara di Kabupaten Bener Meriah dengan pesona taman harmoninya sama sekali tidak punya pasangan, pasca perginya kepala daerah ke rumah tahanan yang tinggal hanya wakil seorang beserta teman tawa saat kampanye dulu yang penuh dengan kemesraan. Namun, sembako cinta hilang di tengah jalan. Rasa mesra tak ada lagi sehingga wakil pun pergi untuk sementara waktu.

Jika dilihat dari letak geografis yang berada pada suhu dingin, seharusnya dua kabupaten ini menjadi kabupaten paling sakinah, mesra dan romantis di Provinsi Aceh. Saat-saat dingin di pagi hari, secangkir kopi dihidangkan di atas meja kerja, diseruput dengan lembut menambah kemesraan dan aroma kopi terasa spesial.

Ketika hujan dihangatkan dengan cinta, tapi ketika tidak ada cinta; hujan pun merubah menjadi panas laksana gurun sahara. Air turun bagaikan batu demo yang dilempari oleh rakyatnya sendiri dengan nada-nada kecewa terhadap pemerintah.

Uang untuk beli cemilan/pisang goreng saat hujan tak ada nilainya karena uang disalurkan untuk kepentingan dan kesenangan semata.
Melihat keresahan dua kabupaten Negeri Kopi ini, maka dibutuhkan sembako cinta dari pemimpin, baik dari pihak eksekutif dan legeslatif sehingga kehangatan kembali terasa ditengah-tengah masyakat.

Sudah banyak hiruk-pikuk dialami dalam ranah perpolitikan dan jalannya roda pemerintahan, dari kampanye sampai menduduki kursi terhormat. Mungkin saja ada kesalahan dan kekhilafan dalam mengambil keputusan. Maka dari itu perlu ada evaluasi dalam kesendirian dan menjauh dari hiruk-pikuk politik.

Sebagaimana Bung Karno (founding fathers), pernah mengatakan bahwa “Ada saatnya dalam hidupmu engkau ingin sendiri saja bersama angin, menceritakan seluruh rahasia lalu meneteskan air mata.” Untaian kata indah ini bisa ditafsirkan masing-masing dalam perspektif apapun.

Sebagai penutup dari tulisan nyeleneh ini, mari kita dengar sejenak nasihat dari filsuf Erich Fromm tentang cinta, yang ditujukan kepada orang-orang yang telah kehilangan rasa cinta, khususnya para pemimpin yang telah hilang perasaan cinta kepada rakyatnya.

Pandangan Erich Fromm, orang salah dalam memandang cinta karena orang sering memandang mencintai pertama-tama harus ada yang dicintai, pertama-tama harus mencintai yang baik dan benar dan cinta itu bukan jatuh cinta tapi cinta itu membangun cinta. Kata Erich Fromm cinta itu seperti seni, maka harus paham apa itu cinta.

Jika Aceh Tengah dan Bener Meriah tidak tahu apa itu cinta, setidaknya ada sembako cinta untuk memutar roda pemerintahan berjalan dengan lancar dan baik serta semakin mesra menjalin komunikasi. Semoga para eksekutif dan legeslatif di Negeri Kopi ini bisa membangun cinta dalam memajukan daerah yang kita cintai.

Apakah dua kabupaten ini tidak dicintai oleh masyarakatnya? Sehingga para pemimpin pun tidak mencintainya. Oh tidak, siapa yang tidak mencintai Negeri Kopi eksotis ini, semua mencintainya. Para pengkritik pun lahir karena ia peduli dan cinta pada daerahnya, walaupun sebagian golongan suara kritikannya itu bisa dibeli agar bisa diam atau dibayar agar mau mengkritik. Nah!.

Orang dapat duduk tenang hanya karena kalau ia punya panah dan busurnya: kalau tidak ia akan membual dan bertengkar. Kalian bilang tujuan yang baik adalah yang menghalalkan perang? Aku katakan padamu: adalah perang yang baik yang menghalalkan setiap tujuan.

Demikian kata Zarathustra dalam karya WF Nietzsche (1844-1900), filsuf modern yang menuangkan gagasan filosofisnya dalam wadah aforisme-aforisme puitis.

*Penulis: Kolumnis LintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Ilmu Agama Islam (Konsentrasi Pemikiran dalam Islam) Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.