Takengon dan Masalah yang Akan Menghadangnya

oleh

Oleh : Hammaddin Aman Fatih*

Takengon yang merupakan pusat pemerintahan kabupaten Aceh Tengah yang berpenduduk ± 200.412 jiwa ( Susenas Maret 2016 ) . SBY menyebutkan kota Takengon dengan sebutan “Republik Mini” Hal ini diilhami dengan multi etniknya kehidupan masyarakatnya.

Konflik yang mendera Aceh 20 tyl atau tepatnya mulai di era tahun 2000-an merupakan rangsangan awal mulainya urbanisasi berjalan dengan pesat di seputaran kota Takengon.

Persentase penduduk kota Takengon yang meningkat itu menghasilkan kepadatan bangunan dan hunian yang makin tinggi di seputaran kota Takengon yang berdampak serius terhadap penduduk kota Takengon itu sendiri pada tahun tahun selanjutnya.

Perumahan kelompok berpenghasilan rendah di kampung-kampung di seputaran kota Takengon makin tinggi kepadatan tingkat huniannya, kenyataan menimbulkan masalah kemerosotan lingkungan perumahan menjadi kumuh, yang benar-benar makin tidak layak huni karena kepadatan bangunan dan kepadatan hunian.

Konon kabarnya, katanya banyak rumah-rumah di kampung-kampung di sepuataran kota Takengon dihuni lebih dari satu keluarga bahkan ada pula yang dihuni beberapa keluarga.

Sampah, kemacetan, banjir, tata ruang, rawan kriminal adalah masalah klasik yang akan menghantui keberkembangan kota Takengon tiga, lima, tujuh, sembilan tahun ke depan. Hal ini akan menjadi masalah.

Secara khusus masalah yang sangat mendesak untuk di benahi secepat mungkin untuk perkembangan kota Takengon menuju kota layak untuk di huni, antara lain :

1. Pengelola Tata Ruang

Kota Takengon sebagai pusat perekonomian wilayah Dataran Tinggi Tanah Gayo memiliki peran yang sangat besar bagi pembangunan, dimana konstribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan hidup warganya melahirkan berbagai permasalahan. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan dikaitkan dengan implikasinya pada ruang kota. Kondisi kota Takengon, semakin hari semakin menuju keterpuruk.

Meskipun, ada gejala ekonomi kota meningkat, padahal di balik itu bisa meningkatnya stres warga sangatlah tinggi, jumlah orang yang sakit terus saja bertambah (lihat RS Datu Beru Takengon untuk bisa dapat kamar bila harus opname, kita harus antri kecuali ada orang dalam) jumlah penduduk dengan kualitas tinggi terus menurun, dan pada akhirnya, kota yang katanya mengalami kemajuan ekonomi itu mengalami kemunduran dalam berbagai hal.

Umumnya, kota Takengon mengalami permasalahan tata ruang, tidak saja karena kota sejak awal telah dibangun dan bertumbuh secara alami, akan tetapi kota mengalami pertumbuhan lebih pesat, yang biasanya selalu lebih cepat dari konsep tata ruang yang diundangkan karena cepatnya laju pembangunan di kota Takengon.

Jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya akan berakibat pada padatnya penduduk di suatu wilayah yang akan berimbas pada meningkatnya kebutuhan tempat tinggal.
Daerah yang sebenarnya tidak boleh dijadikan hunian atau sebagai daerah resapan air atau daerah kawasan hijau berubah menjadi pemukiman. Kita lihat sebelah timur danau Laut Tawar dalam jangka 20 tahun berubah menjadi pemukiman yang padat.

Selain akan terjadi kepadatan dan ketidak teraturan bangunan diseputaran kota Takengon, akan berdampak buruk juga pada sisi lainnya, antara lain : 1. Kepadatan bangunan dengan tata letak yang tidak teratur, 2. Akses jalan yang sulit dilewati oleh kendaraan besar pada pemukiman padat penduduk.

3. Kecilnya jalan akses menuju daerah tertentu karena banyak dijadikan pemukiman, 4. Akses untuk mendapatkan air bersih dan air minum sulit didapat, 5. Tidak adanya drainase yang baik dapat menyebabkan banjir pada saat musim penghujan, – Kepadatan penduduk membuat banyak sampah rumah tangga menumpuk, 6. Banyak penyakit yang timbul karena lingkungan yang tidak bersih.

7. Banyaknya drainase yang tercemar oleh limbah rumah tangga, 8. Kriminalitis yang mungkin akan bertambah, 9. Tata karma atau etika yang sudah dianggap semau gue ( baca ; serba cuek ) berlaku budaya kamu – kamu, aku aku, kami tidak mengganggu maka kami jangan diganggu, 10. Semua akan selesai dan mudah bila pengantarnya adalah uang, 11. Dan lain sebagainya.

Untuk mewujudkan sasaran penataan ruang dan penataan pertanahan demi menjaga kelestarian Kota Takengon wajib memiliki suatu konsep perencanaan tata ruang, yang disebut dengan Master Plan, di mana konsep tersebut sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan, sehingga masalah-masalah yang akan timbul yang diakibatkan dari hasil pembangunan akan diminimalisir.

Bila dilaksanakan secara komprehenshif dan konsekwen, maka penataan ruang dapat menjadi alat yang efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan dan berbagai bencana lingkungan seperti banjir dan longsor yang baru-baru ini menghantam pemukiman penduduk di seputaran kota Takengon
Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang dan mengindahkan kondisi lingkungan dapat menghindari permasalahan lingkungan di masa mendatang.

Paya Ilang yang dulunya katanya direncanakan sebagai kawasan hutan kota atau daerah resapan air. Sekarang berubah menjadi kawasan kantor, pertokoan dan pusat perbelanjaan tradisonal ( Pasar Pagi ).

2. Banjir

Dahulu seputaran kota Takengon, khusus daerah jalan lintang ( daerah terminal sampai Desa Kebayakan ), Kampung Mongal dengan kondisi parit atau anak sungai masih lebar, bila hujan turun bisa terjadi banjir. Konon sekarang, rata – rata ukuran parit paling lebar kurang 1 meter. Hujan sebentar saja.

Banjir banjir banjir. Bayangkan ! bagaimana nanti ???? Kalau hal tersebut dibiarkan terus tanpa pencegahan sedini mungkin, dampaknya berimbas kepada kesehatan dan perekonomian masyarakat.

Beberapa minggu kebelakang ini, hal diatas menjadi kenyataan. Longsor melanda Desa Paya Tumpi dan banjir di seputaran kecamatan kebayakan. Hal ini terjadi karena ulah kita sendiri yang telah menggeserkan fungsi alam.

Sekarang sudah bisa kita katakan kecamatan kebayakan sama seperti banjir kiriman dari Bogor ke Jakarta. Bogor hujan maka Jakarta siap – siap banjir. Artinya Kebayakan adalah Jakartanya Takengon.

Hutan – hutan yang ada diseputaran kota Takengon yang sebenarnya berfungsi sebagai daerah tangkapan air. Kini berubah menjadi perkebunan. Parahnya puncak – puncaknya pun dijadikan aeral perkebunan. Kok bisa, siapa yang mengijinkannya ? Dan dapat kita bayangkan danau Laut Tawar beberapa puluh tahun lagi akan merubah menjadi kolom.

Hal ini bisa lebih cepat lagi terjadi bila hutan – hutan yang berada diseputaran danau tersebut tidak dikembalikan secara cepat fungsinya sebagaimana mestinya.

Kalau tidak sekarang kita mulai berbenah. Banjir Paya Tumpi merupakan isyarat yang disampaikan alam kepada kita, agar kita harus mulai berbenah. Harus ada keberanian untuk bertindak menanta kembali menggembalikan alam kefungsinya yang sebenarnya. Kalau tidak maka bencana yang lebih dahsyat lagi akan terus mengintai kita.

3. Transportasi

Transportasi perkotaan memiliki peran yang strategis dalam membentuk peradaban kota. Permasalahannya, sektor transportasi sering kali tidak diletakkan pada posisi yang tepat.

Persoalan transportasi perlu mendapat perhatian yang segera dan serius serta menjadi prioritas dalam pembangunan kota. Urusan transportasi itu sangat penting. Kalau transportasinya bermasalah, semua aktivitas lainnya bisa bermasalah, ini muncul ketika kota Takengon tumbuh secara organik dengan mengabaikan keterbatasan daya tampung dan daya dukung atau wilayah dan tanpa deliniasi (pengambaran hal penting dengan garis dan lambing) fisik kota yang jelas.

Dahulu ketika angkutan umum labi – labi masih sangat familier dengan kehidupan sehari – hari masyarakat seputaran kota Takengon, suasana kota tidak semeraut seperti sekarang ini. Hal ini berubah menjadi sebuah kenangan lagi ketika muncul tawar kredit 500 ribu, bisa ambil bawa pulang kereta.

Munculnya tawaran kredit DP murah tersebut itu menambah jumlah kereta secara dratis di seputaran kota Takengon, Menurut sebuah informasi, katanya dalam satu keluarga bisa 3 sampai 4 buah kereta ada dalam rumah tersebut. Konon lagi, katanya, berapa jumlah penghuni rumah itu, begitu juga jumlah kereta dalam rumah tersebut Artinya satu orang memiliki 1 buah kereta dalam sebuah keluarga.

Bisa kita bayangkan bagaimana nanti semerawutnya jalan diseputaran kota Takengon. Sedangkan pertambahan jalan tidak ada. Kondisi ini diperparah dengan prilaku pemakai jalan raya yang tidak tertib, parkir sembarang, dan lebih cenderung ugal – ugalan.

Kita lihat seputaran lampu merah ( Simpang Empat, Simpang Wariji, Terminal ), begitu panjangnya antrian mobil kereta, terutama ketika jam – jam sibuk. Pagi jam 07.30 Wib s/d 08.30 Wib, 12.30 Wib s/d 14.00 Wib. 17.30 s/d 18.30 Wib.

Perkembangan angkutan becak bisa menambah semeratnya kota Takengon bila tidak ditata sebagaimana mestinya. Harus ada aturan yang mengaturnya, yang tegas sehingga tidak terkesan semua orang asal ada kereta buat bejak langsung bisa narik. Jangan sampai kita ada masalah yang terjadi kemana konsumen harus mengadu. Yang korban akhir konsumen.

Jujur harus kita akui, naik sedaco ( baca ; labi – labi ) secara ekonomis kita lebih hemat dibandingkan dengan naik kereta, anak sekolah pulang pergi cuma Rp.4000,- ( Toa – Takengon / kebayakan Takengon / Paya Tumpi Takengon ). Tapi dengan naik kereta berapa biaya yang harus kita keluarkan. Sekarang semua tinggal kenangan.

4. Sampah

Permasalahan sampah dikawasan di kota Takengon saat ini disebabkan beberapa parameter yang saling berkaitan, yaitu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, pola konsumsi masyarakat, pola keamanan dan perilaku penduduk, aktivitas fungsi kota, kepadatan penduduk dan bangunan, serta kompleksitas problem transportasi.

Semua parameter yang disebutkan tersebut saling berinteraksi, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yang sangat signifikan. Kita lihat, parit – parit yang ada diseputaran kota Takengon yang berhulu ke danau Laut Tawar, paling banyak mendapat kiriman sampah plastik yang wah, pempes, dan lain – lain sebagainya.

Pada tatanan kebijakan, perlu dilakukan mainstreaming pembangunan berkelanjutan dalam setiap upaya pembangunan misalnya eksploitasi sumber daya alam dan pemanfaatan ruang yang berbasis ekologis, kampanye massif tentang hemat energi dan energi alternative terbarukan, serta mendorong terbangunnya infrastruktur lingkungan hidup diperkotaan.

Tuntutan hidup di seputaran kota Takengon telah menimbulkan gaya hidup yang serba cepat dan menuntut penggunaan fasilitas modern seperti alat-alat elektrik dan elektronik serta konsumsi energi yang terus meningkat yang ternyata telah menimbulkan dampak negatip serius bagi kehidupan kita.

Upaya untuk mewujudkan clean land, clean water dan clean air di kota Takengon perlu terus dilakukan, karena kualitas lingkungan yang buruk telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan manusia.

Masalah sampah yang berserakan diseputaran kota Takengon, bukan kita terus saling menyalahkan atau terus mencari kambing hitam. Tapi mari kita cari solusinya. Salah satunya antara lain sebagai berikut :

1..Sosialisasi full kepada masyarakat akan perubahan paradigma tentang kelola sampah, olah sampah dari hulu (rumah/pasar), hal ini yang paling rumit diantara rentetan pengolahan sampah. Masyarakat harus dibiasakan memilah sampahnya. Selain masalah kesehatan juga sangat perlu adanya sentuhan spiritual dan ekonomi dalam menyikapi masalah persampahan ini.

2. Pemerintah perlu memberi subsidi silang kepada masyarakat hal pengadaan kantung sampah kresek berwarna (Kuning untuk sampah anorganik, hijau untuk sampah organic dan Merah untuk sampah beracun), atau minimal 2 warna : Hijau dan kuning dan ini diatur dalam perda tentang penggunaan system ini serta sanksi yang berat bila tidak dilaksanakan, bukan malah meninggikan retribusi sampah.

3. Segera pemerintah membuat perda tentang pengelolaan sampah. 4. Pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sampah. 5. Harus ada edukasi kepada masyarakat akan memperoleh wawasan lingkungan terhadap mitigasi pemanasan global, terciptanya lingkungan daerah yang bersih, juga terciptanya peluang kerja atau usaha baru baru dalam pengelolaan sampah.

6. Pemerintah harus membuat slogan – slogan yang bisa menimbulkan budaya membuang sampah pada tempatnya atau ancaman bagi mereka yang membuang sampah sembarang.
Permasalahan pencemaran lingkungan hidup diseputaran kota Takengon disebabkan terutama perilaku manusia yang tidak mengelola limbah dan sampah dari aktivitasnya secara benar.

Oleh karena itu, gerakan mengubah limbah dan sampah menjadi benda yang masih bisa bermanfaat bagi manusia dan lingkungan merupakan tugas yang mulia dan sepantasnya dihargai seperti kegiatan masyarakat lainnya. Memuliakan pekerjaan yang berhubungan dengan barang – barang sisa tentunya harus diikuti dengan penghargaan yang wajar terhadap orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut.

Penutup

Mengatasi permasalahan di kota Takengon yang sedemikian pelik haruslah tetap dipandang dengan sikap optimis. Saat ini disadari bahwa kita terlanjur pada pilihan pembangunan kota Takengon yang kurang tepat dan tidak terukur dari aspek ramah lingkungan. Dan kota Takengon dapat menerapkan konsep pembangunan perkotaan berkelanjutan secara cerdas, holistik, inovatif dan partisipatif dengan melibatkan orang – orang yang memang konsen dan peduli terhadap perkembangan kota Takengon.

Semua pihak harus dilibatkan, jaring aspirasi yang kreatif yang sifatnya membangun untuk kebaikan kota Takengon dimasa yang akan datang. Kebijakan – kebijakan yang diambil bukan hanya ditentukan satu atau beberapa kelompok yang berpotensi maha tahu apa yang terbaik bagi kota ini. Hilangkan kepentingan golongan atau kerlompok atau keuntungan sesaat yang mengorbankan kepentingan yang lebih besar di masa yang akan datang.

*Penulis seorang antropologi dan wakasek Bid. Kurikulum di SMAN 1 Timang Gajah yang berdomisi diseputaran Kota Takengon.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.