Oleh : Johansyah*
Ragam istilah bermunculan di masa pandemi Covid-19. Mulai dari lockdown, social distancing, physical distancing, isolasi, ODP, PDP, dan ragam istilah lainnya. Baru-baru ini muncul lagi istilah baru, yakni new normal.
Saya pun penasaran dengan istilah in, apa sebenarnya new normal? Untuk itu dalam uraian berikut ini saya akan mengulas istilah normal dan new normal dari berbagai sudut pandang, baik new normal terkait pandemi covid, maupun perspektif lainnya.
Pertama, kita awali dengan melihat arti kata normal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online normal adalah menurut aturan atau menurut pola yang umum; sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah; sesuai dengan keadaan yang biasa; tanpa cacat; tidak ada kelainan; bebas dari gangguan jiwa.
Lawannya adalah abnormal, yaitu tidak sesuai dengan keadaan biasa, atau mempunyai kelainan, atau tidak normal. Adapun upaya mengembalikan pada keadaan normal, kita sering menyebutnya normalisasi. Saya sering dengar kata ini saat ada pemberitaan tentang normalisasi sungai.
Yakni upaya pembersihan aliran sungai di kota-kota besar seperti Jakarta, mulai dari pembersihan sampah hingga pengerukan sehingga fungsi sungai sebagai penampung jalannya air, terlebih di saat banjir dapat maksimal.
Kedua, ada juga istilah paranormal. Merujuk pada kamus Besar Bahasa Indonesia juga, di sana dijelaskan bahwa paranormal adalah Pandangan masyarakat selama ini tentang seseorang yang menggunakan kekuatan indra keenam untuk melihat sesuatu yang jauh ke depan.
Namun ada orang-orang tertentu yang sanggup melakukan hal itu dan mampu melihat sesuatu yang tidak mampu dilihat oleh orang kebanyakan. ‘Orang-orang tertentu’ inilah yang terlanjur disebut paranormal. Penggunaan istilah ‘paranormal’ telah berkembang untuk merujuk pada ‘hal-hal yang bersifat klenik atau magis’. Sebagai contoh ‘paranormalis’ (orang yang mengaku paranormal).
Ketiga, new normal (normal baru). Munculnya istilah ini membuat banyak pihak penasaran, apa sebenarnya yang dimkasud dengan istilah ini. Yang jelas kemunculannya merupakan bagian dari dinamika menghadapi pandemi Covid-19. Tidak banyak yang paham.
Jangankan istilah ini, istilah-stilah sebelumnya yang muncul seperti social distancing, lockdown, physical distancing, isolasi, dan yang lainnya, banyak yang belum paham. Maklum, orang Indonesia suka istilah asing. Entah biar lebih keren, atau kerena memang bahasa Indonesia miskin kosa kata.
Tentang new normal dengan beragam referensi yang saya lacak, intinya merupakan tatanan hidup baru dalam menghadapi pandemi. Kita berusaha pada kehidupan baru seperti sedia kala dengan tetap mengikuti protokol kesehatan. Kita akan kembali beraktivitas dengan persyaratan yang harus dipenuhi.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita, menjelaskan new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Berdasarkan pandangan di atas, sebenarnya kita berat untuk mengatakan bahwa kehidupan kembali pada sedia kala. Ketika kita dihadapkan pada tatanan kehidupan baru, berarti itu bukan kehidupan normal, tapi dunia baru dengan kebiasaan baru yang harus dijalani.
Artinya bukan new normal, tapi memang benar-benar cara hidup baru. Jadi sesungguhnya yang normal aktivitasnya, sementara dalam menjalani aktivitas itu sendiri kita harus disiplin menjalankan prosedur yang telah ditetapkan.
Perspektif adat, negara, dan agama
Dengan merujuk pada pengertian normal pada awal pembahasan ini, yakni sesuai dan tidak menyimpang dari norma atau aturan. Artinya orang yang hidup normal itu adalah orang yang hidup sesuai aturan.
Dalam hal ini dapat kita lihat dari tiga sudut pandang; adat, negara, dan agama. Sebagai bagian dari sebuah suku tertentu, seseorang harus hidup berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang telah dipantik dalam lingkungan budayanya. Sebagai warga negara seseorang juga harus hidup berdasarkan ideologi dan falsafah negara tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.
Dan sebagai pemeluk sebuah agama-dalam hal ini Islam, seseorang harus hidup berdasarkan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh al-Qur’an maupun sunnah.
Pertama, Hidup normal menurut sudut pandang adat adalah hidup yang berpegang teguh pada nilai-nilai adatnya. Meskipun jaman telah berganti dan terjadi berbagai perubahan, dia tetap berpegang pada nilai-nilai luhur budayanya. Contohnya orang Gayo, yang harus tetap berpegang pada nilai-nilai adat Gayo, kapan dan di mana pun dia berada.
Sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Joni, bahwa hidup normalnya orang Gayo adalah tertib bermajelis, umet bermulie, keramat mupakat, dan edet pegerni agama.
Namun demikian orang Gayo harus tetap responsif terhadap perubahan dan mengikuti perkembangan jaman dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokal Gayo.
Artinya, kalau ada orang yang meninggalkan nilai-nilai luhur kearifan lokalnya dengan alasan mengikuti perkembangan jaman, saya menganggap pemahaman dan perbuatannya tidak normal. Ketika dia menyimpang dari nilai adatnya, berarti dia tidak hidup normal.
Kedua, Kehidupan normal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yakni taat dalam menjalankan Undang-undang dasar 1945 dan ideologi Pancasila. Kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan nilai-nilai keadilan.
Hidup di bumi Indonesia dengan mengenyampingkan nilai-nilai sebagaimana telah terumus dalam Pancasila adalah kehidupan yang tidak normal. Minsalnya adanya upaya penghapusan tentang pelarangan ajaran komunisme di Indonesia. Ini akan mengancam nilai ketuhanan dalam Pancasila yang bisa berakibat fatal bagi bangsa ini karena dapat membawa Indonesia pada kehidupan yang abnormal menuju kehancuran.
Terakhir, hidup normal perspekstif Islam. Yakni hidup berdasarkan nilai-nilai Islam. Sebagai seorang muslim kita harus memiliki landasan yang kokoh, yakni berdasarkan lima rukun Islam dan enam rukun iman yang terintegrasi dengan baik sehingga melahirkan sikap dan perilaku ihsan. Artinya sosok muslim yang normal itu adalah muslim yang hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.
Ketika seorang muslim merendahkan orang lain, mengambil hak orang lain, melakukan kecurangan, penipuan, tidak adil, menfitnah dan mengancam orang lain, serta melakukan berbagai tindak kekejian lainnya, itu artinya dia keluar dari kehidupan yang normal sebagai seorang muslim.
Sebagai manusia, wajar ketika kita melakukan kesalahan, dan keluar dari tatanan kehidupan normal karena hati kita diliputi berbagai potensi, salah satunya nafsu. Kondisinya persis seperti pandemi, yang pada akhirnya memaksa kita keluar dari kehidupan normal; menjaga jarak, menghindari kerumunan dan kontak fisik, dan mengurangi aktivitas di luar rumah agar tidak tertular virus.
Untuk mengembalikan kondisi ini, pemerintah kemudian memberlakukan new normal sebagai upaya menormalkan kembali dengan tetap berpegang pada protokol kesehatan.
Secara psikis kita juga perlu memberlakukan normal baru atau normalisasi dengan berusaha membersihkan virus-virus batin dalam hati kita. Caranya dengan berusaha melumpuhkan sifat dengki, iri, ambisi berlebihan, dendam, dan sifat buruk lainnya agar kita dapat kembali pada kondisi kehidupan normal secara sikap dan perilaku sebagaimana layaknya manusia.
*Pemerhati Pendidikan, Sosial-Keagamaan