Satwa Pun Punya Rasa Hormat Kepada Pemimpinnya

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Rasa kopi pagi ini pahit dan suram. Bendera tidak berkibar dan cerutu tidak menyala. Persatuan pecah dan tidak ada lagi berbagi kekhawatiran. Masing-masing akan memendam masalahnya sendiri. Nyata sudah, ancaman terbesar manusia adalah dirinya sendiri.

Begitulah gambaran keadaan negeriku dengan nuansa alam yang indah, halus dan lembut. Berbanding terbalik dengan karakter bupati dan wakil bupatinya yang keras kepala.

Betapa tidak, sudah dua kali pimpinan datang dari provinsi menginisiasi untuk berdamai. Sayang masing-masing mempertahankan ego mental kekuasaan yang rendah dan hina.

Dalam kesendirian aku sering merenung. Mereka ini diciptakan dari tanah apa? Tanah sengketakah? Mengapa orang-orang memilihnya sebagai pemimpin? Ah, aku cepat menepis fikiran negatif itu.

Meskipun aku tahu, siapa mereka, tapi jangan khawatir bapak-bapak yang terhormat, cintaku tidak ada lusuh pada negeri ini.

Kesimpulan sementara, dalam kasus ini, satwa pun masih punya rasa hormat pada pemimpin kaumnya. Ambillah pelajaran dari prilaku satwa. Jangan pernah lagi menyebut mereka biadab. Sesungguhnya yang biadab itu adalah manusia; memperkosa, membunuh, merampas, korupsi dan rakus.

Anjing berburu karena makanan, rusa berlari untuk hidup. Meski demikian mereka saling menghormati dalam menjalankan sumpahnya sebagai hak Allah dan hak Adam. Bandingkan prilaku anjing dan rusa dengan mereka yang disumpah di bawah kitab suci.

Dalam hati ini yang paling dalam, aku ingin manusia bersatu dalam kasih sayang. Berdamailah! Percayalah, tidak ada pahlawan di antara pencuri. Jangan jadikan negeri ini menjadi tempat, “Berziarah ke kota yang tidak suci.”

(Mendale, Rabu, 3 Juni 2020)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.