PENGUMUMAN Abuya Sarkawi mundur sebagai Bupati Bener Meriah menyebar cepat dilingkungan masyarakat Aceh. Sarkawi mengatakan pengunduran dirinya itu langsung dihadapan ribuan ummat shalat Ied Idul Fitri 1441 H di Lapangan Mesjid Agung Babussalam, Kabupaten Bener Meriah.
Ini menjadi catatan penting dalam sejarah Bener Meriah, karena kita semua percaya tidak mudah untuk menjadi Bupati. Butuh usaha, kerja keras, dan biaya. Namun Abuya Sarkawi ingin mundur. Ada apa dengan Sarkawi?
Cerita Sarkawi hampir mirip dengan rumor tentang Presiden Korea Utara Kim Jong-un yang dikabarkan meninggal karena salah operasi jantung, tetapi kemudian Kim Jong-un tampil di hari buruh, walau berbagai spekulasi kemudian ditumpahkan, banyak yang menyebut sosok yang tampil di hari buruh bukan Kim Jong-un, tetapi duplikasinya yang memang mirip.
Efek kabar presiden Korea Utara meninggal itu kemudian memunculkan spekulasi siapa penggantinya. Disinilah sebenarnya inti trik Kim Jong-un untuk melihat mana kawan dan mana lawan sesungguhnya. Dalam politik itu sangat biasa, bahkan Irwandi Yusuf di awal menjadi Gubernur periode 2007-2012 pun sempat memainkan trik itu, beliau dinyatakan strok berat di Singapore, namun tidak lama berselang kembali muncul di publik. Kemunculan pertama Irwandi pasca “Sakit” itu saya hadir di Hotel Hermes. Intinya di guyon Irwandi menyinggung banyak hal, termasuk yang senang dengan dirinya mengalami “strok”.
Tidak jauh beda dengan trik Bupati Bener Meriah Abuya Sarkawi yang minta mundur ketika dia sendirian memimpin Bener Meriah. Sementara disisi lain, banyak kelompok sibuk mencari siapa calon wakil bupati yang tepat mendampingi Abuya.
Diperjalanannya, bidikan yang manis, terlihat jelas kelompok-kelompok yang memang meninginkan Sarkawi mundur sebagai bupati, dan disisi lain banyak pihak yang inginkan Abuya Sarkawi tetap menjadi memimpin rakyat Bener Meriah, termasuk belakangan mantan bupati Bener Meriah Ahmadi lewat Istrinya menitip pesan agar Abuya Sarkawi jangan mundur.
Pesan Ahmadi itu menjadi penting, sebab dialah Ketua Golkar yang menjadi Bupati Bener Meriah. Ahmadi adalah Bupati pasangan Abuya Sarkawi yang telah bekerja keras bersama Abuya menuju tampuk pimpinan. Kenapa Ahmadi meminta Abuya jangan mundur dan meneruskan kepemimpinan disana? Tentu ini pertanyaan lain lagi, sebagian menganalisa Golkar Bener Meriah Pecah dan inginkan Sarkawi mundur dan Golkar tetap menjadi pemeran utama sebagai partai penguasa yang memiliki kursi terbanyak di parlemen.
Bagi saya–Abuya Sarkawi memang politisi yang patut mendapat tempat di Bener Meriah. Selain sosok ulama yang kental, dia tidak inginkan kisruh berlebihan yang dapat menganggu kebijakan, selain memang dia harus menjalankan perannya sebagai ulama yang mendapat mandat memimpin rakyat Bener Meriah. Jadi tidak heran banyak pihak kemudian mendorong Abuya Sarkawi tetap tegar dan tidak mundur dari jabatannya, agar Bener Meriah tidak dipimpin oleh orang-orang jahat, karena orang baik memang menolak menjadi pemimpin.
Pertarungan ini pasti akan terus bergelinding, namun itu biasa. Bener Meriah memang sedang berada di tanah yang “Panas”. Dari nama kabupaten yang salah Bener Merie menjadi Bener Meriah, sudah membuktikan kabupaten ini kurang beruntung, banyak pemimpinnya tersandung masalah, walau secara kasat mata sosok seperti mantan bupati terdahulu Ruslan Abdul Gani yang dikenal lurus, juga mendapat masalah. Ahmadi sebagai bupati termuda pada pilkada lalu dinilai cerdas namun juga tersandung bermasalah, kini Abuya Sarkawi memimpin Bener Meriah malah ingin segera mundur dari jabatannya.
Seharusnya, inilah saat Abuya Sarkawi meluruskan sejarah “pahit” Bener Meriah dengan pemimpin-pemimpinnya. Membuktikan Bener Meriah sebagai tanah bersejarah Gayo yang penuh intrik menjadi tanah “aulia”.
Sebagai ahli Agama Abuya memang tidak harus meninggalkan kekuasaannya sebagai bupati, disini ada pertarungan yang harus diluruskan untuk anak cucu Bener Meriah, menjadikan politik kekuasaan sebagai politik “santun”, sebab tanah aulia adalah tanah yang menjadi guru bagi daerah-daerah lain.
Kita semua tersadar apabila sejarah politik kekuasaan di Bener Meriah punya cerita kelam sejak berabad-abad lalu. Sejarah Politik kekuasaan yang mengorbankan Merah Mege, anak bungsu Muyang Mersa, dari enam saudaranya yang ingin membunuhnya hanya gara-gara takut kehilangan kekuasaan, begitu juga pembunuhan terhadap Bener Merie, semata-mata karena takut kekuasaan berpindah. Cerita itu kemudian melekat pada Tari Guel, tarian khas Tanoh Gayo. Tidak ada yang dapat menebak siapa penciptanya, selain gerakan “hipnotis” saja yang banyak disebut “Sufistis”, yang artinya ada keterlibatan ulama. Maka sangat pantas, apabila Abuya Sarkawi yang saat ini berada sebagai pengambil kebijakan, meluruskannya kembali. Mengembalikan Bener Meriah menjadi Bener Merie, menunjukan politik kekuasaan tidak harus dengan saling membunuh, dan sebagai ulama tetap menjadi “guru” kekuasaan untuk meluruskan kembali Bener Meriah sebagai daerah ulama yang sesungguhnya. Lawan kelicikan dan kejahatan dengan satu kebaikan saja. Mari luruskan sikap khawatir kehilangan pengaruh, kuasa, irihati dan dengki dari pelaku politik di negeri “Bener Merie” ini.[]
*Jauhari Samalanga Dewan Redaksi LintasGayo.co