Catatan : Johansyah*
Tadi malam, ada sebuah pesan whatsapp masuk di grup alumni Permata. Innalillahi wainna ilaihi rajiun, Prof. Dr. M. Nasir Budiman, Guru Besar Pendidikan Islam UIN Ar-Raniry, telah dipanggil oleh Allah Swt. Tepat di hari raya Idul fitri, 1 syawal 1441 hijriyah atau bertepatan dengan 24 Mei 2020 masehi.
Selama kurang lebih tiga tahun terakhir beliau berjuang melawan sakitnya. Terakhir ketika januari 2019 lalu saya ke Banda Aceh, menyempatkan diri mampir ke tempat beliau.
Waktu itu kondisinya sudah sangat menyedihkan. Beliau tidak dapat lagi berkomunikasi dengan kita walaupun masih mengenal siapa yang datang. Sungguh saya kaget waktu itu, beliau yang dulu gagah, terbaring tidak berdaya, kurus dan hampir tidak bisa dikenali. Otak di bagian kepalanya dioperasi dan harus di pindahkan ke bagian perut.
Kita tentu merasa kehilangan dengan kepergian Prof. Nasir. Saya pribadi sangat mengenal beliau, karena sejak dari S1 hingga S3 selalu bertatap muka dengan beliau di bangku kuliah. Bagi saya beliau adalah sosok teladan. Banyak ilmu yang saya peroleh dari beliau, baik di bangku kuliah, maupun dari melalui interaksi selama bergaul di luar kuliah dengan beliau.
Saya sering berkonsultasi tentang berbagai hal dengannya. Rasanya setiap konsultasi dengannya ada saja solusinya. Tipe beliau senantiasa menyemangati dan mendorong mahasiswanya agar cepat selesai. Saya tidak pernah melihatnya marah atau mendengar kata-kata yang tidak pantas yang tercetus pada mahasiswa. Beliau senantiasa membimbing para mahasiswa dengan penuh kesabaran.
Walau begitu, jiwa humor beliau juga cukup tinggi. Di sela-sela kuliah terkadang muncul kalimat-kalimat lucu sehingga membuat ruangan jadi gempar penuh tawa. Tapi lucunya ilmiah. Pernah suatu saat teman saya mempresentasikan makalah. Di sana ada terselip kalimat ‘seutuhnya’ beberapa kali.
Hingga setelah presentasi, kata beliau; ‘kata-kata ini kalau di depan si Johan jangan sering di sebut, sebab di daerahnya Gayo, ini lain maknanya. Ingat ya’, katanya sambil senyum. Saya agak merasa susah juga. Teman lain banyak yang belum tau maksudnya. Usai kuliah, baru teman-teman tanya, apa yang dimaksud beliau tadi? Lalu saya jelaskan maknanya dalam bahasa Gayo, mereka pun tertawa.
Sekilah riwayat, karya dan kiprah beliau
Prof. Nasir adalah putra Aceh Barat. Dilahirkan di Keude Linteung pada tanggal 2 Januari 1957. Memulai pendidikan di MIN Keude Linteung (969). Lalu melanjukan pendidikan ke MTsAIN Keude Linteung (1972). Pendidikan menengah atas beliau tempuh di PGAN Meulaboh (1973), dan PGAN 6 Tahun juga di tempat yang sama, selesai pada tahun 1975. Selepas aliyah, mengambil Sarjana Muda Bahasa Arab di IAIN Ar-Raniry dan selesai pada tahun 1980.
Belum puas dengan perolehan tersebut, beliau melanjutkan pendidikan ke sarjana lengkap bahasa Arab dan selesai pada tahun 1983. Beliau berkesempatan melanjutkan pendidikan magister konsentrasi pendidikan Islam di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan merampungkannya pada tahun 1990. Di tempat yang sama juga beliau juga akhirnya menempuh jenjang pendidikan tertinggi yaitu S3 pendidikan Islam dan selesai pada tahun 1996.
Sebagai akademisi yang konsen pada pendidikan Islam dan sebagai intelektual muslim, Prof. Nasir banyak menulis buku dan artikel terkait dengan pemikiran dan dinamika pendidikan Islam. Di antara karyanya; 1) tahriqah al-muaqasyah fi al-tadris, Risalah Sarjana Muda, 1980; 2) Tadris al-Lughal al-Arabiyah wadauruha fi Tadris, Skripsi Sarjana Lengkap, tahun 1983; 3) Kesehatan Mental Islami dan Aktualisasinya dalam Keluarga, Tesis tahun 1990; 4) Pendidikan Moral Qur’ani,Strategi Belajar Mengajar Pada MAN Se-Daerah Istimewa Aceh, Disertasi, 1996; 5) Fakultas Tarbiyah Sebagai LPTK Pendidikan Agama, Jurnal Ar-Raniry, 1997; 6) Ulama Dayah Dalam Perspektif Santri, Penelitian, 1998; 7) Pendidikan Agama Islam Pada SMU se-Kota Banda Aceh, penelitian, 1998; 8) Jurusan Kependidikan Islam, Prospek pada Afta 2003, Jurnal Didaktika, 1999; 9) Pemberdayaan Kurikulum LPTK, Jurnal Syntesa, 2001; 10) Pengembangan Sistem Pendidikan Islam dalam Konteks Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh, Jurnal Islam Futura, 2001.
Adapun karya buku beliau, di antaranya; 1) Ilmu Pendidikan, tahun 2000; 2) Pendidikan dalam Perspektif Islam, tahun 2001, 3) Ideologi Pendidikan Qur’ani, Gagasan dan Tawaran, 2016; 4) Kepemimpinan Dalam Islam, Suatu Tinjauan Normatif, tahun 2016. Sebenarnya masih banyak lagi karaya beliau yang tidak dapat dimuat semua dalam artikel ini, baik dalam bentuk makalah, buku dengan gabungan beberapa penulis, dan lain-lainnya.
Selain menjadi dosen, Prof. Nasir pernah menjadi guru di kampung halaman, Keude Linteung pada tahun 1996/1997. Menjabat sebagai sekretaris jurusan Tadris Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry tahun 1986/1988. Beliau juga pernah menjadi ketua Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry pada tahun 1996 hingga 1997.
Menjadi pembantu dekan bidang akademik dan kemahasiswaan pada Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry pada tahun 2000. Pada saat Prof. Yusni Saby, Ph.D menjadi rektor, beliau diangkat menjadi pembantu rektor satu. Masa Prof. Farid Wajdi Ibrahim, beliau sempat juga menjabat sabagi Dekat Fakultas Sospol UIN Ar-Raniry.
Berdasarkan kiprahnya di dunia akademik, maupun dari tulisan-tulisan yang dihasilkan, dapatlah dipahami bahwa betapa beliau menekankan pentingnya pendidikan akhlak dalam dunia pendidikan, baik keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Kajian-kajian beliau banyak yang menggunakan pendekatan tafsir tematik dalam mengurai esensi pendidikan Islam, dan semua itu dapat dilihat dari beberapa karyanya.
Bepulang di Idul Fitri, Semoga Fitri
Beliau berpulang tepat di idul fitri 1441 hijriyah sekitar jam 18.00 WIB. Hal ini mungkin yang terbaik bagi beliau yang sudah ditimpa sakit akut beberapa tahun terakhir. Kita berharap, semoga kepulangan beliau di hari raya idul fitri benar-benar fitri bagi beliau. Pulang ke haribaan-Nya dengan ampunan dan naungan kasih sayang-Nya. Kita tentu kehilangan sosok guru besar yang sederhana, bersahaja, dan penyabar. Sulit untuk mencari penggantinya.
Kalimat terakhir yang berkesan dari beliau bagi saya adalah ketika menyarankan saya agar pindah ke dosen. Bisa ke UIN Ar-Raniry, atau pindah saja ke STAIN Gajah Putih (sekarang IAIN Takengon). Beliau siap membantu jika memang diperlukan. Usulan beliau itu saya pertimbangkan, meskipun hingga sekarang belum lagi terwujud karena sesuatu dan lain hal.
Tapi saya juga teringat kalimat beliau; ‘di mana pun kita, yang penting berkarya dan berbuat baik, sehingga dihargai’. Selamat jalan guru kami dan terima kasih telah memberikan ilmu bermanfaat pada kami. Ini menjadi amal jariyah bagimu. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan menampatkanmu pada posisi yang layak di sisi-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.
*Salah Satu Peserta Didik Prof. Nasir Budiman