Catatan : Fathan Muhammad Taufiq*
Informasi terakhir dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Magetan menyebutkan, sampai dengan hari ini, sudah 30 santri Pondok Pesantren Al Fatah Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan yang sudah dinyatakan positif covid-19.
Ini baru pasien yang diisolasi di komplek pondok pesantren tersebut, belum tercatat santri yang sudah pulang ke daerah atau negara asal mereka. Seperti diketahui, pondok pesantren yang tiba-tiba menjadi viral akibat kasus covid ini memiliki ribuan santri yang berasal dari berbagai daerah bahkan dari manca negara.
Untuk daerah Aceh, terakhir sudah tercatat 2 orang santri asal pondok pesantren Al Fatah Temboro ini yang dinyatakan positif covid berdasarkan hasil test swab, yaitu dua santri asal kabupaten Aceh Tamiang.
Dan tadi malam, dua santri lagi dari kabupaten Bener Meriah yang dirujuk ke Rumah Sakit Umun Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) Banda Aceh karena hasil rapid test menunjukkan reaktif Corona.
Dari investigasi yang dilakukan oleh Polda Aceh, ada puluhan santri pondok pesantren ini yang berasal dari Aceh dan saat ini sudah kembali ke Aceh, memang semuanya langsung menjalani karantina. Namun kondisi terakhir ini membuat daerah asal para santri ini menjadi was-was dan khawatir.
Telepas dari satatus sebagai cluster baru covid-19, Pondok Pesantren Al Fatah atau yang dikenal dengan sebutan Pesantren Temboro ini memang fenomenal.
Pesantren Al-Fatah, yang terletak di Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan, Jawa Timur ini, selain merupakan salah satu pesantren besar di Jawa Timur, juga sudah memiliki cabang 164 lokasi, baik dalam maupun luar negeri, juga menonjol dari sistem yang diterapkan di pesantren tradisional umumnya. Artinya jaringan manajemen pondok pesantren ini sangat baik dan luas.
Ribuan santri tercatat belajar di berbagai tingkatan pendidikan di pesantren ini, mereka berasal dari hampir semua daerah di Indonesia bahkan sebagian mereka berasal dari 20 negara luar. Ini membuktikan bahwa pesantren ini dikelola dengan manajemen yang sangat baik, sehingga eksistensinya mendapat pengakuan dari seluruh pelosok negeri bahkan manca negara.
Menurut catatan sejarahnya , Pondok Pesantren Al-Fatah Temboro ini dibangun pertama kali pada tahun 1961. Pendirinya bernama adalah seorang kyai dari kalangan Nahdhatul Ulama yaitu KH. Mahmud Cholid Umar.
Estafet kepimimpinan pondok pesantren ini kemudian diteruskan oleh putra beliau yang bernama KH. Uzairon Thoifur Abdillah, yang wafat pada tahun 2014. Saat ini pesantren dipimpin oleh dua adik Kyai Uzairon, yaitu KH Umar Fathullah dan KH. Ubaidillah Ahror. Ini artinya kepemimpinan pesantren ini secara turun temurun dan pada saat ini berada dapam pengelolaan generasi kedua.
Pesantren ini kemudian dikenal dengan sebutan ponpes Temboro, karena hampir 50 persen luas desa Temboro ini menjadi aset pondok pesantren ini, sehingga desa Temboro berubah menjadi Desa Santri karena di desa ini sudah membaur antara penduduk desa dengan para santri.
Lokasi pesantren juga tidak menyatu dalam satu komplek, tapi menyebar di seluruh penjuru desa dan beselang selang dengan pemukiman penduduk.
Di desa ini, pesantren Al Fatah memiliki enam gedung besar berkapasitas ribuan orang yang merupakan asrama para santri, baik putra maupun putri. Itu belum termasuk gedung sekolah, beberapa masjid, koperasi, gudang, unit-unit usaha pondok pesantren, dapur umum, lapangan memanah, kandang kuda, kandang onta, peternakan ayam, hanggar, dan lain-lain.
Yang mungkin bikin geleng-beleng kepala, adalah Masjid utamanya, luas masjid untuk sholat Jumat ini tidak kurang dari 2 hektar.
Jangan terkejut juga dengan jumlah santri di pesantren ini, saat ini jumlahnya lebih dari 22 ribu orang baik putra maupun putri, dimana 19 ribu santri diantaranya berasal dari berbagai daerah dan manca negar dan tinggal di asrama.
Untuk santri asing saja yang berasal dari manca negara jumlahnya mencapai 925 orang. Mereka datang dari berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Vietnam, Selandia Baru, Afrika Selatan, Tunisia, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya.
Dengan komposisi santri seperti ini, pesantren ini menjadi sebuah pesantren yang heterogen dan memungkinkan interaksi fisik antar orang dari daerah dan negara yang berbeda.
Sementara dari dalam negeri, para santri pesantren ini datang dari hampir semua daerah seperti Aceh dan hampir semua daerah di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, Nusa Tenggara, dan lain-lainnya, belum lagi dari wilayah Jawa Timur sendiri.
Sistem pendidikan di pesantren ini sebenarnya sama saja dengan pesantren terpadu lainnya, yaitu ada tingkatan formal mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (tingkat dasar), Madrasaha Tsanawiyah (tingkat menengah pertma) dan Madrasah Aliay (tingkat menegah atas). Selain itu pesantren ini juga punya program khusus seperti kajian Kitab Kuning, Tahfidz dan Lebaga dakwah.
Yang membuat para orang tua tertarik memondokkan anaknya di pesantren ini, salah satunya adalah jam belajar yang ketat, sehingga begitu tamat, para santri sudah menguasai berbagai ilmu agama. Jam belajar di pesantren ini dari jam 03.00 hingga 23.00 malam, hanya ada waktu istirahat sekitar 5 jam.
Demikian juga dengan tradisi pesantrennya, mereka biasa baca shalawat sama-sama, baca barzanji, dan dzikir lainnya. Khusus untuk pelajaran pesntren, para santri belajar secara lesehan, yaitu duduk di lantai beralaskan tikar, sementara gurunya duduk di atas meja kecil, mempertahankan tradisi pesantren tradisional di Jawa, dan ternyata metode ini masih relevan dan efektif.
Para santri bisa full time karena konsumsi bagi santri sudah disediakan oleh pihak pesantren. Satu lagi, belajar mereka tidak terganggu karena tidak ada fasilitas elektronik yang dijinkan untuk santri, baik televisi maupun hand phone.
Itulah sekelumit gambaran tentang pesantren Temboro yang kini viral gegara sekarang menjadi salah satu kluster covid terbesar di Jawa Timur. Awalnya pengelola pesantren tidak menduga bahwa pesantren ini bisa jadi pusat sebaran covid, karena secara rutin pengelola pesantren melakukan pemeriksaan kesehatan bagi para santri.
Kenyataan bahwa sudah terjadi penularan covid secara masif di pesantren ini justru pertama kali didapat dari pemerintah Malaysia, yang mengkonfirmasi bahwa santri yang baru pulang dari Pesantren Temboro ini positif covid.
Dari informasi tersebut, kemudaian pihak pesantren bersama pemerintah daerah kabupaten Magetan melakukan rapid test dan swab terhadap santri yang masih tinggal di pesantren, dan hasilnya sangat mengejutkan, karena ada puluhan santri terpapar covid.
Dengan jumlah santri puluhan ribu dan berasal dari berbagai daerah dan negara, kontak fisik antar santri memang tidak dapat dihindarkan, ini mungkin menjadi salah satu poenyebab munculnya cluster covid di pesantren ini. Mobilitas santri dari ke pesantren yang cukup tinggi, juga menjadi salah satu pemicu. Yang lebih mengejutkan, mereka yang terpapar covid di pesantren ini, ketika dilakukan rapid test, nyaris tanpa gejala.
Tak perlu disesali, tak perlu menyalahkan siapa-siapa, yang penting adalah mencari solusi, pihak pesantren sudah melakukan isolasi dan pemerintah daerah setempat melakukan penanganan. Semoga pandemi ini segera berakhir, dan kesan bahwa pesantren sebagai pusat penyebaran covid segera berakhir.
Cluster covid bisa muncul dimana saja, bukan Cuma di pesantren, tapi juga di pasar seperti kasus di Padang, di Masjid seperti di Kebon Jeruk Jakarta, di Gereja seperti di Gereja Bethel Jawa Barat.Ini taqdir dari yang maha kuasa, tak seorangpun mampu menolaknya, hanya ikhtiar dan do’a yang bisa kita lakukan.
Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa musibah datang tanpa aba-aba, sikap hati-hati dan waspada adalah pilihan bijak kita. []