Oleh : Dr. Hamdan, MA*
Pada dasarnya bagi yang suka menela’ah kitab-kitab karya ulama, tidak ada yang asing dengan sosok Syekh Yusuf Qardhawi. Beliau adalah seorang ulama kontemporer yang sangat tinggi keilmuannya. Selain itu, beliau juga seorang penulis yang sangat produktif.
Jarang sekali ulama kontemporer yang mampu menyaingi beliau dalam kepedulian terhadap ummat dengan kitab-kitab beliau yang begitu berjubel.
Salah satu kitab yang beliau karang adalah fi fiqh aulawiyyat dirasah jadidah fi dhau’i Quran wa Sunnah. Pada dasarnya kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia oleh Baharuddin dan diterbitkan oleh Rabbani Press dengan terjemahan yang berjudul: fiqh prioritas, satu kajian baru berdasarkan al-Quran dan As-sunnah.
Buku tersebut membahas tentang beberapa kedudukan dan keutamaan dalam mengatur segala sesuatu yang sesuai dengan tempatnya secara adil dari sudut hukumnya. Di mana dalam Islam amal terkadang memiliki perbedaan kedudukan tergantung pada tingkatan kedudukan amal tersebut.
Ketika penulis akan mengurai sedikit mengenai hal tersebut, bukan berarti penulis berkeinginan untuk mengikhthishar (meringkas) isi buku beliau. Namun sebagai pijakan dalam mengkritisi sebagian pemahaman umum yang salah walaupun penulis khususkan dalam pelaksanaan ibadah pada bulan ramadhan ini.
Pada prinsipnya ketika seseorang tidak memahami ajaran Islam secara baik dan juga tidak memahami dasarnya seseorang dalam melaksanakan satu amalan, acapkali akan melakukan kekeliruan dalam amal ataupun seseorang akan jatuh pada mispersepsi ataupun miskonsepsi.
Dasar pijakan kitab fiqh aulawiyyat atau fiqh prioritas adalah al-Quran maupun sunnah. Landasannya cukup kuat dan diamalkan secara mendasar oleh Rasulullah Saw berikut sahabat dan ulama pilihan ummat, walaupun satu sisi Syekh Yusuf Qardhawi meletakkan kaidah yang kuat dengan menyusun satu buku panduan tentang kaidah beramal.
Dalam pandangan penulis, di bulan ramadhan yang penuh berkah dan keutamaan, seandainya kita tidak menerapkan sedikit pemahaman fiqih prioritas maka cenderung amalan kita terkadang akan melakukan dan mengutamakan sesuatu yang bukan prioritas di atas yang prioritas.
Secara sederhana, fiqh aulawiyyat ataupun fiqh prioritas adalah pemahaman yang harus dipahami oleh seorang muslim untuk beribadah dan beramal dengan mengetahui dan memahami manakah amalan yang dilakukan olehnya yang paling utama, utama dan tidak utama.
Pemahaman tentang fiqih prioritas di samping itu juga merenungi amalan yang sudah dilalui adalah sangat penting agar tidak jatuh ke dalam sebuah kekeliruan ataupun mispersepsi terhadap amalan yang sudah dilakukan.
Kasus yang pertama, dalam bulan ramadhan ada beberapa contoh yang bisa penulis sampaikan sebagai gambaran. Sudah menjadi kebiasaan sebagian orang jika datang bulan ramadhan akan menyambutnya dengan senang hati dengan harapan bisa melakukan puasa dengan baik.
Namun banyak yang tidak berlandaskan pada pondasi ilmu yang memadai, baik bagi yang sudah pernah melakukan puasa ataupun yang baru melaksanakan ibadah tersebut sehingga dikarenakan ketiadaan ilmu yang memadai dalam melaksanakan puasa, dan juga menggunakan moment di bulan Ramadhan, sehingga sering menjadi sia-sia.
Beragam tingkatan kesia-siaan tersebut padahal pada dasarnya ilmu adalah penuntun sebuah amalan bagi yang baru memulai kewajiban tersebut. Minsalnya anak-anak mungkin proses penyerapan ilmu mengenai puasa bukanlah sesuatu yang dituntut, namun bagaimana dengan kita yang bertahun-tahun sudah melakukan puasa, tapi ilmu tentangnya tidak bertambah.
Kedua, tidak sedikit yang lebih mengutamakan puasa dari pada shalat apakah dengan kesadaran ataupun tidak. Padahal shalat lima waktu lebih utama kedudukannya dari puasa Ramadhan, walaupun ada yang mengatakan bahwasanya puasa ramadhan lebih utama dari shalat lima waktu. Namun hanyalah sebuah kajian bukan memilih yang mana akan dilakukan.
Tidak sedikit orang yang berpuasa tapi tidak melakukan shalat. Hal ini sangat berbahaya ketika seseorang meninggalkan shalat lima waktu. Minsalnya banyak yang mengatakan bahwasanya puasanya tidak sah sia-sia, kendatipun masih ada ulama yang menjelaskan bahwasanya puasanya sah jikalau memenuhi syarat dan rukunnya.
Seseorang yang meninggalkan shalat lima waktu dan juga ada yang meninggalkan kewajiban-kewajiban yang lainnya haruslah memahami jikalau seseorang meninggalkan puasa dan juga shalat lima waktu karena mengingkari kewajiban shalat lima waktu dan juga puasa tersebut, akan menjadikannya murtad, nauzubillah.
Jikalau meninggalkan shalat lima waktu dan juga puasa dikarenakan malas, masih ada harapan untuk diganti.
Keyakinan bahwasanya puasa lebih utama dari shalat lima waktu akan berimbas pada banyak keluarga ketika melakukan puasa ramadhan ketika sahur membangunkan anak anaknya untuk sahur agar kuat melakukan puasa, namun ada yang tidak peduli terhadap anak anaknya apakah anak anaknya shalat lima waktu ataupun tidak. Bahkan ketika subuh tidak mau membangunkan anak untuk shalat subuh.
Ketiga, sangat besar ganjaran yang diperoleh ketika seseorang bisa melakukan shalat tarawih dengan sendiri ataupun berjamaah. Ketika bulan Ramadhan muncul akan terbayang di benaknya untuk melakukan shalat tarawih di mesjid bersama-sama, bahkan banyak yang mengatakan kita shalat tarawih di mana ya?
Ketika ramadhan tahun ini ada himbauan untuk beribadah tarawih di mesjid, banyak yang komplin. Sebenarnya ketika hal tersebut terjadi sangatlah baik berarti kesadaran keagamaannya muncul.
Namun demikian ada satu yang menarik untuk kita kaji saat pasca ramadhan. Mengapa mesjid yang sebelumnya Ramai pada waktu isya kembali sunyi? Ini dikarenakan ketika ramadhan muncul orang meramaikan masjid untuk bertarawih secara berjama’ah.
Prioritasnya bukan melaksanakan shalat lima waktu berjama’ah. Padahal melaksanakan shalat lima waktu berjam’aah lebih utama dari melakukan shalat tarawih berjamaah di masjid.
Seandainya ramainya jama’ah masjid dikarenakan shalat lima waktu berjama’ah sebagai mana ramainya jama’ah ketika melakukan shalat tarawih, maka ketika berlalunya waktu ibadah puasa ramadhan kita tidak khawatir masjid akan sunyi karena prioritasnya memang shalat lima waktu.
Sebenarnya masih banyak hal yang lainnya menurut pandangan penulis perlu ditela’ah secara mendalam terkait ibadah-ibadah yang prioritas. Namun tidak dijelaskan pada artikel kali ini. Insya Allah akan dilanjutkan pada kajian berikutnya.
*Dosen IAIN Takengon dan Anggota MPU Aceh Tengah