Ecuador secara geografis mirip dengan Indonesia. Negara ini juga terletak di garis khatulistiwa. Kini negara itu tengah berjuang keras menghadapi serangan virus mematikan Covid-19.
Dari beberapa sumber, dalam beberapa minggu terakhir, situasi di Guayaquil sama sekali tak pernah terbayangkan oleh para penduduknya. Ratusan jenazah tergeletak di jalan, diabaikan selama berhari-hari lantaran diduga terjangkit Covid-19.
Guayaquil merupakan kota pelabuhan terbesar di Ekuador. Kota ini terletak di provinsi Guaya, ibu kota Ekuador, salah satu daerah padat penduduk dan kumuh di wilayah itu. Sekarang, kota ini mencekam dengan jasad-jasad terabaikan di jalanan. Banyak penduduknya kerap melanggar perintah lockdown yang diberlakukan pemerintah Ekuador sejak 17 Maret saat kasus positif Covid-19 di negara ini masih 53 kasus.
Akibatnya, kapasitas rumah sakit, kamar dan kantung mayat, hingga tempat pemakaman tak mampu menampung mereka yang meninggal. Guayaquil menjelma menjadi “kota mayat”. France 24 melaporkan sekitar 800 jenazah dikeluarkan dari rumah-rumah oleh kepolisian yang ditugaskan oleh satgas yang dikhususkan mengurus kematian oleh pemerintah.
Dikutip dari BBC, jumlah korban jiwa dari satu provinsi menunjukkan ribuan orang telah meninggal dunia. Pemerintah mengatakan, 6.700 orang tewas di provinsi Guayas dalam dua minggu pertama April, jauh lebih banyak daripada 1.000 kematian di sana dalam periode yang sama.
Kini Ecuador menjadi salah satu negara yang paling kuwalahan menghadapi serangan virus corona. Mayat-mayat tergetak dijalanan, luar rumah atau rumah sakit. Jasad-jasad itu hanya dibungkus menggunakan terpal, banyak yang sudah bengkang dan dikerumuni lalat karena belum ada petugas yang mengevakuasi.
Sebagaimana dilaporkan New York Times, menyebut bahwa informasi dokter mengatakan tidak ada cukup tes di negara ini. Sehingga lebih sulit untuk mengidentifikasi dan mengisolasi orang sakit untuk mencoba menghentikan penyebaran COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus – serta terlalu sedikit tempat tidur dan ventilator rumah sakit.
Hal ini semakin runyam, dengan tidak patuhnya warga setempat mengikuti anjuran pemerintah, yang meski tergolong lambat dalam penanganannya.
Melihat kondisi di Ecuador, bagaimana dengan kita di Aceh? saudara-saudara kami di Gayo?
Tentunya kita semua sudah tahu akan informasi dari negara di bagian Amerika Latin itu. Tingginya sebaran media sosial membuat kita pasti dapat melihat kejadian mengerikan itu di ponsel-ponsel kita.
Saudara ku, tidak ada tempat yang aman dari sebaran virus corona. Jangan lagi membangun narasi, kita kebal dengan virus yang hanya berukuran nano meter itu. Tak ada tempat yang luput dari sebarannya, meski kita tinggal di wilayah pelosok sekalipun.
Bulan Ramadhan tengah kita jalani, jalanan kota ramai hanya sekedar untuk ngabuburit atau membeli takjil. Pun begitu, Physical Distancing jangan diabaikan, tetap memakai masker dan hindari berkerumunan.
Virus corona belum ditemukan obatnya, cara yang paling efektif untuk saat ini adalah memutus mata rantai penyebarannya. Ikuti anjuran pemerintah, enti ukang, karena disaat kita tidak mendengarkan anjuran itu, maka kengerian yang terjadi di Ekuador bukan mustahil akan terjadi di daerah kita.
Coba lihat fasilitas kesehatan kita, berapa orang yang sanggup di tampung. Berapa tenaga medisnya, bagaimana ketersiadaan Alat Pelindung Diri (APD) nya. Tentu semua itu kurang bukan, untuk menampung ratusan bahkan ribuan orang yang akan terinfeksi Covid-19?
Sadarlah saudara ku, dengan berdiam diri di rumah, beribadah dengan khusuk, berkumpul dengan keluaga, pergi ke kebun menanam, adalah cara kita membantu memutus mata rantai penyebaran virus yang menimbulkan penyakit yang disebut SARS-CoV- 2 ini.
Mari lindungi diri kita dan keluarga kita dari ancaman virus mematikan ini.
#Salam_Cerdas_Mencerdaskan
[Redaksi]