Oleh : Putri Hastuti, S.Gz*
Siapa yang tidak mengenal Kartini? Sosok pahlawan pejuang emansipasi perempuan. R.A Kartini merupakan seorang perempuan yang memiliki kegemaran membaca buku-buku, Koran, dan majalahEropa.
Kartini tertarik dengan kemajuan berfikir kaum perempuan Eropa, dari situ muncul keinginan Kartini untuk memajukan perempuan-perempuan pribumi, karena dia melihat bahwa perempuan pribumi itu berada pada status sosial yang rendah, tidak memiliki ruang gerak yang bebas untuk menuntut ilmu dan belajar.
Kartini suka menulis surat buat teman-temannya yang ada di Eropa, surat itu berisikan keluhan-keluhannya tentang perempuan pribumi yang kemudian surat-surat itu dikirim keteman-temannya yang ada di Eropa. Surat-surat Kartini ini kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang diberi judul “Habis GelapTerbitlaTerang”.
Di tengah keterbatasan ruang gerak kaum perempuan Kartini muncul dengan pemikiran-pemikiran kritisnya untuk membebaskan perempuan dari status sosial yang rendah ini. Berkat kegigihan Kartini ini maka pada tahun 1912 berdirilah sekolah perempuan pertama yang didirikan oleh keluarga Van Deventer, yaitu sekolah Kartini.
Perjuangan Kartini untuk membebaskan perempuan dari deskriminasi bisa dirasakan oleh Kartini-kartini masa kini yang mana sudah mempunyai ruang gerak sedikit bebas untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Mungkin Kartini telah tiada tetapi semangat perjuangannya harus tetap membara khususnya pada perempuan untuk mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan oleh perempuan itu.
Yaitu terus belajar menjadi perempuan yang cerdas, perempuan yang mandiri, perempuan yang memiliki wawasan tinggi, perempuan yang memiliki pemikiran kritis, tetapi tidak pernah melupakan kodratnya sebagai madrasah untuk menciptakan generasi yang rabbani.
“Jika kami menginginkan pendidikan dan pengajaran bagi perempuan, itu bukan berarti kami hendak menjadikan perempuan menjadi saingan laki-laki, tetapi kami ingin menjadikan perempuan lebih cakap melakukan tugas besar yang diberikan ibu alam ketangannya agar menjadi ibu : pendidik umat manusia yang utama (R.A Kartini)”.
Begitu berpengaruhnya sosok Kartini di Indonesia sehingga setiap tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini. Kartini berhasil menggoreskan sejarah perjuangan pada masanya hingga perjuanggannya akan terus selalu dikenang. Banyaknya catatan sejarah tak menyulitkan kita untuk lebih dekat mengenal sosok Kartini.
Pertanyaan yang kemudian muncul di kepala saya adalah siapa tokoh perempuan yang ada di Gayo dan memiliki pengaruh yang besar terhadap bangsa khususnya daerah Gayo sendiri? Mungkin nama Datu Beru akan muncul sebagai tokoh perempuan di Gayo.
Datu Beru memiliki nama asli Qurrata ‘Aini semasa mudanya pernah ditunjuk sebagai penasehat kerajaan di linge. Minimnya catatan sejarah tentang tokoh Datu Beru ini membuat beliau tak banyak dikenal oleh orang Gayo sendiri dan sulit sekali menelusuri kiprahnya.
Bahkan, sejak saya kecil hingga sekarang tidak pernah ada dalam ingatan saya yang menceritakan sosok perempuan Gayo yang mempunyai pengaruh besar. Kalo pun ada hanyalah pahlawan-pahlawan Aceh seperti Cut Meutia dan Cut Nyak Dhien. Perjuangan mereka pun jelas tertuangkan dalam buku-buku sejarah.
Hingga sekarang apakah memang tidak pernah ada tokoh atau perempaun yang berpangaruh di Gayo? Atau tidak pernah ada yang menuliskannya? Sehingga mereka tenggelam begitu saja tanpa meninggalkan cacatan sejarah untuk anak cucu generasinya.
Entahlah… tetapi rasanya memang minim sekali perempuan Gayo yang muncul di permukaan. Contoh sederhana yang coba saya amati, penulis-penulis di Lintas Gayo kebanyakan dari mereka adalah penulis dari kaum laki-laki, adapun penulis perempuan rasanya sedikit sekali.
Lalu kemana sebenarnya perempuan-perempuan Gayo? Apakah mereka terlalu sibuk mengurusi urusan domestik sehingga mereka lupa bahwa mereka juga punya peran di publik.
Tak merasa puas, saya mencoba memuaskan rasa penasaran saya dengan mencari di mesin pencarian google dengan keyword utama “Perempuan Gayo”.
Seolah google tak ingin membuat saya kecewa, google mencoba menampilkan beberapa perempuan yang pernah menggoreskan sejarah walau hanya hitungan jari.
Dalam dunia kepemimpinan, pada tahun 2011 Asnaini seorang perempuan kelahiran Kute Lintang terpilih sebagai Reje Kampung (Kepala Kampung) perempuan pertama di Gayo. Ada lagi Ibu Rahmah warga Aceh Tengah seorang eksportir kopi Gayo ke seluruh penjuru dunia, kesuksesan beliau di bidang ekspor kopi Gayo ada yang menjuluki beliau sebagai Kartini masa kini di dunia kopi. Tak banyak memang bisa ditemukan tokoh-tokoh perempuan Gayo.
Dari bu Asnaini, dan bu Rahmah kita bisa belajar sebenarnya perempuan Gayo itu bisa muncul ke permukaan. Mereka juga sudah membuktikan bahwa perempuan bisa mengurusi lebih dari sekadar urusan dapur.
Ahmad Dahlan pun pernah mengatakan “urusan dapur jangan dijadikan penghalang untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat”.
Sudah saatnya kini laki-laki dan perempuan saling berdampingan menghadapi masyarakat, bukan dengan cara selalu menjadikan perempuan sebagai subordinasi.
Perempuan harus mampu memberikan gerak penyeimbang ditengah budaya patriarki yang mendominasi segala lini kehidupan. Para perempuan silahkan mengambil peran di setiap lininya, berkembang sesuai dengan minat dan bakat masing-masing.
Politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan sesungguhnya semua lini membutuhkan sentuhan tangan seorang perempuan.
*Warga Buntul Kemumu, Bener Meriah