Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA
I. Covid-19, Tinggalkan Tradisi dan Kewajiban
Corona atau Covid-19 adalah virus yang sedang melanda dunia dengan tidak mengenal adanya batas agama, Negara, suku dan ekonomi masyarakat, artinya semua orang berpotensi untuk tertular.
Telah banyak musibah yang melanda dunia baik berupa gempa, meletusnya gunung berapi, banjir, kekeringan, kelaparan dan juga perang, namun tidak separah wabah corona.
Negara-negara di dunia, kita lihat menumpahkan seluruh kemampuan yang mereka miliki untuk memerangi dan menghindar dari wabah penyakit ini.
Perbedaan antara musibah ini dapat dilihat dari sisi wujudnya, selain dari corona wujudnya jelas terlihat dan terukur secara ilmian tetapi untuk covid-19 ini serba tidak jelas karena wabahnya berupa virus.
Dalam sejarah manusia kematian yang disebabkan oleh virus jauh lebih banyak dari pada kematian yang disebabkan oleh pedang, bedil bahkan oleh bom sekalipun.
Kematian oleh biasa virus dilakukan dengan penularan, seperti penyakit TBC ditularkan dengan percikan air ludah melalui batuk, sipilis ditularkan melalui hubungan badah, tifus yang tadinya ditularkan dari tikus ke tikus lainnya selanjutnya dari tikus kepada manusia.
Dalam buku “Gun’s, Germs & Steel (Bedil, Kuman, & Baja)”, Jared Diamond (h.621) menyebutkan : Mirkoba mematikan pada sejarah manusia digambarkan dengan baik oleh penaklukan dan pemusnahan penduduk Dunia Baru oleh orang-orang Eropa.
Jauh lebih banyak penduduk asli Amerika yang tewas dipembaringan gara-gara kuman manusia dari pada di medan pertempuran gara-gara bedil dan pedang.
Sebelum wabah di atas terjadi telah banyak juga kejadian-kejadian yang serupa sebelumnya, karena itu cara penghentian penyebarannya berdasarkan pengalaman manusia diantaranya adalah dengan cara physical distanting (pembatasan fisik atau manjaga jarak) yang awalnya lebih dikenal dengan social distating.
Karena bahaya virus corona ini maka setiap kegiatan yang menjadi sebab tertularnya wabah ditiadakan, mulai dari kegiatan social kemasyarakat sampai kepada kegiatan ibadah sekalipun.
Untuk kegiatan social kemasyarakat yang dilarang seperti acara resepsi pernikahan, kenduri kematian, rapat atau pertemuan/rapat di kantor-kantor dan pertemuan kemasyarakatan lainnya.
Kemudian dalam bidang keagamaan, adalah : lahirnya fatwa larangan melakukan shalat lima waktu berjamaah, larangan mengadakan shalat jum’at (karena berjamaah), larangan shalat tarawih (nanti ketika bulan ramadha), dan lain-lain ibadah yang memicu tertularnya virus kesesama para jamaah.
II. Ramadhan, Tinggalkan Tradisi dan Kewajiban
Dalam hitungan jumlah jari sebelah tangan bulan ramadhan akan datang, semua umat manusia yang beriman diwajibkan bepuasa, yakni menahan diri dari makan dan minum dan meninggalkan segala perbuatan dan hal-hal yang tidak baik.
Kewajiban puasa sebagaimana pengakuan Allah di dalam al-Qur’an tidak hanya diwajibkan kepada umat muslim, tetapi juga telah pernah diwajibkan kepada umat sebelum umat Nabi Muhammad.
Perbuatan ibadah dan perbuatan tradisi yang sebelum dan sesudah bulan puasa wajib kita lakukan, ketika datang bulan ramadhan dilarang untuk dilakukan dan harus menahan diri untuk tidak melakukannya.
Seperti makan dengan kadar dan hitungan kifayah yang wajib dilakukan menjadi tidak boleh dilakukan karena bulan puasa, demikian juga dengan minum dengan kadar dan jumlah kifayah menjadi tidak boleh dilakukan karena bulan puasa. Padahal kita punya persediaan makanan dan minuman yang cukup bahkan lebih.
Dalam bulan puasa kita diwajibkan melakukan ibadah zakat fitrah yang diluar bulan puasa tidak ada perintah untu itu, kita dianjurkan melakukan shalat tarawih padahal pada sebelas bulan selain ramadhan tidak ada anjuran.
Ketika dalam keadaan sakit dan dalam perjalanan (traveling) dianjurkan untuk tidak berpuasa, karena dapat memberi mudharat.
III. Demi Kemaslahatan
Semua perbuatan yang dapat menimbulkan kemafsadatan (kerugian untuk diri dan untuk orang lain) baik dalam perbuatan ibadah dan perbuatan sisial kemasyarakatan wajib ditinggalkan (tidak boleh dilakukan).
Seperti perbuatan berkerumunan (physical distanting dan social distating) wajib dihindari, seperti anjuran untuk tidak shalat wajib dan shalat sunat berjamaah demi untuk menghidarkan kemafsadatan, karena apabila anjuran tersebut tidak patuhi diprediksi oleh para ahli di bidang virus akan menimbulkan kemafsadatan yang berhubungan dengan hilangnya nyawa manusia.
Memelihara atau mempertahankan nyawa atau jiwa bagian dari maqashid as-syar’iyyah. Letak maqashid syar’iyyah yang berhubungan dengan agama dalam hal larangan shalat jamaah adalah kebolehan melaksanakan shalat secara munfarid atau shalat sendiri atau juga bisa shalat berjamaah dalam makna azimah dengan keluarga di rumah.
Untuk shalat jum’at yang wajib dilakukan berjamaah mengganti dengan melakukan shalat zhuhur secara rukhshah sesuai dengan anjuran Nabi.
Tidak makan dan minum dalam kadar dan hitungan yang kifayah dalam bulan ramadhan adalah untuk memelihara agama, karena syariat menetapkan kalau mereka yang berpuasa berarti adalah orang yang tidak makan dan minum dari sejak terbitnya fajar sampai kepada terbenamnya matahari.
Makanan dan minum adalah kewajiban kifayah dari segi kadar dan dari segi hitungan, artinya setiap manusia wajib makan dan juga wajib minum dengan kadar sesuai kemampuan dan kebutuhan dan juga dari segi hitungan makan dan minum tidak ditetapkan kapan dan berapa kali harus makan dan minum juga disesuaikan dengan kebutuhan.
Yang jelas dalam bulan puasa makan dan minum itu dilarang dan akan melahirkan hukum haram bila dilakukan.
Bila dihubungkan antara Covid-19 dengan ramadhan maka :
- Dalam masa Covid-19 ada kepatuhan hokum, yaitu harus memilih menghindar dari kemudaratan atau kemafsadatan dengan meninggalkan hokum wajib, seperti shalat jum’at dan ibadah sunat seperti shalat berjamaah 5 waktu, pada perbuatan tersebut ada illat yaitu berkerumunan atau menghindar dari physical distanting (kontak fisik).
- Dalam bulan ramadhan ada kewajiban kifayah dari sisi kadar dan waktu harus ditinggalkan karena dalam bulan ramadhan ada aturan syara’ untuk itu.
*Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Tenaga Ahli Bidang Khazanah dan Budaya Aceh di Lembaga Wali Nanggroe