Oleh : Fathan Muhammad Taufiq*
Salah satu cara pencegahan penyebaran virus corona adalah melalui pembatasan interaksi sosial (social distancing) dan pembatasan interaksi fisik (physical distancing) serta tetap di rumah (stay at home), karena kita tahu bahwa penularan coronavirus disease (covid-19) adalah dari manusia ke manusia.
Dengan membatasi pertemuan dan interaksi fisik antar manusia, maka tidak akan terjadi perpidahanatau penularan virus corona ini dari sesorang ke orang lain.
Namun kita tidak akan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa berinteraksi dengan orang lain. Mulai dari kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, keperluan rumah tangga baru bisa kita dapatkan melalui transaksi jual beli yang tentunya harus dengan interaksi antar manusia.
Kita dapat memperoleh kebutuhan sehari-hari kita di pasar tradisional, toko swalayan, mall atau kios pengecer. Namun dengan pergi ke pasar, swalayan atau mall, kita akan bertemu dengan banyak orang dan mau tidak mau akan terjadi interaksi fisik, minimal antara pedagang dengan pembeli.
Dalam situasi diaman virus corona sedang merebak tanpa batas tempat, interaksi fisik seperti itu tentu bukan sesuatu yang aman buat kita.
Lalu bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan keseharian kita tapi dengan tetap di rumah dan tidak berinteraksi langsung dengan orang lain?.
Tentu jawabannya tidak lain Pasar Digital atau E-Market yang secara luas disebut E-Commerce, sebuah sistem pasar atau sistem perdagangan berbasis teknologi digital atau teknologi informasi, atau sederhananya transaksi jual beli menggunakan jaringan internet dengan perangkat telekomunikasi seluler (hand phone) atau perangkat lainnya.
Sebenarnya transaksi dagang secara digital ini bukan hal yang baru, saat ini sudah ada ratusan bahkan ribuan aplikasi yang menyediakan akses belanja secara online.
Hampir semua kebutuhan hidup dapat dilayani melalui transaksi elektronik ini, baik yang melalui pembayaran non tunai maupun melalui sistem Cash On Delivery (COD) atau bayar tunai ketika barang sampai.
Ini seiring dengan dinamika pada banyak aspek kehidupan yang terus bergerak dinamis, semua orang menginginkan pelayanan yang mudah dan cepat, termasuk dalam berberlanja.
Awalnya layanan belanja online ini hanya diakses oleh sebagian kecil kalangan yang karena kesibukannya tidak sempat berbelanja ke pasar atau swalayan, tapi trend ini mulai bergeser ke semua kalangan, karena menilai sistem ini lebih praktis.
Sampai dengan akhir tahun 2018 saja, jumlah orang menggunakan transaksi belanja online mencapai sekitar 86 juta orang dengan nilai transaksi tidak kurang dari 146 Triliun rupiah.
Sementara riset terakhir yang dilakukan oleh Blomberg menyatakan bahwa pada tahun 2020 ini, hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia pernah melakukan traksaksi online.
Semakin mudah dan murahnya mengakses jaringan internet, membuat tren belanja online terus mengalami peningkatan signifikan dari waktu ke waktu.
Lalu bagaimana dengan masyarakat yang belum familiar dalam mengakses internet atau tidak mempunyai perangkat gawai yang memiliki fitur lengkap untuk mengakses internet?
Bukan masalah juga, karena pasar digital juga tidak mesti menggunakan jaringan internet, cukup menggunakan jaringan seluler yang jaringannya sudah mencapai hampir semua pelosok negeri, dan hampir semua keluarga sudah memilki telepon seluler.
Sangat bisa diciptakan pasar digital berbasis seluler, dimana konsumen cukup memesan barang belanjaan yang dibutuhkannya melalui telepon seluler atau HP, baik melalui penggilan langsung maupun dengan layanan pesan sort message service (SMS).
Ini lebih rasional dan bisa diterapkan di semua tempat termasuk di kota-kota kecil seperti Takengon dan ibukota kabupaten lainnya di Aceh.
Seiring dengan pembatasan sosial dalam rangka mencegah penyebaran covid-19, pemanfaatan pasar digital ini perlu menjadi pertimbangan para pemangku kebijakan di daerah.
Melalui sistem pasar digital ini, tidak akan terjadi penumpukan atau kerumunan orang seperti yang sering terlihat di pasar-pasar tradisional.
Melalui sistem ini juga tidak terjadi kontak fisik langsung antara pedagang dengan pembeli, sehingga dapat mengurangi resiko penularan covid, dan ini sejalan dengan penerapan social distancing dan phyisical distancing serta himbauan untuk tetap di rumah.
Bagaimana caranya? Tidak terlalu sulit, untuk skala kota Takengon dan sekitarnya misalnya, saat ini sudah ada pusat pasar dan sentra perdagangan dengan skala menengah seperti Pasar Paya Ilang, Pasar Ikan/Pasar Bawah, Pasar Inpres dan Pasar Bale Atu.
Dinas terkait, dalam hal ini Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperidagkop UKM) tinggal melakukan pendataan semua pedagang dan jenis barang dagangan yang dijualnya, baik itu pedagang sembako, pedagang ikan, daging maupun sayuran dan buah-buahan, kemudian mencatat nomor hand phone dari semua pedagang tersebut.
Setelah semua pedagang terdata, kemudian semua pedagang diajak masuk dalam sistem pasar digital dengan transaksi melalui panggilan telepon atau SMS dengan layanan antar bayar (pembeli membayar saat barang yang dipesan tiba di rumah).
Nama pedagang atau toko dan nomor telepon selulernya kemudian disebarluaskan melalui brosur, leaflet atau selebaran kepada seluruh masyarakat
. Setelah itu semua warga dapat melakukan kegiatan belanja tanpa harus pergi ke pasar atau tempat keramaian lainnya, cukup memesan melalui panggilan telepon atau pesan singkat dengan menyebutkan nama dan alamt lengkap, maka pesanan akan segera tiba dengan sistem delivery order, harga sama dengan di pasar, hanya ditambah ongkos antar sesuai jarak.
Sitem pasar digital sederhana ini juga bisa memberdayakan para pengemudi becak motor di seputaran kota Takengon yang jumlahnya saat ini mencapai ribuan.
Disaat penumpang becak sepi saat ini, para penarik becak ini masih bisa memperoleh pendapatan dengan menjadi kurir atau pengantar barang belanjaan karena becak bisa masuk sampai ke lorong-lorong kecil sekalipun.
Untuk alamat yang sama, belanjaan dengan jenis berbeda dari pedagang pedagang yang berbeda, seperti sembako dengan ikan, sayuran dan buah bisa sekali antar supaya ongkos bisa lebih murah, dan semua akan berjalan dengan koordinasi dan kejasama antar pedagang.
Sementara itu masyarakat juga bisa melakukan self defense dalam transaksi ini, caranya juga sederhana, warga cukup menyediakan meja kecil atau kursi di dekat pintu.
Ketika kurir belanja datang, dia cukup mengetuk pintu dan meletakkan barang belanjaan di meja atau kursi itu kemudian mundur beberapa langkah menunggu si empunya rumah keluar.
Pemilik rumah keluar dan mengambil belanjaan yang dipesannya, kemudian meletakkan uang sesuai jumlah pesanan ditambah ongkos antar di atas meja atau kursi tersebut dan langsung masuk rumah.
Setelah pemilik rumah masuk, kurir dapat mengambil uang tersebut, mencuci tangan dan kembali ke pangkalan, cukup mudah dan praktis kan?. Masyarakat dimudahkan dan tetap terlindungi, sementara roda perekonomian juga tetap berputar.
Beberapa waktu yang lalu, Plt. Gubernur Aceh juga sudah mengirimkan surat kepada para Bupati dan Walikota di seluruh provinsi Aceh yang salah satu isinya adalah agar seluruh pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi penerapan sistem pasar digital ini sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran covid.
Maka inilah saatnya untuk melakukan perubahan kecil dan sederhana tapi sangat bermanfaat. Saatnya kita berfikir dan bertindak bagaimana roda ekonomi dan pembatasan sosial dapat beriring sejalan.
Kita ingin semua masyarakat terlindungi dari ancaman virus corona, tapi kita juga ingin perekonomian masyarakat juga tetap berjalan, dan pasar digital ini mungkin bisa menjadi solusi. []