[Chapter 3] Tgk Husni Jalil, Mantan Gubernur GAM Wilayah Linge ; Kertas Timah Rokok Tgk. Darwis Jeunieb

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Angin perdamaian RI-GAM sudah mulai berhembus. Rakyat harap-harap cemas menunggu perundingan tahap pertama akan segera dimulai. Perwakilan GAM dan RI secara informal saling melobi agar konflik selesai secara permanen.

Bagi pihak GAM tawaran tertingginya adalah merdeka, sedangkan pihak RI adalah otonomi khusus untuk Aceh. Sebagai perpanjangan tangan dari Wapres RI, Yusuf Kalla menugaskan Dr. Farid Husen dan Mahyuddin Adan menjalin komunikasi dengan pimpinan GAM yang ada di lapangan. Peran Mahyuddin Adan sangat besar dalam mempengaruhi fikiran Wapres Yusuf Kalla.

Pada satu kesempatan Yusuf Kalla bertanya kepada Mahyuddin Adan.

“Din, kamu pilih mana; Aceh Merdeka atau otonomi?” tanya Yusuf Kalla.
“Saya pilih merdeka,” tegas Mahyuddin adan.
“Bagaimana caranya kamu bisa merdeka?” Yusuf Kalla penasaran.
“Seluruh orang Aceh akan saya gerakkan merusak semua gardu listrik dan menusuk setiap pejabat yang ada di Jakarta,” kata Mahyuddin Adan.
“Jangan begitu Din! Bagaimana pendapatmu kalau berdamai?” tanya Yusuf Kalla.
“Bisa Pak! Dengan syarat harus melibatkan negara asing sebagai pihak ketiga,” tegas Mahyuddin Adan.

Sementara luka akibat Gempa Bumi dan Tsunami masih belum kering. Mata dunia tertuju dengan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Mereka menghendaki konflik bersenjata di Aceh segera berakhir. Masalahnya Pemerintah Jakarta tidak mau menghentikan operasi militernya.

Selama proses perundingan, eskalasi penyerangan TNI/Polri terhadap markas-markas GAM semakin meningkat. Tujuannya agar posisi tawar GAM selama berunding semakin rendah.

Seluruh kekuatan militer dikerahkan agar GAM menyerah tanpa syarat. Memang diakui seluruh wilayah tersudut, tetapi pasukan tidak akan pernah menyerah. Mereka masih bisa menghindari atau bertahan, bahkan kembali bisa menggempur TNI/Polri.

Pertengahan Bulan Mei 2005, saya meminta Tgk. Husni Jalil dan Tgk. Amiruddin (Pang Pun Pantan) yang sedang berada di Wilayah Aceh Besar segera kembali ke Wilayah Linge. Di Wilayah Linge sendiri para pimpinan sudah berpencar karena situasi.

Saya berharap agar pimpinan GAM Wilayah Linge segera bermusyawarah menyikapi situasi terkini.

Komadan Operasi GAM Aceh Rayeuk, Udin Gajah Keng mengatur keberangkatan mantan Anggota JSC (Joint Security Council) Wilayah Linge, Tgk. Husni Jalil dan Pang Pun Pantan dengan kapal boat. Mereka sudah berada di Wilayah Aceh besar sejak Maret 2003, pasca penyerangan kantor JSC di Buntul Kubu, Aceh Tengah.

Mereka berangkat pada pagi hari dari Krueng Raya dan sampai pada pukul 13.00 Wib di Calok, Bateileek. Supaya tidak mencurigakan, mereka harus menunggu malam untuk menuju markas Panglima Wilayah Bateeilek, Tgk. Darwis Jeuneb di Gunung Goh Leumo.

Dengan panduan pasukan GAM di sana, akhirnya dengan mudah mereka sampai juga ke tujuan.

Mereka bergabung dengan pasukan Tgk. Darwis Jeuneb selama tiga bulan. Selama itu pula mereka tidak pernah aman dari kejaran TNI/Polri. Mereka tidak pernah tetap dalam satu kamp.

Musuh tahu di manapun mereka bersembunyi. Sudah dua kali mereka dikepung dari jarak dekat. Pada pengepungan kedua, seluruh perlengkapan Tgk. Husni Jalil, termasuk HP pemberian pimpinan JSC tertinggal. Kala itu, Tgk. Husni Jalil hanya tinggal baju yang melekat di badan.

Gunung Goh Leumo sangat populer karena dianggap sebagai daerah persembunyian pasukan dan pimpinan GAM. Sehingga TNI/Polri selalu menyisirnya dari segala penjuru; dari Aceh Tengah, Bener Meriah dan Pidie.

Bahkan Gunung Goh Leumo juga salah satu tempat yang dicurigai sebagai persembunyian Muallim Muzakkir Manaf pasca keberangkatannya dari Bukit Reubol, Bener Meriah. Sehingga juga menjadi sasaran utama penyerangan musuh.

Ternyata selidik punya selidik penyerangan dan pengepungan TNI/Polri berawal dari kertas timah rokok Dji Sam Soe milik Tgk. Darwis Jeunib yang tercecer. TNI/Polri tahu betul, di mana ada bagian dari rokok Dji Sam Soe di tengah hutan rimba yang tercecer, di sana dipastikan ada Darwis Jeunib dan pasukannya.

Setelah mengetahui rahasia tersebut, setiap selesai merokok Tgk. Darwis Jeunib selalu menanam bungkus dan sisa-sisa rokoknya. Ternyata benar, sejak itu mereka aman dari kejaran dan kepungan.

Bagi pasukan GAM, rokok dan senjata sama pentingnya. Bahkan anggaran untuk rokok lebih besar daripada senjata. Ketika kami membangun Kamp Burak Antara di Gunung Salak; perbatasan antara Pase dan Linge di bagian utara, seorang pasukan sehari sebungkus rokok.

Harga rokok pada waktu itu rata-rata Rp. 10 ribu. Pasukan ada 30 orang, maka kalau dikalikan sehari saja mencapai Rp. 300 ribu. Artinya dalam sebulan mencapai Rp. 9 juta.

Bayangkan berapa besar anggaran untuk rokok pasukan Wilayah Pasee, Bateeilek, Peureulak, Pidie dan Aceh Rayeuk yang mencapai ribuan.

Pasukan tanpa rokok akan berbahaya. Mereka tidak betah duduk di Kamp. Dipastikan mereka akan “ngelayap” ke perkampungan mencari rokok, yang menyebabkan dirinya dan orang kampung susah kalau sempat bocor kepada TNI/Polri.

Sementara di dalam Kamp sendiri kalau tidak ada rokok akan terjadi konflik antar pasukan. Rokok membuat pasukan betah tinggal di dalam kamp. Sehingga anggaran untuk rokok pasukan harus benar-benar diperhitungkan.
Rokok tidak saja “berkah” bagi pasukan, tetapi juga bisa menjadi malapetaka. Musuh mudah mengidentifikasi pasukan GAM dengan rokok.

Tidak heran pada tahun 2000-2001 banyak rokok beracun beredar di Aceh, terutama rokok kretek Dji Sam Soe karena itu dianggap sebagai rokok para pimpinan GAM. Padahal Teungku Abdullah sendiri fanatik pada rokok Commondore Filter, Muallim dan saya tidak merokok.

Kalau pun harus merokok hanya untuk menghormati sahabat saja. Pada waktu itu, saya sering menyindir orang yang merokok sebagai orang-orang yang kurang unsur apinya.

Saya sendiri “mempropagandakan” pasukan GAM Wilayah Linge dengan tampilan mewah. Pakaian harus tampak rapi dan bersepatu layaknya orang kantoran serta harus menghisap rokok mahal saat bertemu dengan masyarakat.

Jangan pernah menunjukkan kesusahan. Dengan aksi itu lumayan sukses, pada awal 2003 banyak pemuda Gayo berbondong-bondong masuk GAM.

(Mendale, 2 April 2020)

Terkait : [Chapter 2] Tgk Husni Jalil, Mantan Gubernur GAM Wilayah Linge ; Peristiwa Buntul Kubu

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.