Oleh : Fauzan Azima*
Seorang sahabat berpose di tepi Danau Lut Tawar dan menulis di dinding facebook-nya, “Kalau kami bilang, air danau ini bisa menjadi obat virus corona, pasti seluruh dunia akan berbondong-bondong datang ke Takengon.”
Sebelum saya baca postingannya, saya dinasihatkan orang tua agar sering minum air dari sumber mata air dicampur dengan air mesjid. Saya bisa membayangkan air itu “wih klitu,” Aceh Tengah dan air mesjid asal Penampaan, Gayo Lues.
Mungkin saja “obat kampung” itu mujarab, tetapi faktanya hari ini, kita sekarang memang seperti orang hanyut di sungai besar dalam mencari obat anti virus corona. Benda apapun yang lewat di depan kita untuk keselamatan akan kita raih.
Kita apresiasi orang-orang yang mau mendedikasikan hidupnya untuk mencari dan meneliti obat anti Covid-19.
Dalam suasana musibah internasional, bersyukur kita punya Universitas Syiah Kuala (Unsyiah Banda Aceh) yang telah memiliki alat uji virus corona (VCR) dengan kemampuan memeriksa 96 orang dalam waktu satu jam.
Meskipun mereka harus menunggu izin dari Kemenkes RI. Mudah-mudahan Aceh bisa mandiri dan bisa mengetahui segera pasien yang positif, meskipun andai pada kemudian hari ada isolasi dan jalur transportasi dibatasi.
Semoga Kemenkes RI cepat memberi izin kepada Unsyiah menggunakan VCR agar “skenario” apapun yang terjadi terhadap Aceh bisa teratasi. Juga berdasarkan penelitian Unsyiah, “musibah massal” akan terjadi kalau tanpa ada penjarakan sosial, bahkan diprediksi sepertiga rakyat Aceh terpapar corona.
Saya yakin Allah akan memberi petunjuk kepada sebagian manusia, termasuk peneliti Unsyiah yang dikehendaki-Nya untuk menemukan obat anti virus corona.
(Mendale, 1 April 2020)