Pakan Laya, Virus Mematikan yang Pernah Menyerang Gayo Diakhir Abad ke-18

oleh

Dunia kini tengah diguncangkan dengan pandemi Coronavirus Desease 2019 (Covid-19). Virus ini awanya mewabah di China Daratan tepatnya di Wuhan, Provinsi Hubei. Hingga saat ini, virus yang dikenal dengan sebutan Corona ini telah menyebar ke berbagai negara. Ribuan orang meninggal akibatnya.

Di Indonesia sendiri, virus Corona baru terdeteksi awal Maret 2020 lalu. Hingga kini, wabah penyakit ini masih belum ditemukan vaksinasinya.

Di dataran tinggi Gayo sendiri, jauh sebelum Covid-19 merebak, ternyata daerah di wilayah tengah Aceh ini pernah diserang virus mematikan. Virus tersebut, membuat masyarakat di seputaran Buntul Linge yang menjadi pusat kerajaan di Gayo, hijrah ke berbagai tempat.

Peneliti Kerajaan Linge, Salman Yoga S beberapa waktu lalu mengatakan, virus tersebut patut diduga dibawa oleh Kolonialis Belanda pada tahun 1874-1880. Diceritakan Salman, pada masa itu Kapten Gotfried dalam perang Aceh periode kedua, membawa pasukannya masuk ke Gayo.

“Pasukan ini menjadi pembuka jalan untuk memata-matai kekuatan di wilayah Gayo diakhir abad ke-18, sebelum ekspansi kedua yang dilakukan oleh Van Daalen pada 1904. Diduga kuat mereka membawa virus mematikan ke wilayah di seputaran Buntul Linge. Karena sebelumnya, virus tersebut tidak pernah ditemukan di wilayah ini,” terang Salman.

Menurut Salman, sangking mengerikannya virus itu masyarakat menyebutnya dengan sebutan Pakan Laya. “Penyakit ini menyerang kulit, warga yang terpapar akan merasakan gatal yang luar biasa hingga berujung kematian massal.  Hingga masyarakat menyebut penyakit yang menyerupai hantu, tak terlihat tapi efeknya jelas dan dalam bahasa Gayo diistilahkan Pakan Laya. Penyakit ini menular dengan cepat,” terang Salman.

Dengan tidak ditemukannya obat penawar untuk virus ini, kata Salman lagi, masyarakat memilih hijrah dari Buntul Linge. Dan inilah menjadi salah satu penyebab wilayah Linge menjadi sedikit penduduknya hingga saat ini.

“Padahal daerah itu merupakan pusat kerajaan Linge, namun kenapa penduduknya sedikit? pertanyaan ini sering ditanyakan oleh masyarakat. Ya saya jawab dari hasil yang saya teliti, penyebab salah satunya adalah karena paparan virus Laya ini,” ungkap Salman.

“Pada saat itu, teknologi kesehatan belum secanggih saat ini. Begitu ada paparan virus seperti Laya tadi, tidak otomatis ditemukan obatnya. Jadi jalan satu-satunya yang paling aman adalah meninggalkan daerah tersebut. Ditambah lagi dengan ekspansi Belanda kedua ke wilayah Gayo dan Alas yang dipimpin Van Daalen, ribuan masyarakat Gayo kehilangan nyawa akibat kekejamannya,” tambahnya.

Salman Yoga bersama Penari Saman Binaan Dispar Gayo Lues (Ist)

Salman melanjutkan, kisah penyakit Pakan Laya ini juga pernah dicatat oleh Prof M. J. Melala Toa yang mengutip hasil riset Edwin M. Loeb lewat buku Sumatra Its Hystory and People yang diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 1970 di Kuala Lumpur.

“Dalam catatan ini, M. J Melala Toa menuliskan sebelum tahun 1930 wilayah Gayo kemudian sering diserang wabah penyakit yang disebut Laya. Penyakit ini sering menimbulkan kematian massal,” katanya.

Istilah PakanLaya kata Salman lagi, terus digunakan masyarakat Gayo hingga saat ini. “Namun kasusnya telah berbeda, biasanya istilah ini dipakai apabila ada orang tua yang marah besar atas kenakalan dan kebejatan seorang anak. Maka anak tersebut dinamai Pakan Laya, karena sanking mengerikannya kenakalan anak tersebut,” tandas Salman.

[Darmawan Masri]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.